“MOVE-ON, DENGAN PENDIDIKAN MORAL”
I Putu Pudja
Om Swastiastu.
![]() |
Ayo Move-on (google.com) |
Dalam pembahasan ilmu pengetahuan
memang teknologi yang akan menjadi muara dari ilmu penegetahuan ini, namun
haruslah di tambahkan moralitas, ditambahkan etika pada saat akan menerapkannya
di masyarakat, sehingga teknologi tidak digunakan ‘membodohi’ masyarakat, namun
digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Disini diperlukan nilai nilai yang
universal tentang moralitas, dan itu hanyalah akan kita temukan oasenya pada
agama.
Kerangka agama Hindu telah
menunjukkan hal itu, dimana dalam kerangka tersebut ada : Tatwa ( Filsafat
Agama), Susila –dasar mora dan etika-, serta Upacara sebagai implementasi agama
sehari hari. Keduanya akan merujuk pada dua kutup, tatwa akan lebih banyak
merupakan theo sentris, dengan titik sentral adalah Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala wahyunya, sedangkan susila dan upacara lebih mengarah pada antro
sentris, yang menjadi implementasi dari kegiatan keagamaan kita.
Demikian Hindu telah memberikan
dasar moralitas dengan tuntunan susila, yang sangat kuat seperti dengan konsep Tat
Twam Asi yang tidak saja dikenal dalam lingkungan agama Hindu, akan tetapi
sampai saat ini sebagian masyarakat Indonesia menggunakannya konsep tersebut
dalam kehidupan sehari hari, dengan selalu ingat bahwa Tuhan Merakhmati Seluruh
Alam ini dengan segala isinya.
Dalam debat cawapres tersebut
juha disinggung pendidikan yang diberikan juga diisi dengan pendidikan budi
pekerti, yang tidak lain adalah wujud lain dari ajaran etika, menuju susila dan
moralitas yang tinggi. Hanya saja perlu kita sadari bahwa, moral;itas ini tidak
saja harus diajarkan kepada anak didik kita, namun lebih dari itu lingkup
kekuasaan haruslah memberikan contoh, merubah perilaku agar kembali keajaran
moral.
Nah yang dapat memberikan nilai
moralitas, kerangka etika kepada seluruh masyarakat secara universal adalah
agama. Menganut agama dan melaksanakan ajarannya merupakan suatu kebebasan di
Indonesia, sehingga kerangka etika agama manapun akan mempunyai nilai universal
hendaknya dijadikan kerangka etika dalam bermasyarakat, dalam menjalankan
kekuasaan yang telah dimandatkan oleh masyarakat.
Sedangkan bila kita masuk kedalam
perilaku masyarakat dalam menjalankan kerangka universal yang bersumber dalam
agama, dapat kita jumpai bagaimana solidaritas dari amsyarakat dalam
menanggulangi atau menangani masalah korban, maupun kerusakan karena bencana.
Lihatlah kembali bencana gempa bumi dan tsunami Aceh, 2004. Betapa tsunami
telah mempersatukan pemerintah, lembaga non pemerintah, lembaga social kemasyarakatam,
maupun masyarakat itu sendiri untuk saling membantu bersatu ke daerah bencana
untuk memberikan bantuan. Sehingga antro sentris implementasi agam sangat
kentara terlihat disini, betapa nilai universal moralitas yang telah
mempersatukan mereka untuk datang bersatu membatu daerah bencana dengan segala
permasalahannya.
NIlai itu sejatinya telah
tertanam di masyarakat, hanya bagaimana para pemimpin menumbuh suburkannya
sehingga bersemi dapat tumbuh dengan baik menginduksi lingkungan yang lebih
luas. Untuk itu hendaknay bangasa Indonesia sudah ‘move on’ – meminjam istilah
anak muda- dari kondisi yang sedang berlangsung saat ini, kembali kenilai budi
pekerti, nilai moralitas yang murni yang bernilai universal yang diajarkan
oleh s semua agama di dunia.
Move On disini dapat kembali ke
nilai Tat Twam Asi, Nilai Rwa Bineda, Nilai Bineka Tunggal Ika, tidak dengan
menyelahkan yang lain dan membenarkan diri sendiri. Dengan memberlakukan hukum secara
adil, tidak ada lagi istilah hukum itu tajam kebawah tetapi tumpul keatas. Move
on dilakukan dari semua penjuru, dan yang lebih baik memberlakukannya sesuai
dengan hokum gravitasi, jatuh dari atas kebawah, dimulai dari pemimpin terus
merembet dan menular kebawah, tanpa diperintahkan kalau sudah menjadi tauladan
pasti akan terserap oleh bawahannya hingga ke masyarakat.
Masyarakat diberikan akses ke
pemerintahan sehingga serapan move on ini juga akan segera merata kesegala
lapisan, kalau masalah demokrasi sebagai salah satu lahirnya masyarakat madani
kelihatannya sudah mulai terlihat, hanya saja itu demokrasi Indonesia.
Pemimpin, apakah dia legislative, Eksekutif ataupun Yudikatif sudah harus move-on
kembali ke Tri Kaya Parisuda, harus menyelaraskan antara pikiran, ucapan dan
perbuatan merak, sehingga masyarakat dapat mempercayai mereka.
Dalam move-on ini mari ajaran agama
kita jadikan sebagai kerangka etika dalam meningkatkan moralitas, budi pekerti
bangsa. Ajaran agama kita jadikan sebagai pemersatu bangsa, untuk memaknai
perbedaan agar menjadi kekuatan perekat bangsa, agama dijadikan sebagai
pembebas bangsa dari segala keterpurukan bangsa ini agar bisa tetap sejajar
dengan bangsa lain dalam kancah internasional.
Ajaran agama dijadikan landasan
membentuk moralitas kekuasaan, dijadikan ‘pupuk’ membangun budi pekerti dan
meningkatkan terus moralitas bangsa. Dengan ajaran agama akan menginspirasi
seluruh elemen bangsa ini untuk mencapai kesejahteraan, dengan bersemi melalui
pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi dan mengalir dari keteladanan para
pemimpin pemangku kekuasaan.
Sebagai masyarakat Hindu kita
perlu mawas diri, apakah kita sudah mengambil peran dalam upaya tersebut,
minimal untuk diri sendiri, keluarga, lanjut kelingkungan serta masyarakat
luas. Jawaban itu tentu ada pada Bapak/Igu sekalian yang tentu lebih tahu dari
orang lain. Ayo move on, kembalilah kepada moralitas yang diajarkan agama
secara universal. Ikutlah memperbaiki moral bangsa dan membangun masyarakat Indonesia yang madani.
Om
Canti-Canti_Canti Om
Puri Gading, akhir Juni 2014
No comments:
Post a Comment