PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Friday, December 19, 2014

Perbincangan 33 :MEMAKNAI GALUNGAN DI ERA KEKINIAN



“MAKNA LEBIH GALUNGAN DALAM ERA KEKINIAN”

Oleh : I Putu Pudja.

Add caption




Galungan merupakan hari raya agama Hindu teruatama di Bali atau di luar Bali dimana etnis Bali bermukin, atau terdapat komunitas Hindu Bali. Secara harfiah Galungan terdiri dari kata galung mendapat akhiran an. Galung dalam bahasa Sunda berarti perang, sehingga galungan dapat diartikan sebagai peperangan. Dan dalam perluasan artinya kemudaia berarti kemenangan dalam peperangan, perayaan kemenangan perang, atau perayaan atas kemenangan perang antara dharama dengan adarma.
Perang disini sangat luas artinya bisa perang memerangi nafsu sendiri, perang memerangi kekuasaan yang bertentangan dengan darna, atau peperangan untuk mengentaskan adharma. Nah pengartian tersebut diserahkan kepada umat untuk memngartikannya masinmg-masing. Tetapi yang paling sering kita dengar adalah kemenangan peperangan darma memerangi adarma. Dengan berbagai kisahnya.
Galungan merupakan perayaan ibadah keagamaan yang sangat panjang rangkaiannya.  Ada yang mengatakan rangkaiannya mulai dari Tumpek Wariga –sabtu kliwon wuku wariga- yaitu 25 hari menjelang Galungan –rabu kliwon wuku dungulan- atau tiga puluh lima hari menjelang Kuningan –sabtu kliwon wuku Kuningan-. Tumpek waruga sering disebut sebagai tumpek pengarah, sebagai pemberitahuan bahwa galungan akan segera tiba sehingga para umat mempersiapkan diri. Ada juga yang mengatakan mulai dari sugihan, yaitu seminggu sebelum galungan yang kita kenal dengan Sugihan Pengenten, Sebagai pengingat, membanguni yang masih tidur, sebagai awal dari acar pembersihan lahir dan bathin sebelum kita memasuku galungan.
Sugihan ada tiga jenis yang dirayakan sevara berturutan, yaitu Sugihan Pengenten, Sugihan Jawa, dan Sugihan Bali. Harinya secara berturutan Rabu Sungsang, sebagai sugihan Pengenten; Kamis Sungsang , sebagai Sugihan Jawa, dan Jumat Sungsang sebagai Sugihan Bali. Yang sevcara berturutan dimaknai dengan arti pengenten atau pembangun kala masih tidur, jawa diartikan Jaba sebagai pembersihan bagian luar dari hidup ini, dari diri ataau dari tempat ibadah; kemudian Sugihan Bali, sebagai waktu untuk pembersihan sarana atau bagian dalam dari diri, dari buana, atau dari tempat ibadah. Dan maknanya juga bisa diambil dari makna yang sempit sampai yang sangat luas.
Kemudaian perayaan inti dari Galungan penulis ambil empat saka yaitu pengejukan, penampahan , galungan dan manis galungan, kemudaian sepuluh hari setelah galungan dirayakan sebagai Kuningan. Juga dibuat rangkaian sama dengan halungan, ada pengejukan, penampaham, Kuningan dan umanis Kuningan.
Dari demikian rincinya perayaan Galungan, dapat dilihat bahwa betapa besarnya perayaan Galungan sehingga perlu disusun rangkaian kegiatan yang berlangsung lebih dari 35 hari itu. Yang menadakan bahwa betapa sudah baiknya penyusunan sebuah perayaan ibadah keagamaan dilakukan, dibuat rangkaiannya sehingga satu sama lainnya mempunyai makna yang saling berkaitan dan sailing melengkapi.
Demikian pula dengan betapa baiknyua pembagian pekerjaan pelaksanaan ibadah. Untuk merayakan sugihan misalnya sudah ada keluarhga yang merayakan sugihan pengenten, atau sugihan jawa. Ataupun sugihan bali, sengan tidak membedakan maknanya. Mereka tidak ada satupun merasa lebih dari yang lainnya, sehingga pembagian disini terlihat sangat demokratis. Ada juga yang memaknai Sugijhan dikaitkan dengan kelompok asli dan pendatang yang ada di Bali. Tetapi ada yang memaknainya dengan asal dari perlengkapan untuk merayakan sugihan tersebit. Nah sama seperti masalah keagamaan lainnya dibiarkan menjadi multi tapsir, yang semua muaranya kepada ibadah dan kebaikan.
Dalam konteks yang lebih luas di dalam masyarakat Hindu –baca masyarakat Bali- hingga tahun tujuh puluhan, masih dikenal ada Galungan Jawa, untuk menyederhanakan menyebutkan Idulk Fitri, mungkin merujuk sebagian besar pemeluk agama Islam adalah masyarakat pendatang di Bali, yang oleh masyarakat Bali disederhanakan semuanya dari Jawa, sehingga Hari rayanya dengan mudah mereka sebutkan sebagai Galungan Jawa.
Kemudaian untuk perayaan Imlek, oleh masyarakat Bali dikenal dengan nama Galungan Cina, karena yang merayakannya umumnya masyarakat etnis Cina. Meraka biasanya dikenalai dengan kuburan para leluhurnya yang sangat luas, ada rumah-rumahan sehingga saat perayaan Imlek mudah dikenali dari awal sejak mereka melakukan pembersihan di kuburan leluhurnya, sampai adanya persembahyangan kubur. Di beberapa kuburan atau pemakaman umum di Bali masih ada disebiukan Seman Sengke – Kuburan Cina, biasanya berada disalah satu sudut dis ebuah pemakaman umum.
Meluasnya masyarakat Bali mengartikan galungan sebagai sebuah perayaan, sebuah ibadah menandakan bahwa sejak dulu telah terjadi kerukunan antar umat sesama pemeluk Hindu, terlihat dari adanya perayaan Sugihan sampai tiga hari berturutan, kerukunan antar umat beragama terlihat dari pengetahuan dan saling menghormati perayaan hari raya agama lain, walau penyebutannya disederhanakan. Mungkin agama itu sangat fleksibel dalam penertiannya oleh masyarakat awam .
Kembali keperayaan Galungan yang dianggap lebih lama dan lebih meriah dari perayaam hari suci keagamaan Hindu, sudah pasti galungan akan menjadi ajang perputaran uang yang cukup besar di sentra sentra komunitas Hindu dan umumnya di Bali. Itu dapat kita lihat dari pakaian baru untuk perayaan, pembuatan penjor, pembuatan upakara perayaan, sampai memotong hewan untuk kelengkapan upacara maupun untuk dimakan sebagai arena pemanja diri setiap enam bulan sekali –tepatnya 210 hari sekali- dan kebutuhan lainnya, menjadikan peredaran uang menjadi lebih deras dan lebih banyak saat Galungan, sehingga Galungan merupakan periode gejolak perekonomian.

