PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Saturday, April 4, 2015

Perbincangan 39 Simbolisasi Dalam Hindu



“OGOH-OGOH, ‘SRI’ DAN ARCA”

Oleh : I Putu Pudja.

Pratima (panjisegara.blogspot.com)
Dalam ilmu metodologi penelitian, maupun dalam falsafah ilmu kita mengenal abstraksi fakta itu adalah teori, maka dalam pelaksanaan ibadah keagamaan terutama Hindu kita melakukan hal yang sejenis tetapi kebalikannya. Banyak kita jumpai visualisasi crada, atau simbolisasi crada sehingga dalam melaksanakan ibadah agama kita banyak mengenal simbul-simbul yang terkadang kita tidak penuh memahami maknanya kalau tidak mempelajarinya dengan baik dan teliti.
Yang paling lengket dalam ingatan kita adalah: ogoh-ogoh yang dibuat sebagai simbolisasi akan butha kala diarak, terus di bakar (praline) sebagai bagian dari rangkaian perayaan nyepi. Ogoh-ogoh diarak setelah itu dikembalikan kehabitatnya agar tidak mengganggu umat dalam melaksanakan catur brata penyepian.
Saat panen –terutama di pedesaan Bali- pembuatan simolisasi Dewi Sri, sengan membuat semacam boneka dari padi yang dipanen sebagai padi pilihan yang tumbuh dekat aliran utama air kesawah, dan diberikan ‘sri’ simbolisasi wajah dewi sri dari daun lontar warna warni, kemudian di ikat dengan padi pilihan, terus di bawa ke rumah yang selanjutnya di simpan di lumbung.
Harapan pemiliknya mendapatkan berkah dari Dewi Sri, agar padi yang dipanen membawa berkah, dan cukup bahkan lebih sampai panen berikutnya.  Dan terus bertambah di dalam lumbung sampai penen panen berikutnya, umumnya tidak ikut ditumbuk untuk memperoleh beras.
Terakhir yang merupakan simbul yang sering dan mudah kita temukan adalah pratima, yang dijadikan sebagai simbolisasi dari manifestasi Tuhan Yang Maha Esa, sebagai Dewa atau Bthara. Terbuat dari emas atau perak, sehingga sering menjadi objek, barang berharga yang dicuri leh pencuri, karena disimpan di pura yang umumnya tidak dijaga.
Demikian pula arca yang banyak terdapat di pura di Bali, banyak dijadikan simbolisasi, apakah sebagai pengawal, atau sebagai penjaga atau penunggu. Misalnya penunggu karang dan lain sebagainya. Dengan uraian di atas timbul pertanyaan apakah Hindu menyembah berhala?. Apakah Hindu menyembah patung?.
Nah ini yang perlu dijawab dan diluruskan oleh umat Hindu semuanya agar tidak timbul persepsi yang salah, karena mereka yang mempertanyakan itu tidak tahu?.
Kalau ditelusuri mungkin kesalahan itu berawal dari kita sendiri, karena kita tidak pernah menjelaskannya, tidak pernah mensyiarkannya ke umat. Apalagi umat di luar Hindu, di dalam Hindupun mungkin jarang.
Memuja Tuhan melalui “arca” atau sebuah perwujudan untuk menyambung keterbatasan pemahaman umat, sehingga lebih mudah berkonsntrasi untuk mendekatkan diri, atau menuju –mengarahkan doa menuju dan lebih khusuk- kepada Nya. Bentuk atau muthi tersebut hakekat atau esensi dari sesuatu. Seperti nyala api itu adalah ensnsi dari api.
Dalam Weda sembahyang untuk memuja Tuhan Yang Maha Kuasa dengan ‘Arca’ dikenal dengan ‘Arca vigraha’ merupakan sebuah anjuran bagi mereka yang ingin maju dalam mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (Suryanto, 2006).
Dalam Bhagawad Gita 11.27.2, dinyatakan sebagai berikut bila diterjemahkan. Yang merupakan jawaban Krisna saat Uddava bertanya. “Para resi yang mulia menyatakan bahwa pemujaan arca seperti itu memberikan manfaat yang terbesar bagi kehidupan manusia. Inilah pendapat Narada Muni, Rsi Agung Vyasadeva, dan pendapat guru saya sendiri, Bahaspati”.
Bhagawad Gita telah mengaturnya bahwa simbolisasi crada merupakan cara pendekatan diri sembayang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan tentu kita masih ingat dalam sloka lain Bagawad Gita, kemanapun bakti kita tujukan saat sembahyang, walau itu salah akan bermuara akhirnya pada Tuhan Yang Maha Esa.
Melaksanakan simbolisasi dalam melaksanakan crada, endaknya digunakan sebagai peningkat semangat kita melaksanakan crada bakti kita terhadap Tuhan yang maha Esa. Dapat dilakukan dengan “Arca vigraha” dengan ogoh-ogoh untuk bhuta kala, maupun dengan simbul simbul lain yang telah berkembang bersama dengan kearifan local dimana Hindu itu berkembang dan bertumbuh.
Simbolisasi hanyalah merupakan salah satu jalan mempermudah dan menuntun konsentrasi pikiran kita dalam mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta simbolisasi dalam melaksanakan yadya kita, sepeti dalam Dewa Yadnya, Rsi yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya maupun Bhuta Yadnya.
Jadi dapat dikatakan bahwa ‘Arca’ yang awalnya mempunyai arti simbul, kemudaian diartikan sebagai patung, bukan berarti kita menyembah arca nya, akan tetapi kita tetap menyembah Ida Sang Hyang Widi Wasa, hanya simbolisasi untuk memudahkan konsentrasi melalui arca atau pratima yang telah disucikan dengan upakara tertentu, kita menyembah Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Puri Gading, 5 April 2015.





No comments:

Post a Comment