PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Thursday, May 5, 2016

Perbincangan 50 : Sarwa Klesa Winasa ya




“SARWA KLESA WINASA YA”

Oleh : I Putu Pudja

bajra_sandhi 
Bajrashandi (google.com)
Om Suastiastu,
Cukup lama kami tidak berbincang karena kesibukan masing-masing, serta liburan panjang smester ganjil. Kini perbincangan ringan kami coba dengan perbincangan sepenggal doa, seperti di bawah ini.

Gerimis sore masih saja terjadi. Bangun  dari ‘boci’ –bobok siang, baca tidur siang- sehabis memberikan kuliah 6 sks hari itu, aku pulang langsung seperti biasa leyeh-leyeh terus ketiduran. Hampir setengah enam sore ditemani secangkir teh manis, kududuk di teras.
Dalam kesendirianku, Made muridku yang mendapat tugas belajar kembali dari tugasnya, menghampiriku mampir setelah ada acara eskul di kampus. Ia ke kampus dari kosnya atau sebaliknya selalu lewat depan tempat tinggalku.

Setelah saling meberikan salam, dia kupersilahkan membuat minum sendiri ke dalam, lantas ngobrol sore. Ditemani teh manis dan roti dorong yang kebetulan lewat depan rumah.

Membuka pembicaraan sore itu, kutanya bagaimana dengan kuliahnya, apa bisa mengikuti setelah setahun di daerah tugas. Dia jawab: “astungkara Guru, masih bisa ngikutin, walau pada awalnya agak telat dan suka ngantukan”, katanya.

Bagaimana De, pengalaman kamu di daerah tanyaku. “Akh saya merasa saya belum apa-apa, tidak sesuai kemampuan saya dibandingkan dengan harapan saya, katanya”

Pernyataan Made sangat bagus, yang menyatakan diri belum mampu, belum ada apa-apanya. Itu menandakan bahwa Made masih haus akan pengetahuan. Masih mempunyai kemauan untuk berbenah diri kearah yang lebih baik.

Sambil memperhatikan hilir mudiknya taruna-taruni yang lewat di luar pagar, perbincanangan sore itupun berlanjut. Made menanyakan makna dari, sepanggal doa yang sering diucapkan pendeta saat pembersihan, yaitu “Sarwa Klesa Winasa ya”.

Iya guru juga sering mendengarnya, dan bahkan baru beberpa hari yang lalu guru baca di buku Hindu Agama Universal, sepenggal doa tersebut.

Dalam buku itu disebutkan dengan lima Klesa yang menghambat pencapaian tujuan, pelepasan atma untuk menyatu ke asalnya. Beberapa buku menyebutkannya dengan panca klesa.

Klesa itu, berasal dari bahawa sansekerta yang artinya ‘penyakit’, penderitaan atau hal-hal yang tidak baik yang menghalang pada pelepasan seseorang. Singkatnya klesa adalah penyebab orang sulit mencapai pelepasan dirinya sebagai tujuan hidup umat hindu. Ingat Catur Purusa Arta.

Ke lima klesa tersebut adalah : (1) awidya; (2) asmita: (3) raga, (4) dwesa dan (5) abinewesa.

Awidya adalah kebodohan. Seperti kita ketahui bahwa kebodohan akan membuat kita tidak tahu arah kehidupan, tujuan kehidupan maupun hal-hal lain yang menjadi pedomana kehidupan ini.
Asmita adalah pandangan yang salah, terutama pandangan yang salah terhadap ajaran agama. Karena pandangan yang demikian akan dapat menyesatkan kita, semakin menjauhkan kita dengan kebenaran.

Raga adalah nafsu, yaitu ambisi, keinginan yang selalu menguasai pikiran kita untuk maslaah duniawi. Ambisi ini sering menjerumuskan kedalam hal yang keliru, karena tidak jarang orang melakukannya tanpa memikirkan benar atau salah yang penting ambisinya terpenuhi.

Dwesa adalah kebencian. Kebencian tidak akan mengganggu orang yang dibenci, atau sesuatu yang dibenci saja, akan tetapi banyak yang meyakini bahwa kebencian akan mengganggu orangnya sendiri. Sehingga kita disarankan jangan memelihara kebencian karena dia akan menjadi racun pada pikiran kita.

