“DICIPTAKAN DAN DIBERIKAN “NYA” MANUSIA KEBEBASAN MEMILIH”
Oleh : I Putu Pudja
Dalam percakapan berikutnya kami
akan kutipkan dari perkulihanan yang membahas masalah manusia sebagai sentral
dalam beragama. Guru ingat ada seorang taruna –begitu tempakku memberikan
kuliah menyebut mahasiswanya- tapi agar lebih umum dan tidak bersifat ekslusif
kusebut saja muridku memberikan pertanyaan. Kira-kita pertanyaannya begini:
Murid A : “Mohon ijin Guru, aku mau menanyakan sesuatu yang
kelihatannya tidak jauh menyimpang dari topic yang kita bahas sejak minggu
lalu, yaitu mengenai manusia. Kenapa manusia dianggap sangat beruntung
dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan Tuhan, Ida Sang Hyang Widi Wasa”.
Seperti biasa tidak langsung Guru
jawab, tapi dilempar kembali ke rekan-rekan mereka murid lainnya untuk
memberikan respons. Kami persilahkan untuk murid yang lain memberikan jawaban:
Murid B : “ Menurut saya, memang manusia itu sangat beruntung karena merupakan
makhluk yang paling sempurna dibandaingkan dengan makhluk lain ciptaan Nya yang
lain”
Masuk akal dan bisa diterima,
silahkan murid lainnya memberikan tanggapan pintaku.
Murid C : “ menurut saya manusia
diberikan atau dilengkapi Tuhan Yang Maha Kuasa dengan akal fikiran, bisa
memilih yang baik maupun menolak yang dia tidak senangi, kalau dibandingkan
dengan makhluk lainnya”
OK semua jawaban kalian masuk
akal dan bisa diterima akan tetapi akan lebih sempurna lagi bila kita lihat
beberpa bandangan atau penamaan terhadap manusia itu sendiri.
Dalam Hindu, kata manusia berasal
dari Bahasa Sansekerta, manu dan sya . Manu berarti pikiran dan sya menunjukkan
bentuk genetif. Jadi dapat kita katakana bahwa manusia itu adalah Ia yang
memiliki pikiran, atau ia yang berfikir. Yang sudah disampaikan oleh salah satu
murid tadi. Yang memjadi kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya
ia memiliki fikiran yang dapat membedakan yang baik dengan yang buruk.
Pendapat ini sejalan dengan
pendapat seorang filsup Rene Descartes, dengan pernyataannya tentang eksistensi
manusia “cogito ergo sum” yang artinya kira-kira saya berfikir maka saya ada.
Secara berseloroh kukatakan kalian tidak boleh mengatakan bahwa orang yang
tidak punya fikiran itu secara otomatis “bukan manusia”.
Pandangan ini juga sejalan dengan
nama latin manusia dalam biologi, yang disebut sebagai homo sapiens, yang artinya
adalah makhluk yang mempunyai akal fikiran. Disini ada persamaan pandangan dan
pendapat antara pandangan agama, filsup , maupun ilmu pengetahuan tentang
manusia. Yang menunjukkan kembali bahwa para filsup, ulama merupakan
peneliti-peneliti tangguh dalam menyempurnakan ilmu pengetahuan ini.
Jadi ketiga pendapat kalian dapat
Guru katakan bahwa sebagai pendapat bisa
saling melengkapi. Lebih lanjut tentang manusia ini di Bagawadgitta disebutkan
dalam proses penciptaannya manusia sebagai berikut.
Bhagawadgitta III.10 bila di
terjemahkan artinya sebagai berikut :
“Dahulu
kala Ida Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan manusia dengan jalan Yadnya, dan
bersabda : dengan ini engkau akan berkembang dan mendapatkan khamaduk –kebahagiaan-
sesuai dengan keinginanmu”.
Jadi dapat kita katakana bahwa
manusia itu sangat mulia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan yadnya, sehingga
kita sepatutnya terus bersyukur kepadanya karena telah diciptakanNya dengan
Yadnya dengan tulus ikhlas dan tujuan mulia untuk berkembang biak. Manusia
diberikan kebebbasan untuk mecapai kebahagiaannya sendiri-sendiri, sehingga
persepsi bahagia menjadi sangat banyak, namun apapun pilihan kita menuju
kebahagiaan itu hendaknya kita telah mengetahui konskuensinya, termasauk dampak
karmaphala yang ditimbulkannya.
Mengenai manusia itu dapat pula
kita simak dalam Sarasamuccaya I. 2, yang bila kita terjemahkan isinya sebagai
berikut :
“Dari sedemikian
banyak makhluk hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat
berbuat baik dan buruk, mempunyai kemampuan untuk melebur perbuatan buruk
kedalam perbuatan baik, demikianlah pahalanya menjadi manusia”.
Dalam sloka ini disebutkan dengan
gambling bahwa dilahirkan sebagai manusia, kita sangat beruntung karena diberikan kebebasan
untuk memilih apakah kita akan berbuat baik, atau berbuat buruk, tentunya
dengan segala konsekuensinya yang telah sama-sama kita ketahui. Kita diberikan
jalan atau melakukan upaya melebur perbuatan buruk agar menjadi perbuatan baik –diantaranya
dengan insyap, sadar dan bertobat, maupun dengan reinkarnasi-. Yang intinya
pilihan ada pada kita sendiri apakan mau baik apakah mau buruk, tentu kita
telah mengetahui konsekuensinya. Namun bila kita tetap ingin mempertahankan
kebaikan atau bahkan meningkatkan kebaikan maka tidak ada jalan lain yang harus
kita pilih kecuali tetap berjalan dalam koridor ajaran dharma yang kita yakini.
Tuhan
telah menciptakan kita dengan memberikan pilihan. Terserah anda mau memilih
yang mana tentu telah menjadi pergulatan, perenungan spiritual yang panjang.
Pondok Betung, mediao Pebruari 2014.
==352==
No comments:
Post a Comment