“TUMPEK KLURUT HARI KASIH SAYANG”
I Putu Pudja
Ratian Smara-Ratih |
Om Suatiastu,
Lama penulis absen dalam
perbincangan ringan ini, penulis mohon maaf karena tidak adanya mood menulis,
mungkin betara taksu lagi berkelana (bisa saja). Kali ini penulis menyajikan
monolog tentang hari kasih sayang, semoga dapan menjadi perbincangan ringan
diantara kita. Avignamastu.
Ramai dibahas di media social dan
media masa cetak masalah Hari Kasih Sayang menurut versi Hindu ( terutama di
Bali,yang penulis ketahui mungkin juga di daerah lain). Mungkin akan sama
dengan perayaan Velentib=ne, hanya saja terjemahan yang dilakukan masyarakat ‘bukan’
untuk hura-hura, akan tetapi lebih banyak dalam mengagungkan Dewa Dewi Smara
Ratih, yang merupakan Dewa-Dewi Kasih sayang dalam Hindu, atau Dewi Asmara.
Tentang hal ini ada minimal dua
versi yang berkembang di masyarakat, yang dikaitkan dengan Hari kasih Sayang
ini yang jatuh pada Sabtu Kliwon, wuku Klurut, sepatnya lima minggu setelah
kuningan, atau sepuluh hari setelah masalah Galungan.
Versi Pertama:
Dipercayai adalah pengungkapan
tradisional dan konvensional tentang rasa cinta itu adalah dengan kemerduan
suara, baik berupa rayuan ataupun berupa kemampuan kedua belah pihat yang
dilanda asmara untuk mengungkapkannya, bail kalngsung, melalui lagu, atau
bentuk-bentuk vocal lainnya, Dan tentu saja juga dengan rayuan langsung.
Suara atau bunyi-bunyian ini di
simbulkan dengan gamelan atau ‘gong’, suatu perangkat seni yang mampu
mengeluarkan suara yang dapat memukau pendengar dan penontonnya bila disertai
dengan tarian, atau gong dalam perannya mengiringi tari-tarian. Nah kalau
masalah ini hampir disemua daerah di Indonesia tentu punya perangkan music ini,
sehingga dia bisa berlaku universal.
Sebagai ungkapan mengagungkan
Dewa-Dewi Asmara, Dewa-Dewi Smara Ratih, maka Tunpek Klurut dinyakan masyarakat
sebagai odalan gong. Ternyata di beberapa desa yang memiliki perangkat
gamelan dan sekehe Gong, merayakan odalan di Pura Saren Gong, dilakukan Pada
saat Tumpek Klurut, termasuk di salah satu dengan sekehe Gong terkenal yang di
ampu Puri Agung Kerambitan, di rayakan odalannya pada Tumpek Klurut, setiap 210
hari sekali.
Versi ke daua :
Cerita ini dikaitkan dengan
kerinduan kembali Dewa Ciwa akan Dewi Uma, yang sudah lama dilupakannya. Cerita
singkatnya sebagai berikut. Pada suatu ketika Dewa Smara atau sering disebut
dengan Dewa Kama yang memengaruhi rasa cinta pada lelaku, sangat rindu kepada
kekasihnya Dewi Ratih. Ketika itu ia sedang berburu di lereng sebuah gunung.
Maka melepas rasa rindunya ia melepaskan anak panahnya ke udara. Anak panah ini
ternyata nyasar mengenai Dewa Ciwa yangs edang bertapa. Singkat cerita Dewa
Ciwa marah bukan kepalang karena ada yang menganggu pertapaannya, sehingga
dalam kemarahannya mengeluarkan kemampuannya mengeluarkan api sehingga Dewa
Smara hangus karena api semburan Dewa Ciwa itu.
Mengetahui hal itu Dewi Ratih
memohon kepada Dewa Ciwa agar dibunuh dengan api yang sama, sebagai kesetiannya
kepada Dewa Smara. Karena permohonan yang memelas maka Dewa Ciwa mengabulkannya
dan membakar dengan api yang sama untuk Dewi Ratih sehingga dia menjadi abu,
tepatnya seonggok abu yang berkumpul dengan abu jenasah Dewa Smara. Setelah
kejadian itu Dewa Ciwa sadar akan kekasih yang telah lama ditinggal sehingga
kerinduannya memuncak untuk menjumpai Dewi Uma.
Dewi Uma dan Dewa Ciwa pun
bercengkerema, dalam perjalanan cengkeremaan ini mereka bertemu dengan onggokan
abu. Dewi Uma menanyakan ke Dewa Ciwa tentang abu apa itu?. Dewa Ciwa pun
menjelaskan bahwa itu dua kekasih yang sangat satia, yaitu Dewa Smara dan Dewi
Ratih yang telah ia bunuh karena kelalaiannya, dan permintaan karena setianya.
Sewi Uma timbul rasa kasihannya,
padahal sebenarnya beliau ikut berperan disana agar Dewa Ciwa mengingatnya.
Untuk itu Dewi Ratih memohon kepada Dewa Ciwa untuk menghidupkan kedua kekasih
itu kembali. Permintaan Dewi Uma yang Ciwa sangat cintai tak dapat ditolaknya,
sehingga abu tersebut di hidupkan kembai dan Dewa Smara dan Dewi Ratih pun
tetap bertugas memupuk dan menciptakan rasa cinta dua pasang insan yang
berlainan jenis.
Nah sebagai perayaan kembalinya
Dewa Dewi Smara Ratih ini kemudian dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang dalam
Hindu, dan diperingati pada saat Tumpek Klurut. Jadi pada hakekatnya bahwa
kesetiaan itu sangat perlu di dalam sebuah hubungan, apalagi dalam hubungan
asmara. Hindu mengagungkan kesetiaan cinta sehingga secara rutin diperingati.
Semoga semua umat memuliakan dan setia pada cintanya.
Om Canti, Canti, Canti Om.
Disarikan dari berbagai sumber.
Puri Gading, 29 Maret 2016.
JOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com