Abinewesa adalah rasa takut akan kematian. Oramg yang takut akan kematian menunjukkan bahwa dia masih terikat dengan duniawi, dan sangat jauh dengan tujuan dalam hidup kita. Hedaknya kita tetap berpegang teguh bahwa lahir, hidup, mati adalah rahasa Tuhan, sehingga tiada orang yang mengetahui kapan waktunya.

Begitu Made,jadi klesa itu tidak lain adalah jenis-jenis penghambat yang menyelimuti pikiran dan sifat kita yang akan muncul dalam perkataan dan perbuatan selanjutnya yang menjauhkan kita dari tujuan yang hendak kita capai dalam kehidupan ini.

Ingat reinkarnasi dan karmapala, bukankah kelahiran kembali pada hakekatnya adalah pembenahan diri, memperbaiki kehidupan sehingga semakin mendekati tujuan hidup. Kesempatan reinkarnasi hendaknya digunakan dengan baik.

Hidari kehidupan kamu dikuasai klesa, sifat-sifat diatas yang lebih banyak sebagai kiasan, padahal artinya sangat luas. Proses klesa tidak jauh dari urutan penyebutannya diatas. Klesa diawali dengan kebodohan kita, ketidak tahuan kita, kemalasan kita untuk belajar pengetahuan ( iptek, agama, seni dll)  sehingga kita tetap dibelenggu kebodohan, kegelapan.

Kebodohan kita ini tidak jarang dimanfaatkan orang lain untuk mengajarkan pandangan yang salah ke kita, yang memang malas belajar, sehingga terhadap kebenaran kita sering mempunyai padangan yang salah. Kebenaran menjauh dari kehidupan sehari-hari kita.

Kebodahan dan pandangan salah ini, sering menjerumuskan kita pada ambisi yang keliru, kita menjadi materialistis, sangat mendewakan masalag duniawi, benda benda duniawi, yang menjauhkan diri kita dari sifat spiritual,  kerohanian.

Karasnya kompetisi dalam mengejar ambisi untuk memenuhi nafsu duniawi, tidak jarang menimbulkan kompetisi yang menjurus pada kebencian kepada competitor, kebencian pada kegagalan dan lain sebagainya. Masalah demikian akan memenuhi pikiran kita pada hal yang negative, dan manjauh dari pikiran yang positif.

Setelah nafsu duniawi, kebendaan duniawi dan kebencian menyelimuti setiap pikiran kita menjadikan apa yang diperoleh, apa yang diinginkan lagi, menggiring kita takut akan kematian. Kenapa?, karena takut tidak dapat menikmatinya. Itupun akan membuat kita semakin tidak meyakini apa yang sudah diyakini tentang kehidupan ini. Lahir-hidup-mati semata mata adalah mikik Tuhan Yang Maja Esa. Kita hanyalah wayang yang dimainkan Nya sebagai dalang kehidupan ini.

Jadi dengan doa Sarwa Klesa Winasa ya, kita berdoa agar segala penghalang, segala sakit yang merintangi kita untuk mencapai tujuan, atau pelepasan, ya Guru. Celetuk Made, saat aku jeda meminum sisa teh, manis dan roti mocca yang masih sepotong.

Iya Made, kamu benar. Makanya [ada setiap pembersihan baik itu parayascita, pembersihan diri lainnya doa Sawa Klesa Winasa ya, semua sakit, penghambat pencapaian tujuan hidup dibinasakan.

Si Pendoa berharap mendapat pencerahan, jauh dari kebodohan, mempunyai pandangan yang benar terhadap suatu ajaran, tidak ambisius dengan masalah duniawi, tidak diliputi kebencian dipenuhi welas asih, serta ikhlas menerima kematian kalau sudah merupakan takdir dari Sang Prama Kawi.

Grimis sore, sudah reda kelelawar sudah pada nyambar nyambar buah sawo di depan teras, mengingatkan kami untuk segera bubar, mandi dan melaksanakan tugas selanjutnya.
Om Canthi Canthi Canthi Om
Puri Gading, 5 Mei 2016
Disarikan dari beberapa bacaan terutama dari
Rai Djendra, Ida Bagus, “Hindu Agama Universal”, Paramita, Surabaya, 2013.

No comments:

Post a Comment