PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Sunday, June 29, 2014

Perbincangan-17 : Move-on



“MOVE-ON, DENGAN PENDIDIKAN MORAL”

I Putu Pudja

Om Swastiastu.

Ayo Move-on (google.com)
Sangat menarik dan cukup seru kita ikuti debat Cawapres, Minggu 29 Juni 2014 yang mengangkat tema Masalah Sumber Daya Manusia dan Iptek. Disana diantaranya disinggung betapa pentingnya kedaulatan pendidikan kita, dan perlu memberikan ruang dan penghargaan terhadap tenaga kita yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi itu agar dia mau kembali ketanah air.


Dalam pembahasan ilmu pengetahuan memang teknologi yang akan menjadi muara dari ilmu penegetahuan ini, namun haruslah di tambahkan moralitas, ditambahkan etika pada saat akan menerapkannya di masyarakat, sehingga teknologi tidak digunakan ‘membodohi’ masyarakat, namun digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Disini diperlukan nilai nilai yang universal tentang moralitas, dan itu hanyalah akan kita temukan oasenya pada agama.
Kerangka agama Hindu telah menunjukkan hal itu, dimana dalam kerangka tersebut ada : Tatwa ( Filsafat Agama), Susila –dasar mora dan etika-, serta Upacara sebagai implementasi agama sehari hari. Keduanya akan merujuk pada dua kutup, tatwa akan lebih banyak merupakan theo sentris, dengan titik sentral adalah Tuhan Yang Maha Esa dengan segala wahyunya, sedangkan susila dan upacara lebih mengarah pada antro sentris, yang menjadi implementasi dari kegiatan keagamaan kita.
Demikian Hindu telah memberikan dasar moralitas dengan tuntunan susila, yang sangat kuat seperti dengan konsep Tat Twam Asi yang tidak saja dikenal dalam lingkungan agama Hindu, akan tetapi sampai saat ini sebagian masyarakat Indonesia menggunakannya konsep tersebut dalam kehidupan sehari hari, dengan selalu ingat bahwa Tuhan Merakhmati Seluruh Alam ini dengan segala isinya.
Dalam debat cawapres tersebut juha disinggung pendidikan yang diberikan juga diisi dengan pendidikan budi pekerti, yang tidak lain adalah wujud lain dari ajaran etika, menuju susila dan moralitas yang tinggi. Hanya saja perlu kita sadari bahwa, moral;itas ini tidak saja harus diajarkan kepada anak didik kita, namun lebih dari itu lingkup kekuasaan haruslah memberikan contoh, merubah perilaku agar kembali keajaran moral.
Nah yang dapat memberikan nilai moralitas, kerangka etika kepada seluruh masyarakat secara universal adalah agama. Menganut agama dan melaksanakan ajarannya merupakan suatu kebebasan di Indonesia, sehingga kerangka etika agama manapun akan mempunyai nilai universal hendaknya dijadikan kerangka etika dalam bermasyarakat, dalam menjalankan kekuasaan yang telah dimandatkan oleh masyarakat.
Sedangkan bila kita masuk kedalam perilaku masyarakat dalam menjalankan kerangka universal yang bersumber dalam agama, dapat kita jumpai bagaimana solidaritas dari amsyarakat dalam menanggulangi atau menangani masalah korban, maupun kerusakan karena bencana. Lihatlah kembali bencana gempa bumi dan tsunami Aceh, 2004. Betapa tsunami telah mempersatukan pemerintah, lembaga non pemerintah, lembaga social kemasyarakatam, maupun masyarakat itu sendiri untuk saling membantu bersatu ke daerah bencana untuk memberikan bantuan. Sehingga antro sentris implementasi agam sangat kentara terlihat disini, betapa nilai universal moralitas yang telah mempersatukan mereka untuk datang bersatu membatu daerah bencana dengan segala permasalahannya.
NIlai itu sejatinya telah tertanam di masyarakat, hanya bagaimana para pemimpin menumbuh suburkannya sehingga bersemi dapat tumbuh dengan baik menginduksi lingkungan yang lebih luas. Untuk itu hendaknay bangasa Indonesia sudah ‘move on’ – meminjam istilah anak muda- dari kondisi yang sedang berlangsung saat ini, kembali kenilai budi pekerti, nilai moralitas yang murni yang bernilai universal yang diajarkan oleh s semua agama di dunia.
Move On disini dapat kembali ke nilai Tat Twam Asi, Nilai Rwa Bineda, Nilai Bineka Tunggal Ika, tidak dengan menyelahkan yang lain dan membenarkan diri sendiri. Dengan memberlakukan hukum secara adil, tidak ada lagi istilah hukum itu tajam kebawah tetapi tumpul keatas. Move on dilakukan dari semua penjuru, dan yang lebih baik memberlakukannya sesuai dengan hokum gravitasi, jatuh dari atas kebawah, dimulai dari pemimpin terus merembet dan menular kebawah, tanpa diperintahkan kalau sudah menjadi tauladan pasti akan terserap oleh bawahannya hingga ke masyarakat.
Masyarakat diberikan akses ke pemerintahan sehingga serapan move on ini juga akan segera merata kesegala lapisan, kalau masalah demokrasi sebagai salah satu lahirnya masyarakat madani kelihatannya sudah mulai terlihat, hanya saja itu demokrasi Indonesia. Pemimpin, apakah dia legislative, Eksekutif ataupun Yudikatif sudah harus move-on kembali ke Tri Kaya Parisuda, harus menyelaraskan antara pikiran, ucapan dan perbuatan merak, sehingga masyarakat dapat mempercayai mereka.
Dalam move-on ini mari ajaran agama kita jadikan sebagai kerangka etika dalam meningkatkan moralitas, budi pekerti bangsa. Ajaran agama kita jadikan sebagai pemersatu bangsa, untuk memaknai perbedaan agar menjadi kekuatan perekat bangsa, agama dijadikan sebagai pembebas bangsa dari segala keterpurukan bangsa ini agar bisa tetap sejajar dengan bangsa lain dalam kancah internasional.
Ajaran agama dijadikan landasan membentuk moralitas kekuasaan, dijadikan ‘pupuk’ membangun budi pekerti dan meningkatkan terus moralitas bangsa. Dengan ajaran agama akan menginspirasi seluruh elemen bangsa ini untuk mencapai kesejahteraan, dengan bersemi melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi dan mengalir dari keteladanan para pemimpin pemangku kekuasaan.
Sebagai masyarakat Hindu kita perlu mawas diri, apakah kita sudah mengambil peran dalam upaya tersebut, minimal untuk diri sendiri, keluarga, lanjut kelingkungan serta masyarakat luas. Jawaban itu tentu ada pada Bapak/Igu sekalian yang tentu lebih tahu dari orang lain. Ayo move on, kembalilah kepada moralitas yang diajarkan agama secara universal. Ikutlah memperbaiki moral bangsa dan membangun masyarakat Indonesia yang madani.

Om Canti-Canti_Canti Om
Puri Gading, akhir Juni 2014

No comments:

Post a Comment