PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Friday, November 7, 2014

Perbincangan -29 : Beribadah tak perlu mahal



“SESUNGGUHNYA BER IBADAH ITU TAK PERLU MAHAL?”
Oleh : I Putu Pudja


"Sarana Sembahyang sederhan"
Dalam perbincangan kali ini akan kami bahas masalah yang paling dasar atau basic yang sering ditanyakan oleh para murid-muridku ( baca taruna-taruni) dalam setiap tahuan ajaran mengingat mereka umumnya baru pertama kali merantau ke luar Bali, muridku yang berasal dari luar Bali umumnya mengikuti alur perbincangan setelah di tengah perbincangan mereka baru akan bertanya, atau mengemukakan pendapat.
Siang itu, kebetulan kami mendapatkan jam kuliah Jumat siang, menyesuaikan dengan waktu sholat Jumat teman-teman muslim, agar tidak menyusahkan teman yang membuat jadwal. Hari dan waktu tak masalah, karena yang utama niatnya untuk belajar, bukankah kita kenal istilah :desa, kala, patra. Malampun sering kami jadikan waktu untuk berdiskusi bila memang diperlukan.

Dalam pertemuan pertama itu taruna Putra –nama pendeknya saja- menanyakan kepadaku saat diberikan kesmepatan bertanya. Pertanyaannya  sbb. “Guru kita kan sekarang ada di rantau, pasti akan mengalami kesulitan dalam membuat atau membeli canang untuk dipakai saat sembahyang, terus bagaimana jalan keluarnya agar kita tetap dapat khusuk bersembahyang?”

Suatu pertanyaan yang sangat basic dan sangat sederhana tapi menjelaskannya perlu kehati hatian. Oke Putera. Patur kita fahami terlebih dahulu bahwa beragama, terutama menjalankan ibadah itu sebenarnya tidak ada keharusan yang mutlak, karena Tuhan tidak mau membuat umatnya susah dalam melaksanakan kewajibannya, seperti melaksanakan sembahyang rutin, seperti tri sandya misalnya.

Dalam sembahyang bila kalian menghadapi kesulitan ‘sarana’ kalian bisa pilih satu atau beberapa diantaranya dari : bunga, daun, buah, air, api (dupa). Bukankan kita kenal dengan : Om Puspam samara payam; Om gandam samara payam, om palam samara payam, om tirtam samara payan, dan om dupam samara payam.

Kalau kalian memerlukannya bisa kalian gunakan salah satu diantaranya. Sesuai dengan desa kala patra dimana kalian tinggal atau berada. Guru yakin salah satu diantaranya pasti ada. Atau kalau bepergian dapat membawa serta dupa kalau kalian.

“Bagaimana  apa kalian mengerti?” . Dengan serentak semua muridku yang berjumlah hanya 12 orang mengatakan mengerti. Setalah itu Hutomo muridku yang datang dari Klaten menanyakan sesuau. Dia bercerita dan bertanya sebagi berikut. “Guru, dalam menjalankan Yadnya bakti kita selama ini kita kenal Panca Yadnya, akan tetapi seperti yang Guru katakana tadi bahwa iadah dapat dilakukan dengan melihat desa, kala, patra. Terus bagaimana dengan umat Hindu yang di luar Bali melakukannya?.

Nah itu pertanyaan yang sangat bagus Hutomo, karena seperti Guru katakana sebelumnya melakukan ibadah itu tidak satu cara. Hanya saja di Bali yang Guru tahu, yang lebih menonjol itu adalah ibadah dengan jalan upacara. Bukankan kerangka agama Hindu itu. Tatwa, Etika, dan Upacara.

Nah pilihlah satu diantaranya yang terkait dengan panca yandnya, berarti kalian telah melakukannnya. Bukankah pernah kalian baca jalan menuju tujuan utama bisa dilakukan dengan Jnana Marga, Bhakti Marga, Karma Marga dan Raja Marga. Umat dipersilahkan memilih jalan mana yang dapat mereka lakukan dengan baik dan ikhlas.

Dalam Menawa Dharma Sastra (III – 70), dengan sangat gambling disebutkan masalah ini, sebagai berikut :
“Yadnya bagi brahmana itu adalah kegiatan ajar mengajar;
Yadnya untuk para leluhur adalah terpanam dan air;
Haturan berupa wali adalah yandnya bagi para bhuta;
Menerima tamu dengan baik, ramah tamah, sebagai perwujudan manusia yadnya”.

