Perbincangan : 54
“AWATARA”
Aku sedang duduk di teras sambil memperhatikan dua burung
tekukur sedang mengais makanan di dalam aturan canang. Memang di alas canang
itu ada tebu dan beras, demikian juga di sebelahnya ada segehan. Sungguh damai
rasanya dunia ini bila melihat burung bercengkerema begitu. Sesekali burung itu
berbunyi. Kukur...tekukurrr dstnya. Seorang muridku yang sudah bekerja mampir
ke rumah, lagi cuti katanya.
Kami bercerita tentang berbagai hal, mulai dari tugas dan nostalgia
waktu di kampus. Lalu dia nyetu: “Guru,
aku mau nanya, tadi di bus dua orang bercerita tentang kiamat, tentang
pemanasan global, polisi udara yabg semakin menggila, mereka bilang tinggal
nunggu Sang Penyelamat, Sang Awatara. Nah aku mau nanya apa itu Sang Awatara?”.
Oke, minumlah dulu, santai saja. Tak usah buru buru. Tak
perlu panik, kiamat masih tak tentu. Seperti hukum ketidak pastikan Heisenberg,
sahutku.
Sambil nyeruput kopi aku jelaskan pelan pelan. Sepengetahuan
aku, Tuhan menciptakan sesuatu itu pasti ada manfaatnya. Demikian pula bila ada
perusak nya pasti akan terkontrol oleh yang lain, seakan ada kompensasi,
seperti gelombang ada puncak ada lembahnya. Demikian pula saat umat manusia di
bumi ini di tindas kw,angkara mu4kaan, kebejatan, kejahatan dll merajarelq, di
saat itulah Sang Awatara akan muncul. “Jadi Awatara itu penyelamat bumi, guru?”.
Bukanlah begitu namun sebagai pengontrol
umat manusia agar kembali hidup sesuai ajaran dharma, kebajikan.
Apabila dunia ini terancam dari bahaya angkaramurka maka
Tuhan akan turun ke dunia ini untuk menyelamatkan umat manusia. Perwujudan
beliau itu disebut Awatara, atau Sang Awatara.
Awatara adalah perwujudan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) di jagat raya ini, dengan menggunakan wujud serta ajaran-ajaran sucinya, memberidkan tuntunan membebaskan manusia dari kesengsaraan yang disebabkan oleh kebodohan, ke angkat aku emasan, kekejian, kebohongan dan lain sebagainya.
Di dalam Bhagawad gita (4.7) disebutkan bahwa: “Kapan saja Dharma (kebenatah, keadilan) mulai merosot dan adharma merajalela. Aku menjelma kembali ke dunia ini, untuk menegakkan Dharna.
Jadi apabila dunia ini dikuasai adharma, pikiran, ucapan dan
tingkah laku manusia dikuasai oleh angkqramurka, di sana lah Tuhan akan hadir untuk
menegakkan dharma mengambil wujud (bisa wujud manusia, atau wujud lain) untuk
menyelamatkan manusia.
Di dalan kitab Purana disebutkan bahwa Awatar dari Wisnu antaranya : Sri Rama, Sri Kresna, Budha, dan Kalki (Awatara Wisnu yang belum datang)
Semua Awatara ini mempunyai tugas untuk menegakkan umat manusia dengan jiwa kadewatan, sifat yang luhur dan membasmi sifat ke raksasa an (angkuh, angkara dan lain-lainnya) dengan ajaran-ajaran sucinya yang menuntun menuju kedamaian, ketenteraman, kerukunan, kebahagiaan menuju ke kesempurnaan hidup ini.
Dicontohkan seperti Sri Rama yaitu penjelmaan Tuhan ( manifestasi Wisnu) di alam semesta ini sebagai putra Raja Dasaratha untuk melebur angkara murka (adharma) yang ditimbulkan oleh para Raksasa yaitu masyarakat Alengka. Rakyat dari Prabu Rahwana (Dasamuka).
Demikuan juga dengan Sri Kresna juga salah satu perwujudan Tuhan ( manifestasi Wisnu) yang mempunyai sifat sempurna untuk menegakkan Dharma, karena dunia ini dalam keadaan tidak aman, tidak nyaman karena dikuasainya adharma yang ditimbulkan oleh sifat-sifat raksasa, angkara dari pihak Korawa. Hal ini digambarkan dalam cerita Mahabharata dimana Duryudana, Kangsa, Sisupala, Jarasandi dan lain-lainnya, yang memiliki sifat raksasa yang punya keinginan merubuhkan dharma.
Sang Awatara lainnya adalah Sang Budha, Sidarta Gautama putra Raja Kapilawastu, merupakan Tuhan ( manifestasi Wisnu) menjelma jadi penyelamat dunia.
Menurut kitab suci di atas Awatara berikutnya di tunggu kehadirannya di muka bumi, bernama Khalki. Kapan akan hadir di bumi, tidak seorangpun tahu. Mungkin akan mengajarkan manusia untuk mengendalikan pemanasan global, polusi udara, maupun polusi pencemar otak manusia dengan keangkaramurkaan, ketidak adilan, kezoliman dan lain sebagainya.
Disamping menunggu kehadiran Sang Awatara, dengan basic saib, teknologi kita pun dituntut berfikir ala “Awatara” untuk memperbaiki moral, kelakuan, konsep berfikir kita, tetap dalam kaidah dharma.
Selanjutnya dalam implementasi sifat dharma Awatara bisa dilaksanakan siapa saja untuk kebaikan dunia ini. Jadi tidak perlu menunggu Awatara.
Demikian ulasan Guru tentang Awatara, walau dengan cara
ringan populer, guru harapkan bisa mencerahkan pikiran, tingkah laku dan
perkataan kita. “Itu kembali ke laptop dong guru, kembali ke Trikaya Parisuda”
sahut murid ku. Iya iya, memang demikian karena sejatinya salah satu fondasi
amannya dunia ini adalah susila, ya diantaranya Trikaya Parisuda itu harus
diterapkan.
Demikian perbincang an singkat kami pagi itu. Semoga bisa
menambahkan setitik air ke laut lepas.
No comments:
Post a Comment