“SIFAT MANUSIA”
Oleh : I Putu Pudja
Di Bale Bengong (www.google.com) |
Leyika itu kuingat hari usdah sianga. Anak-anakku sedang bergerombol di
Bale Bengongm rupanya mereka mendapatkan libur hari itu, karena memang kalender
berwarna merah, bertepatan dengan pilkada di daerah dimana sekolah itu berada.
Siang itu aku ikut duduk duduk di Balai Bengong mengikuti perbincangan mereja
tentang sekolah mereka terutama tentang dosen mereka yang mahal senyumlah,
dosen mereka yang kecentilanlah, dosen yang jaim dan lain sebagainya. Terus ku katakan kepadanya bahwa, menjadi seorang guru
tidaklah mudah.
Sebaik-baiknya guru, dan
sebijaksana apapun yang dia lakukan pasti ada diantara anak didik mereka tidak
menyenanginya. Entah gayanya, entah penilaian saat ujian yang diberikan, dan
entah apa saja yang bisa menjadikan sang guru mendapat penilaian negative dan
tidak disukai. Memang begitulah nasig sang guru. Teruskan saja obrolannya jangan berhenti, dengan kehadiranku, katau kepada mereka.
Semua orang itu mempunyai
keunikan tersendiri kataku. Bagaimanapun seorang murid harus menghormati
gurunya, karena seorang guru mempunyai tugas mulia, yaitu mentransfer ilmu pengetahuan, moralitas, kebaikan serta
pengalamannya kepada para muridnya. Kalian ingat Catur Guru, tanyaku. Merakapun serentak menjawab:" masih guru."
Kemudian tahukan kalian bahwa
setiap orang itu unik, dan mempunyai sifat masing-masing yang sulit disamakan
satu sama lainnya. Kataku kepada mereka.
Muridku Anna menjawab : Menurutku
semua orang itu mempunya sifat baik, atau buruk, hanya saja mana yang dominan,
satu dengan yang lainnya. Itu akan melekat menjadi predikat nya sehari-hari. Si
Anu baik, si Ani buruk dan seterusnya.
Benar kataku kalau kita hanya
memandangnya dari rwabhineda, dua sisi yang saling berlawaban. Sama dengan
hitam-putih, siang- malam, kaya-miskin, laki-perempuan dan lain sebagainya.
Seorang murid menginterupsinya:
Bagaimana dengan yang ambigu guru, Maksudku seperti perbedaan Ramayana dengan
Mahabharata. Dimana Ramayana dalam kisahnya hanya menggambarkan baik dan buruk,
kebaikan harus berada di atas yang buruk. Tanpa kompromi yang buruk akan tetap
buruk. Namun dalam Mahabharata, memang ada oengecualian demi untuk alasan yang
lebih besar kita boleh melakukan pelanggaran terhadap ajaran kebaikan.
Nah hampir seperti tiu kataku,
sifat manusia memang demikian. Di dalam weda dikatakan bahwa sifat manusia itu
sebagai Tri Guna, atau tiga sifat yaitu :
- Sifat kebaikan ( satwam). Sifat ini akan membuat kalian damai dan bahagia. Kalian tidak merugikan orang lain, dan senang memnuntut ilmu termasuk belajar dharma, atau agama, kalian akan tetap berpedoman pada darma.
- Sifat Nafsu (Rajas), sifat ini akan membawa kalian dominan pada sifat serakah terhadap kekayaan, kekuasaan. Kalian akan terobsesi terhadap artha dan kama, yaitu kekayaan material, dan kepuasan akan pemenuhan nafsu ( kama), dengan mengabaikan ajaran dharma. Semua yang dilakukan hanya untuk pemuasan artha dan kama saja.
- Sifat kebodohan (Tamas), sifat yang mengungkung kalian dalam kebodohan, kalian dibutakan hatinya tidak bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, benar dan salah, dan akan melakukan tindakan dosa dan terlarang.
Semuanya itu diuraikan dengan
jelas dalam Bagawadgitta sloka 14.5-9
Apakah ketiga sifat itu mempengaruhi
kita, atau kita miliki Guru, karena menurutku itu dapat dimiliki oleh semua
orang Tanya seorang muridku.
Pertanyaan Bagus anakku. Memang
benar ketiga sifat itu dimiliki oleh semua orang, hanya dengan fikiran, dengan
nalar, dan dengan emosinya setiap orang hendaknya dapat mengendalikannya
sehingga menonjol sifat kebaikan, dan meredam sifat kebodohan, serta mengelola
sifat nafsu untuk dijalankan pada jalan dharma anakku.
Nah semuanya itu menuntut
kearifan kalian. Apakah kalian mampu mengendalikan diri, karena semuanya itu
merupakan anugrah Tuhan, dan kita ditugaskan untuk mengelolanya dengan baik,
agar tujuan pembebasan atau mokhsa yang menjadi tujuan kalian dalam hidup ini
dapat tercapai (BG.14-20).
Kala kita telah dapat mengatasi
ketiga sifat itu, kita dapat memperlakukan semua orang sama dengan kita
(Tatwamasi) memperlakukan diri sendiri, dalam melepaskan diri dari rasa senang dan sakit,
dapat melepaskan diri dari rasa kegagalan dan kesuksesan, niscaya kalian hanya
akan membutuhkan Tuhan.
Seorang muridku nyeletuk, berarti
sangat sulit mengendalikan sifat-siafat itu dalam diri kita, Guru. Katanya. Iya
memang semuanya itu perlu latihan dan perlu usaha yang sungguh sungguh. Karena
memang itu sifat manusia yang dianugrahkan Tuhan pada manusia, yang patut disyukuri dan di
kelola oleh manusia itu sendiri secara pribadi dengan sangat bijaksana.
Kalian bisa melakukan benchmark.
Pada pengaruh sifat mana kalian berada, apakah sifat kebodohan, nafsu atau
kebaikan, maka kalianlah yang paling tahu. Perlu ada usaha kalian untuk hijrah,
untuk move on. Kalau kalian berada dalam sifat kebodohan, dengan kemalasan,
cepat tinggalkan lakukan kewajiban kalian, terutama belajar dalam era
brahmacari ini. Jangan tunda-tunda waktu lakukan sekarang juga sehingga kalian cepat
sampai pada sifat kebaikan dengan mereduksi sifat kebodohan itu.
Kalian tetap harus memiliki nafsu, nafsu mengejar jadi juara dan lain sebagainya nafsu
berprestasi. Dengan mengelola sifat rajas, tapi tetap di dalam koridor dharma.
Karena tanpa sifat itu kalian akan menjadi anak yang tidak mempunyai jiwa
kompetitip, berkompetisi menjadi yang terbaik, menjadi yang berprestasi terbaik
diantara kaian.
Sama dengan pemberian Tuhan yang
lainnya, yang diberikan sebagai assesori manusia ketiga sifat tiu pasti akan ada gunanya dalam kehidupan kalian, akan tetapi kalian harus bisa
mengelolanya, bisa segera hijrah tidak berlama lama di dalam satu sifat yang
merugikan hidup kalian.
Om Shanti Shanti Shanti Om
Puri Gading, Minggu pagi di awal
Maret 2014
No comments:
Post a Comment