"SEMUA MANUSIA DIRESTUI HIDUP BAHAGIA"
Melasti Menyongsong Kebahagiaan (www.google.com) |
Malam itu, memang agak santai sejebak setelah murid-muridku melaksanakan Puja Tri Sandya, kubiarkan mereka berdiskusi dengan bebas selama beberapa menit, karena aku kedatangan seorang tamu, yang membawa sebuah undangan pernikahan. Seorang teman yang sudah sangat dekat sekali sejak kuliah dulu, akan menikahkan anaknya.
Setalah aku ngobrol sejenak dengan tamu tersebut, kuucapkan terima kasih atas kedatangannya, dan ku titip salam kepada pengundang, Semoga Anaknya Berbahagia. Terus aku kembali ke tengah mereka.
Seorang muridku yang agak kritis menanyakan kepadaku. "Guru kenapa Guru sudah mengucapkan Semoga Berbahagia kepada mereka padahal Hari "H" nya kan masih jauh, bukankah lebih baik kalau diucapokan pada saat kondangan nanti" Kata Muridku.
Hahaha, jawabku dengan mengawalinya dengan tertawa. Apakah tidak semua orang -baca manusia- berhak untuk menikmati kebahagiaan, tidak hanya setelah pernikahan saja kataku. Mereka terdiam sejenak. Maksudku ingin mengajak mereka untuk mengingat kembali dua sloka dalam Weda yang juga disebutkan dalam Bagawadgitta, yang artinya kira-kira begini : Lagi pula kukatakan tidak ada salahnya kita ucapkan atau sampaikan lebih dulu siapa tahu kita berhalangan hadir ke pestanya.
#Berbahagialah engkau dilahirkan sebagai manusia, karena dilahirkan sebagai manusia merupakan suatu keberuntungan, karena hanya manusia yang dapat memilih jalan akhir hidupnya, apakah mau menjadi lebih baik, atau mau menjadi tetap seperti ini bahkan menjadi lebeh jelak kehidupannya#
Apa kau masih ingat anak-anakku. Mereka secara serentak menjawabnya masih Guruku. Bahkan seorang nuridku yang wanita (taruni) sangat hafal dengan sloka itu bahkan dalam bahasa aslinya bahasa sansekertanya. Bagus berarti kalian masih ingat betapa beruntungnya kita dilahirkan sebagai sebagai manusia, yang dapat memperbaiki kesalahannya untuk mendapatkan sebuah pahala, serta meningkatkan level kehidupan kelak, atau saat ini.
Sloka yang lainnya terkait dengan masalah kebahagiaan, mungkin kalian ingat sloka yang kira-kira terjemahannya sebagai berikut:
#Tuhan (Ida sang Hyang Widi wasa bersabda melalui weda, Aku ciptakan manusia dari proses yadnya, agar dia hidup berpasangan dan melahirkan keturunan, serta hidup berbahagia (kamadhuk)#
Nah didalam sloka ini itu diciptakan Tuhan dalam sebuah proses yadnya, yang sudah tentu didasari niat yang sangat mulia dan agung. Dia diciptakan akan hidup berpasangan disini kita ambil hidup berpasangan yang paling sederhana adalah hidup berumah tangga, dan melahirkan keturunan, serta direstui (agar) berbahagia. Sehingga menurut Guru, semua orang -manusia- direstui Tuhan Yang Maha Kuasa untuk hidup berbahagia.
Kalau kita tarik lebih lebar lagi tidak saja orang yang telah berpasangan atau berkeluarga saja yang berhak berbahagia, namun semua orang memiliki hak untuk bahagia. Karena sudah sejak awal manusia itu diciptakan sudah direstui, untuk berbahagia, terlepas nantinya memilih hidup berkeluarga maupun hidup sendiri, nyukla brahmacari -tidak menikah seumur hidupnya-
Seorang Muridku interupsi, kupersilahkan apa yang mau dia ucapkan. "Guru bukankah kebahagiaan itu sangat relatif, bagaimana kita dapat mengukur kebahagiaan orang, dengan indikator apa kita mengukurnya" tanyanya.
Wah pertanyaan kalian sangat bagus dan sulit sekali jawabannya. Tapi menurut Guru, sebuah kebahagiaan itu merupakan sebuah ke'nikmatan'. Dan Nikmat itu sangat relatif merupakan persoalan yang melibatkan perasaan. Mungkin kebahagiaan kalian saat ini adalah kebahagiaan seorang mahasiswa, akan merasa sangat berbahagia, saat uang saku kalian pas habis, tunjangan ikatan dinas kalian keluar, kataku. "Betul Guru" kata salah seorang muridku, bahkan kita bisa makan nasi goreng bersama, bila ada nasi goreng dorong lewat nanti Guru, katanya.
Tuhan sudah mengatur kita, dengan dharma. Dengan beralaskan darma, kita boleh mengejar arta anakku. Kenapa? apa masih ingat. "Karena hidup ini memang membutuhkan biaya, beragama juga butuh biaya, makan butuh biaya, belajar butuh biaya" jawab seorang Muridku wanita, yang biasanya diam melulu.
Bagus jawabku. Dan jangan lupa ada hal-hal yang perlu kita kejar yang memotivasi kita untuk hidup didunia ini yaitu "kama" suatu kepuasan , yang jelas kepuasan yang masih dalam koridor yang dibenarkan dalam ajaran darma. jadi artha dan kama memacu kita untuk bekerja keras, karena Tuhan sangat menyenangi umatnya yang bekerja keras.
Dan terakhir yang menjadi kebahagiaan abadi dan sejatinya yang menjadi tujuan hidup kita, semua manusia ingin mencapainya adalah keabadian, sebuah pembebasan yang kita kenal dengan mokhsa, yang banyak menyebutnya sebagai "suka tan wali duka", ada yang menyebutkan dengan "manungl ing kawula lan gusti" yang disebutkan sloka diatas sebagai kebahagiaan yang mesti kita tuju.
Kalau kita rangkaikan ke empat tujuan hidup kita sebagai Catur Purusa Artha yaitu : Dharma, Artha, Kama, Moksa, bisa kita sebutkan bahwa yang menjadi tujuan hidup kita sejatinya adalah "Mokhsartam Jagat hita Ca iti dharma" mencapai Mokhsa setelah meninggal, sejahtera di jagat ini selama hidup didunia. Semoga dapat dicapai semua manusia di dunia ini.
Demikian dulu percakapan kita malam ini kataku, dan mari kita akhiri dengan Prama Shanti : Om Shanti, Shanti, Shanti Om", semoga dama di hati, damai di dunia dan damai selalu atas karunia Tuhan Yang Maha Kuasa.
Silahkan masukan dan koment anda ke e-mail : ipt_pudja@yahoo.com
No comments:
Post a Comment