PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Monday, April 14, 2014

Perbincangan- 10 Nyepi Lagi



“APAKAH SAAT NYEPI KITA HARUS BERPUASA?”

Oleh : I Putu Pudja

Add caption
Memang agak lama kami –saya dengan murid-murid-  tidak berkumpul lagi, itu karena sekarang semester genap, dimana tidak ada Kuliah  Pendidikan Agama Hindu. Beberapa hari setelah Hari Raya Nyepi kami sempat berkumpul walau tidak begitu ramai, karena beberapa diantara muridku ada yang sedang mengikuti Ujian Tengah Semester. Ada pula yang sedang pulang kampong, dan sebagian sudah berangkat PKL ke daerah.

Dalam perbincangan kami kali ini, seorang muridku bertanya beberapa hal tentang Nyepi setelah aku ceriterakan bahwa untuk Nyepi 2014, menurut keterangan Manajemen PLN Daerah Bali. Akibat kegiatan Nyepi PLN dapat menghemat energi setara 12 M rupiah, jadi disamping merupakan ritual Hindu maka Nyepi pada hakekatnya adalah penghematan. Itu baru kalau kita tinjau dari pengiritan listrik, bagaimana dengan penghiritan BBM, akan jauh diatas itu akan didapat angkanya. Sehingga dikaitkan dengan produksei COx di udara, pemanasan global dan perubahan iklim Bali sudah sepatutnya mendapatkan kompensasi, dari dunia. Tidak hanya apresiasi saja, seharusnya lebih dari itu, karena Bali telah melaksanakan pengurangan COx sebagai gas rumah kaca di atmosfer.


Pertanyaan muridku sangat menggelitik, pikiranku. Pertanyaannya . “Guru, apakah saat Nyepi. Kita wajib berpuasa. Tidak makan dan minum?”

Sungguh pertanyaan yang tidak aku duga, mengingat memang Guru tidak pernah berpuasa sepanjang Nyepi. Kucoba menjawab dengan membuat dia tenang dan tidak frontal bertentangan dengan apa yang banyak dilaksanakan ( mungkin keliru) oleh umat Hindu.

Aku jelaskan. Sepanjang yang pernah Guru ketahui, baca maupun dengar, bahwa pelaksanaan Nyepi itu pada puncak Hari Raya Nyepi, yang dilakukan adalah Catur Tapa Brata, yaitu :

 (1) amati geni, yaitu tidak menyalakan api selama pelaksanaan nyepi. Termasuk tidak memasak karena memerlukan api dalam proses memasaknya. Dikampung Guru masyarakat akan memasak besar sehari sebelum Nyepi, mereka akan membuat entil, ketupat dengan bungkus daun bambu, tapi sekarang mereka hanya membuat ketupat atau lontong karena tidak akan basi untuk seharian. Mereka membuat lauk pauk yang awet untuk sehari berikutnya seperti ayam atau bebek tim, rending, lindung goreng karena perayaan Nyepi masih basah disawah sehingga lindung masih gampang didapat, dan memasak kue-kue yang awet digunakan seharian tidak basi.  Mereka beristirahat sehari dengan menikmati apa yang telah disiapkan sehari sebelumnya, mereka seakan mendinginkan mesin ‘badan’ nya yang telah diajak bekerja selama setahun.

(2) amati karya. Nah ini yang disebutkan pada butir sebelumnya, mereka istirahat kerja seharian, tidak melakukan apapun, lebih banyak di rumah atau berkumpul di batas desa, disungai dan lain seabaginya, makanya di daerah kami saat nyepi yang ramai justru di tepian sungai, di pingiran hutan, ditempat yang biasanya jarang dikunjungi. Jadi persiapan tidak kerja ini lah mereka memasak sehari sebelumnya sehingga mereka memerlukan persiapan logistic sehari sebelumnya.
(3) amati lelungaan. Dengan tidak melalukuan perjalanan jauh, terutama melintasi kampong lain, tidak boleh mengendarai kendaraan, sehingga kalau ada keperluan mendesak seperti menengok air sawah agar tidak kekeringan, maupun bertandang ke rumah muda –bagi ibu-ibu- dilakukan dengan berjalan kaki, dengan pergi sendirian. Tidak boleh berjalan beriringan, dan

(4) amati lelanguan . Tidak melaksanakan hiburan, dandan berlebihan, bersolek. Banyak daerah mengartiaknnya lebih luas.

Jadi jelas disana tidak ada tertera harus berpuasa. Nah intinya Nyepi itu adalah introspeksi, terhadap mesin tubuh kita, merenungkan apa yang telah kita pikirkan, apa yang telah kita ucapkan dan apa yang telah kita perbuat apakah masih mempunyai saldo positif ataukah negative, Karena sejatinya kehidupan ini seharusnya dari hari ke hari, dari tahun ke tahun seharusnya menuju kepada hal yang lebih baik, atau ke arah meningkatkan saldo positifnya. Kita memberikan upaya rehat, untuk merehatkan tubuh ini yang sudah kita ajak berjuang selama setahun.

Jadi dalam Catur Tapa Brata itu tidak ada dikatakan kita harus puasa. Tapi bagi rekan-rekan atau kalian yang melaksanakannya tidak juga dilarang. Kita harus tidak melebih-lebihkan apa yang harus kita lakukan. Menurut guru laksanakanlah apa yang telah tersurat dalam Catur Tapa Brata, tidak harus melebih lebihkan, tidak harus ngarang ngarang, Jangan jangan untuk berikutnya semua orang akan bebas menterjemahkannya sehingga hakekat utamanya ditinggalkan menjadi bias dari spririt dari nyepi aslinya.

Saran guru, silahkan kalian melaksanakan ibadah sesuai denagn tuntutan dan tuntunan, jangan ikut-ikutan ngarang, karena sejatinya agama itu membuat hidup dan kehidupan kita nyaman tidak merasa di dikte, dipaksa harus ini harus itu. Ingat ada istilah desa-kala-patra, sesuaikan lah apa yang kalian laksanakan dengan tempat dimana kalian berada; kala, sesuaikan dengan waktunya; serta patra, yaitu situasi dan kondisi setempat sehingga tidak terjadi benturan, baik dengan pikiran kita sendiri, dengan orang lain baik seumat maupun dangan umat lainnya.

Jadi tidak ada keharusan atau kewajiban berpuasa guru? Tanyanya lagi. Ku jelaskan kembali kalian coba resapi kembali apa yang guru katakan tadi sebagai Catur Tapa Brata. Tapi kalau kalian telah niat berpuasa dan bukan karena ditentukan orang lain, organisasi, dan lain sebagainya lakukanlah dengan niat, laksanakan sebagai ibadah dengan tidak mengajak atau memaksakan kepada orang lainnya.

Laksanakanlah ibadah sesuai dengan yang biasa di daerah kalian lakukan, sesuai dengan runtunan kitab suci, sehingga kalian tidak terjebak oleh ajakan, atau niat orang lain. Berpuasa tidak dilarang kapanpun kalian mau, karena berpuasa termasuk latihan fisik, latihan mental dan bathin. Hanya guru sampaikan jangan sampai memaksakan diri, dan jangan memaksakan orang lain.

Om Canti Canti Cabti Om, semoga damai dihati, damai di dunia dan damai selalu…….
========================================================================
Puri Gading Mediao April 2014

No comments:

Post a Comment