“OGOH-OGOH, ‘SRI’ DAN ARCA”
Oleh : I Putu Pudja.
Pratima (panjisegara.blogspot.com) |
Dalam ilmu metodologi penelitian,
maupun dalam falsafah ilmu kita mengenal abstraksi fakta itu adalah teori, maka
dalam pelaksanaan ibadah keagamaan terutama Hindu kita melakukan hal yang
sejenis tetapi kebalikannya. Banyak kita jumpai visualisasi crada, atau
simbolisasi crada sehingga dalam melaksanakan ibadah agama kita banyak mengenal
simbul-simbul yang terkadang kita tidak penuh memahami maknanya kalau tidak
mempelajarinya dengan baik dan teliti.
Yang paling lengket dalam ingatan
kita adalah: ogoh-ogoh yang dibuat sebagai simbolisasi akan butha kala diarak,
terus di bakar (praline) sebagai bagian dari rangkaian perayaan nyepi. Ogoh-ogoh
diarak setelah itu dikembalikan kehabitatnya agar tidak mengganggu umat dalam
melaksanakan catur brata penyepian.
Saat panen –terutama di pedesaan
Bali- pembuatan simolisasi Dewi Sri, sengan membuat semacam boneka dari padi
yang dipanen sebagai padi pilihan yang tumbuh dekat aliran utama air kesawah,
dan diberikan ‘sri’ simbolisasi wajah dewi sri dari daun lontar warna warni,
kemudian di ikat dengan padi pilihan, terus di bawa ke rumah yang selanjutnya
di simpan di lumbung.
Harapan pemiliknya mendapatkan
berkah dari Dewi Sri, agar padi yang dipanen membawa berkah, dan cukup bahkan
lebih sampai panen berikutnya. Dan terus
bertambah di dalam lumbung sampai penen panen berikutnya, umumnya tidak ikut
ditumbuk untuk memperoleh beras.
Terakhir yang merupakan simbul
yang sering dan mudah kita temukan adalah pratima, yang dijadikan sebagai
simbolisasi dari manifestasi Tuhan Yang Maha Esa, sebagai Dewa atau Bthara.
Terbuat dari emas atau perak, sehingga sering menjadi objek, barang berharga
yang dicuri leh pencuri, karena disimpan di pura yang umumnya tidak dijaga.
Demikian pula arca yang banyak
terdapat di pura di Bali, banyak dijadikan simbolisasi, apakah sebagai
pengawal, atau sebagai penjaga atau penunggu. Misalnya penunggu karang dan lain
sebagainya. Dengan uraian di atas timbul pertanyaan apakah Hindu menyembah
berhala?. Apakah Hindu menyembah patung?.
Nah ini yang perlu dijawab dan
diluruskan oleh umat Hindu semuanya agar tidak timbul persepsi yang salah,
karena mereka yang mempertanyakan itu tidak tahu?.
Kalau ditelusuri mungkin
kesalahan itu berawal dari kita sendiri, karena kita tidak pernah
menjelaskannya, tidak pernah mensyiarkannya ke umat. Apalagi umat di luar
Hindu, di dalam Hindupun mungkin jarang.
Memuja Tuhan melalui “arca” atau
sebuah perwujudan untuk menyambung keterbatasan pemahaman umat, sehingga lebih
mudah berkonsntrasi untuk mendekatkan diri, atau menuju –mengarahkan doa menuju
dan lebih khusuk- kepada Nya. Bentuk atau muthi tersebut hakekat atau esensi
dari sesuatu. Seperti nyala api itu adalah ensnsi dari api.
Dalam Weda sembahyang untuk
memuja Tuhan Yang Maha Kuasa dengan ‘Arca’ dikenal dengan ‘Arca vigraha’
merupakan sebuah anjuran bagi mereka yang ingin maju dalam mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (Suryanto, 2006).
Dalam Bhagawad Gita 11.27.2,
dinyatakan sebagai berikut bila diterjemahkan. Yang merupakan jawaban Krisna
saat Uddava bertanya. “Para resi yang mulia menyatakan bahwa pemujaan arca
seperti itu memberikan manfaat yang terbesar bagi kehidupan manusia. Inilah
pendapat Narada Muni, Rsi Agung Vyasadeva, dan pendapat guru saya sendiri,
Bahaspati”.
Bhagawad Gita telah mengaturnya
bahwa simbolisasi crada merupakan cara pendekatan diri sembayang kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dan tentu kita masih ingat dalam sloka lain Bagawad Gita, kemanapun
bakti kita tujukan saat sembahyang, walau itu salah akan bermuara akhirnya pada
Tuhan Yang Maha Esa.
Melaksanakan simbolisasi dalam
melaksanakan crada, endaknya digunakan sebagai peningkat semangat kita
melaksanakan crada bakti kita terhadap Tuhan yang maha Esa. Dapat dilakukan
dengan “Arca vigraha” dengan ogoh-ogoh untuk bhuta kala, maupun dengan simbul
simbul lain yang telah berkembang bersama dengan kearifan local dimana Hindu
itu berkembang dan bertumbuh.
Simbolisasi hanyalah merupakan
salah satu jalan mempermudah dan menuntun konsentrasi pikiran kita dalam mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta simbolisasi dalam melaksanakan yadya
kita, sepeti dalam Dewa Yadnya, Rsi yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya maupun
Bhuta Yadnya.
Jadi
dapat dikatakan bahwa ‘Arca’ yang awalnya mempunyai arti simbul, kemudaian
diartikan sebagai patung, bukan berarti kita menyembah arca nya, akan tetapi
kita tetap menyembah Ida Sang Hyang Widi Wasa, hanya simbolisasi untuk
memudahkan konsentrasi melalui arca atau pratima yang telah disucikan dengan
upakara tertentu, kita menyembah Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Puri Gading, 5 April 2015.
No comments:
Post a Comment