“MANAJEMEN VAN DANA”
Oleh : I Putu Pudja
Om Swastiastu,
Kembang Nan Menghibur Hati |
Sore itu, debu beterbangan pompa
air macet lagi. Dampak El Nino pada masyarakat sangat terasa sehingga
menjadikan pengeluaran menjadi tak terencana sangat diluar dugaan. Masih
beruntung kita di Jawa dan Bali, udaranya masih sehat karena tidak kena bencana
kabut asap, pikirku. Sambil ngopi ditemani ‘selo rebus’ atau ubi rebus nikmat
juga, sampai lupa air untuk mandi belum ada.
Dalam lamunan sore itu, dua orang
murid biar keren mahasiswa ku datang menghampiri. Biasa habis acara Latihan Baris
Berbaris di kampus, kebetulan dia septiap pulang pergi kuliah lewat jalan
samping rumah kami. Seperti biasa kupersilahkan, mereka mampir langsung ambil
air minum ke dapur terus ikut duduk di teras, menghadap jalan.
Sore itu tiba tiba, dalam
romantika kehidupan urban pinggiran kota, walau sudah sore masih ada orang
minta –minta lewat, ku lihat mereka memberikan recehan, dan berbasa basi
mengucapkan terima kasihd an doa dia ucapkan. Kami berkumpul kembali.
“Nah guru, kita baru saja melihat Gde memberikan sedekah –apa namanya-
kepada peminta minta tadi, bagaimana itu hukumnya di agama kita” Tanya muridku
Setia.
Jawabku, lebih baik kita tidak
jawab langsung ke pertanyaan kamu Setia, kita bahas manajemen penghasilan atau
guru sebut saja manajemen van dana yang
guru pernah baca dari berbagai media dan buku,
Pertama : Kalian pasti ingat bahwa secara umum tujuan
hidup umat Hindu adalah catur purusa artha, yaitu mencapai kebahagiaan dalam
kehidupan didunia dan mencapai keabadian dalam kehidupan setalah mati
(kehidupan rokhani), “mokhsartam jagat hita caiti dharma’. Kita terjemahkan
dengan : darma, arta, kama , mokhsa. Urutannya begitu. Jadi berdasarkan darma
kita mencari artha, mengejar kama dan mempersiapkan diri menuju mokhsa
(astungkara).
Kedua : Dalam majalah
Tempo langganan bacaan guru pernah membaca, cerita sukses seorang pengusaha
kaya Indonesia saat itu.. Dia mengelola penghasilannya sejak masih biasa belum
seberhasil sekarang. Singkatnya dia ceritakan bahwa penghasilannya dibagi tiga.
Sepertiga untuk membiayai hidup, social keagamaan dan lain-lain, sepertiga
digunakan untuk reinvestasi kerennya, atau mengembangkan usahanya, dan
sepertiga lagi untuk ditabung. Yang sangat menarik adalah sekecil apapun
penghasilan yang dia peroleh, dia tak lupa menabung. Karena kedispilinannya
akhirnya menjadi berhasil sebagai pengusaha sukses sampai saat ini.
Ketiga : Dalam Sarasamuccaya, dikatakan bahwa dana atau
penghasilan itu dibagi menjadi tiga peruntukannya, guru singkat saja intinya
sebagian untuk dana punia, sebagian untuk reinvestasi dan sebagian untuk
kesenangan, agar kita tetap termotivasi mencarinya, bersemangat dan juga
menikmati hasilnya, hanya saja kama atau kenikmatan yang didapatkan dari dana
tersebut harus tetap dalam koridor darma. Demikian pula dalam Bagawadgita di
sampaikan bahwa pemberian dana punia, itu harusnya diberikan pada desa, kala
dan patra yang tepat. Diberikan pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat dan
kepada orang yang tepat atau yang benar-benar harus ditolong.
Dari ketiganya kita dapat
mengatakan bahwa penghasilan yang kita dapat harus kita kelola dengan benar.
Kita membutuhkannya untuk hidup dan kehidupan sehari-hari yang lebih baik,
sehingga memerlukan reinvestasi, agar kita tetap bersemangat termotivasi mencarinya,
jangan lupa menghibur diri, menghibur keluarga disesuaikan dengan penghasilan
yang kita dapat. Karena pada hakekatnya hiburan itu sangat relative, yang
penting bagaimana cara kita menikmatinya. Dikaitkan dengan kehidupan beragama,
kita juga memerlukan biaya. Sehingga pennghasilan yang kita peroleh di bagi
peruntukannya untuk : artha, kama dan mokhsa –kewajiban social , budaya keagamaan-
Yang sangat menarik kalau kita
perhatikan Sarasamuccaya dan Sagawadgitta, mewajibkan kita untuk melakukan dana
punia walau tidak secara vulgar dan gambling disebutkan. Dana punia diibaratkan
akan mengikuti azas kontinum, atau hukum Bernoulli bila dalam fluida, bila
penghasilan kita anggap liquid. Pengeluaran ber dana punia, merupakan jalan
untuk memperlancar rejeki kita, siapa tahu diantara yang kita peroleh itu
merupakan pengganjal rezeki kita sehingga seret, makanya jangan lupa berdana
punia. Tak penting besarnya tapi niat tulus ikhlasnya.
Berdana punia kita akan
memperlancar aliran penghasilan, membersihkan penghasilan karena dia mengalir
masuk, keluar, dan jangan lupa diendapkan. Bagawadgita menyebutkan harus
memberikan dana punia kepada orang yang benar membutuhkan, kondisi yang benar
membutuhkan, pada waktu dan tempat yang tepat. Kapan dan dimana, pada kondisi
yang bagaimana coba pembaca lihat kembali Bagawadgitta, baca jangan biarkan
buku hanya menghiasi lemari buku saja. Rarisan.
“Ohhh begitu ya guru, bahwa ber dana punia itu juga perlu dan masuk
dalam manajemen van dana” sahut muridku Yan Jujur.
Iya memang begitu adanya, semua
agama mengajarkan kita untuk berdana punia. Dana punia mempunyai filosopi yang
bagus, mengajarkan kita berhemat juga mengajarkan kita rela berkorban, hanya
harus ingat pada desa, kala, dan patra yang benar.
Dana punia harus didasari niat
tulus ikhlas dengan harapan akan membersihkan jalan rejeki kita sehingga lebih lancar,
tidak mampat dan mengamalkan ajaran dharma. Pada intinya bahwa penghasialan itu dikelola untuk reinvestasi mencari artha, menikmati kama sesuai dengan level kita dan tak berlebihan, dan untuk sosial budaya keagamaan.
Apa yang dilakukan oleh pengusaha sukses itu seperti diceritakan di Majalah Tempo merupakan implementasi dari inti ajaran yang terkandung dalam sloka Sarasamuccaya dan Bagawadgita, Bgaimana dengan anda?
Kami dikagetkan oleh suata
teng-teng-teng tukang somay langganan, dan perbincangan diselesaikan dengan
menyantap somay teng teng langganan yang lewat tiap sore di depan rumah. Kami
menikmati sekali somay dengan potongan kentang, somay, paray –pare- dan telur
rebus sore itu……… Selamat Menikmati Yan Jujur dan Made Setia.
Demikianlah perbincangan kita
kali ini semoga dapat memberikan sedikit pencerahan kepada pembaca sekalian.
Om Canti, Canti, Canti Om
Puri Gading, medio Oktober 2015.
No comments:
Post a Comment