“SESUNGGUHNYA BER IBADAH ITU TAK PERLU MAHAL?”
Oleh : I Putu Pudja
"Sarana Sembahyang sederhan" |
Dalam perbincangan kali ini akan
kami bahas masalah yang paling dasar atau basic yang sering ditanyakan oleh
para murid-muridku ( baca taruna-taruni) dalam setiap tahuan ajaran mengingat
mereka umumnya baru pertama kali merantau ke luar Bali, muridku yang berasal
dari luar Bali umumnya mengikuti alur perbincangan setelah di tengah
perbincangan mereka baru akan bertanya, atau mengemukakan pendapat.
Siang itu, kebetulan kami
mendapatkan jam kuliah Jumat siang, menyesuaikan dengan waktu sholat Jumat
teman-teman muslim, agar tidak menyusahkan teman yang membuat jadwal. Hari dan
waktu tak masalah, karena yang utama niatnya untuk belajar, bukankah kita kenal
istilah :desa, kala, patra. Malampun sering kami jadikan waktu untuk berdiskusi
bila memang diperlukan.
Dalam pertemuan pertama itu
taruna Putra –nama pendeknya saja- menanyakan kepadaku saat diberikan
kesmepatan bertanya. Pertanyaannya sbb. “Guru
kita kan sekarang ada di rantau, pasti akan mengalami kesulitan dalam membuat
atau membeli canang untuk dipakai saat sembahyang, terus bagaimana jalan
keluarnya agar kita tetap dapat khusuk bersembahyang?”
Suatu pertanyaan yang sangat
basic dan sangat sederhana tapi menjelaskannya perlu kehati hatian. Oke Putera.
Patur kita fahami terlebih dahulu bahwa beragama, terutama menjalankan ibadah
itu sebenarnya tidak ada keharusan yang mutlak, karena Tuhan tidak mau membuat
umatnya susah dalam melaksanakan kewajibannya, seperti melaksanakan sembahyang
rutin, seperti tri sandya misalnya.
Dalam sembahyang bila kalian
menghadapi kesulitan ‘sarana’ kalian bisa pilih satu atau beberapa diantaranya
dari : bunga, daun, buah, air, api (dupa). Bukankan kita kenal dengan : Om
Puspam samara payam; Om gandam samara payam, om palam samara payam, om tirtam
samara payan, dan om dupam samara payam.
Kalau kalian memerlukannya bisa
kalian gunakan salah satu diantaranya. Sesuai dengan desa kala patra dimana
kalian tinggal atau berada. Guru yakin salah satu diantaranya pasti ada. Atau
kalau bepergian dapat membawa serta dupa kalau kalian.
“Bagaimana apa kalian mengerti?” . Dengan serentak semua
muridku yang berjumlah hanya 12 orang mengatakan mengerti. Setalah itu Hutomo
muridku yang datang dari Klaten menanyakan sesuau. Dia bercerita dan bertanya
sebagi berikut. “Guru, dalam menjalankan Yadnya bakti kita selama ini kita
kenal Panca Yadnya, akan tetapi seperti yang Guru katakana tadi bahwa iadah
dapat dilakukan dengan melihat desa, kala, patra. Terus bagaimana dengan umat
Hindu yang di luar Bali melakukannya?.
Nah itu pertanyaan yang sangat
bagus Hutomo, karena seperti Guru katakana sebelumnya melakukan ibadah itu
tidak satu cara. Hanya saja di Bali yang Guru tahu, yang lebih menonjol itu
adalah ibadah dengan jalan upacara. Bukankan kerangka agama Hindu itu. Tatwa,
Etika, dan Upacara.
Nah pilihlah satu diantaranya
yang terkait dengan panca yandnya, berarti kalian telah melakukannnya. Bukankah
pernah kalian baca jalan menuju tujuan utama bisa dilakukan dengan Jnana Marga,
Bhakti Marga, Karma Marga dan Raja Marga. Umat dipersilahkan memilih jalan mana
yang dapat mereka lakukan dengan baik dan ikhlas.
Dalam Menawa Dharma Sastra (III –
70), dengan sangat gambling disebutkan masalah ini, sebagai berikut :
“Yadnya bagi brahmana itu adalah
kegiatan ajar mengajar;
Yadnya untuk para leluhur adalah
terpanam dan air;
Haturan berupa wali adalah
yandnya bagi para bhuta;
Menerima tamu dengan baik, ramah
tamah, sebagai perwujudan manusia yadnya”.