Namun sejauh mana umat Hindu dan masyarakat Bali umumnya dapat memanfaatkan momentum ini, mungkin akan lebih baik kita bahas dalam perbincangan lainnya, dari sisi koemrsialisasi ibadah.
Galungan dapat dimaknai dengan sudah teraturnya tatanan sebuah acara disusun dalam peribadatan Hindu, yang dalam manajemen modern kita kenal dengan Standard Operational and Procedure (SOP) dengan tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat –Hindu- itu sendiri. Semua menjalankan sesuai dengan yang telah digariskan sejak dulu. Galungan bermakna toleransid an kerukunan umat Hindu sudah terbangun sejak lama dan tekah membudaya, demikian juga kerukunan dengan umat beragama lainnya sudah terbangun sejak lama sampai saat ini, sehingga konsep ‘menyama braya’ masih teguh dianut masyarakat Hindu. Mungkin keyakinan akan sebuah sloka yang bermakna bahwa Tuhan tidak mebeda-bedakan dari mana kita datang, dengan cara apa kita datang, termasuk kalaupun dengan cara salah kita pasti akan diterima Nya. Yang membedakan adalah karma kita sendiri, atau level ibadah yang telah kita jalankan sebagai kewajiban kita menjelma sebagai manusia. Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Catatan penulis : setiap umat dapat memaknai Galungan dan Kuningan dengan cara masing-masing disamping makana baku yang tekah kita ketahui, akan sangat tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Tetapi semuanya itu akan bermuara kepada kebajikan. Dari ekrangka agama Himdu kita pandang sebagai Upacara sebagai imlementasi bhakti kita kepada Tuhan yang Maha Esa. Ida sang Hyang Widi Wasa, sebagai pelaksanaan ketaqwaan kita terhadap Nya.

Puri Gading, Galungan akhir tahun 2014.

No comments:

Post a Comment