Nah jelas disana disebutkan alternative dalam kita melakukan yadnya, termasuk ke lima yadnya yang kita sering sebutkan sebagai Panca Yadnya itu. Belajar ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, ajar mengajar dharma sudah merupakan salam satu jalan kita dalam menjalankan Dewa yadnya, ataupun Rsi yadnya.

Melakukan Dewa Yadnya karena kita telah menyampaikan ajaran suci yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Esa. Bukankah semua ilmu pengetahuan itu bersumber dari Weda. Melaksanakan ibadah mengajarkan apa yang tekah diajarkan oleh para Rsi , merupakan salah satu perwujudan ibadah kita dalam Rsi yadnya. Jadi dalam kegiatan ajar mengajar kita telah melaksanakan sekaligus dua Yadnya yaitu Dewa dan Rsi Yadnya. Namun bila ilmu pengetahuan itu untuk kemaslahatan umat sebanrnya kita juga telah melakukan manusia yadnya.

Mengaturkan ‘tarpanam’, air merupakan salah satu sarana ibadah yang paling sederhana yang dapat kita lakukan dalam melakukan Pitra Yadnya. Merupakan cara yang sangat mudah dilakukan. Misalnya dengan menghaturkan wedang sambil berdoa untuk Pitra atau dewata kita yang telah mendahului kita, dan kita yakini telah menyatu kembali ke sisi Nya.

Demikian pula pelaksanaan wali, apapun jenisnya bisa dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat rumit dan mahal bisa menjadi pilihan kita. Yang penting yang perlu kita ingat adalah niat tulus dan ikhlas dalam melaksanakannya. Mudah-mudahan merupakan amalan dan ibadah yang akan memperkecil dosa-dosa kita dalam kehidupan ini. Sebagai seorang taruna, dengan memperhatikan kebersihan lingkungan, juga merupakan ibadah kita sebagai wujud pelaksanaan butha yadnya, karena kita peduli terhadap lingkungan alam semesta ini, walau dalam lingkup kecil.

Sebagai perwujudan pelaksanaan ibadah manusia yadnya, dalam sloka diatas disebutkan bahwa menerima tamu yang datang menemui kita dengan cara yang baik, sopan dan ramah sudah merupakan salah satu ibadah kita dalam melaksanakan manusa yadnya.

Cara-cara itu kelihatannya sangat sederhana, patut guru tekankan kembali adalah niat tulus dan ikhlas harusnya mendasari semua yadnya yang kita lakukan, terlepas dari seberapa levelnya. Apakah dia dalam level : nista, madya atau utama. Buat apa membuat yadnya dalam level utama kalau dilandasi dengan niat yang tidak tulus dan ikhlan, pasti akan menjadi usaha yang sia-sia saja,

“Bagaimana kalian samua, apa kalian bisa memahami apa yang guru uraikan?” Mereka menjawab serentak sangat mengerti. Namun Made mengaukan pertanyaan kembali “Bagaimana cara kita guru memberikan pemahaman kepada masyarakat di daerah yang sudah terlanjur melaksanakan Yadnya dengan cara yang mewah”.

TUgas itu memang sangat berat. Itu perlu kita sosialisasikan bersama, kita memberikan pencerahan bersama kepada masyarakat. Masyarakat kita yang memang telah melaksanakannya disamping sebagai kewajiban agama, juga merupakan tradisi budaya. Tugas ini seharusnya menjadi tugas PHDI untuk mengeluarkan fatwa dalam pelaksanaan upacara yadnya, untuk menjelaskan mana-mana yang menjadi inti dan pokok sebuah haturan yadnya, yang mana hanya merupakan suplemen saja,

Namun kalau itu untuk kebaikan umat tanpa mengurangi rasa bakti, dengan rasa tulus ikhlas, sebaiknya kita bersama memberikan pencerahan kepada masyarakat yang sudah terlanjur memiliki tradisi jor joran dalam beryadnya.

Intinya dalam beryadanya banyak cara yang dapat ditempuh, semuanya memiliki ‘nilai’ yang tidak terbandingkan satu sama lain. Intinya dalam beribadah dapat dilakukan dengan sederhana, sarana dapat menjadi pilihan seperti diungkapkan diatas adalah : bunga, daun, buah, api, atau air. Silahkan laksanakan ibadah dengan baik serta sesuaikan dengan desa, kala, patra, serta camkan kemudahan jalan yang diungkapkan pada Manawa Dharma Sastra diatas.

Om Santhi, santhi, shanti Om.

Puri Gading, 8 Nopember 2014.

No comments:

Post a Comment