Nah jelas disana disebutkan alternative
dalam kita melakukan yadnya, termasuk ke lima yadnya yang kita sering sebutkan
sebagai Panca Yadnya itu. Belajar ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,
ajar mengajar dharma sudah merupakan salam satu jalan kita dalam menjalankan Dewa
yadnya, ataupun Rsi yadnya.
Melakukan Dewa Yadnya karena kita
telah menyampaikan ajaran suci yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Bukankah semua ilmu pengetahuan itu bersumber dari Weda. Melaksanakan ibadah
mengajarkan apa yang tekah diajarkan oleh para Rsi , merupakan salah satu
perwujudan ibadah kita dalam Rsi yadnya. Jadi dalam kegiatan ajar mengajar kita
telah melaksanakan sekaligus dua Yadnya yaitu Dewa dan Rsi Yadnya. Namun bila
ilmu pengetahuan itu untuk kemaslahatan umat sebanrnya kita juga telah
melakukan manusia yadnya.
Mengaturkan ‘tarpanam’, air
merupakan salah satu sarana ibadah yang paling sederhana yang dapat kita
lakukan dalam melakukan Pitra Yadnya. Merupakan cara yang sangat mudah
dilakukan. Misalnya dengan menghaturkan wedang sambil berdoa untuk Pitra atau
dewata kita yang telah mendahului kita, dan kita yakini telah menyatu kembali
ke sisi Nya.
Demikian pula pelaksanaan wali,
apapun jenisnya bisa dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat rumit
dan mahal bisa menjadi pilihan kita. Yang penting yang perlu kita ingat adalah
niat tulus dan ikhlas dalam melaksanakannya. Mudah-mudahan merupakan amalan dan
ibadah yang akan memperkecil dosa-dosa kita dalam kehidupan ini. Sebagai
seorang taruna, dengan memperhatikan kebersihan lingkungan, juga merupakan
ibadah kita sebagai wujud pelaksanaan butha yadnya, karena kita peduli terhadap
lingkungan alam semesta ini, walau dalam lingkup kecil.
Sebagai perwujudan pelaksanaan
ibadah manusia yadnya, dalam sloka diatas disebutkan bahwa menerima tamu yang
datang menemui kita dengan cara yang baik, sopan dan ramah sudah merupakan
salah satu ibadah kita dalam melaksanakan manusa yadnya.
Cara-cara itu kelihatannya sangat
sederhana, patut guru tekankan kembali adalah niat tulus dan ikhlas harusnya
mendasari semua yadnya yang kita lakukan, terlepas dari seberapa levelnya.
Apakah dia dalam level : nista, madya atau utama. Buat apa membuat yadnya dalam
level utama kalau dilandasi dengan niat yang tidak tulus dan ikhlan, pasti akan
menjadi usaha yang sia-sia saja,
“Bagaimana kalian samua, apa
kalian bisa memahami apa yang guru uraikan?” Mereka menjawab serentak sangat
mengerti. Namun Made mengaukan pertanyaan kembali “Bagaimana cara kita guru memberikan
pemahaman kepada masyarakat di daerah yang sudah terlanjur melaksanakan Yadnya
dengan cara yang mewah”.
TUgas itu memang sangat berat.
Itu perlu kita sosialisasikan bersama, kita memberikan pencerahan bersama
kepada masyarakat. Masyarakat kita yang memang telah melaksanakannya disamping
sebagai kewajiban agama, juga merupakan tradisi budaya. Tugas ini seharusnya
menjadi tugas PHDI untuk mengeluarkan fatwa dalam pelaksanaan upacara yadnya,
untuk menjelaskan mana-mana yang menjadi inti dan pokok sebuah haturan yadnya,
yang mana hanya merupakan suplemen saja,
Namun kalau itu untuk kebaikan
umat tanpa mengurangi rasa bakti, dengan rasa tulus ikhlas, sebaiknya kita
bersama memberikan pencerahan kepada masyarakat yang sudah terlanjur memiliki
tradisi jor joran dalam beryadnya.
Intinya dalam beryadanya banyak
cara yang dapat ditempuh, semuanya memiliki ‘nilai’ yang tidak terbandingkan
satu sama lain. Intinya dalam beribadah dapat dilakukan dengan sederhana,
sarana dapat menjadi pilihan seperti diungkapkan diatas adalah : bunga, daun,
buah, api, atau air. Silahkan laksanakan ibadah dengan baik serta sesuaikan
dengan desa, kala, patra, serta camkan kemudahan jalan yang diungkapkan pada
Manawa Dharma Sastra diatas.
Om
Santhi, santhi, shanti Om.
Puri Gading, 8 Nopember 2014.
No comments:
Post a Comment