PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Monday, December 22, 2014

Perbincangan-34 : Tentang Wanita



TENTANG PEREMPUAN, HARI IBU DAN PERKAWINAN

Okeh : I Putu Pudja

 

Lukisan Seorang Ibu (google.co.id)
Kita memperingati Hari Ibu, setiap tanggal 22 Desember setiap tahun. Peringatan ini mengingatkan kita selalu kemasalah yang sama dan pertanyaan yang kurang lebih sama. Terutama untuk kita di Indonesia khususnya umat beragama Hindu. Diantara pertanyaan itu adalah : Ada hari ibu kok tidak ada hari bapak ya? ; Apakah di Indonesia klhususmya dalam agama Hindu ada kesetaraan gender?. Apakah Hindu mengakui persamaan hak perempuan dengan laki-laki.


Nah dalam memperingati Hari Ibu 2014, kami teringat dengan pertanyaan seorang taruna /uni kami dalam perbincangan agama suatu malam di Rumah Dinas. Pondokan kami di Baintaro beberapa tahun silam.
Inti pertanyaannya adalah hal kontradiksi atau ambigu yang dianut umat Hindu karena adanya sloka yang saling bertentangan dalam Hindu. KIra-kira kalau saya kalimatkan pertanyaannya adalah sebagai berikut. Dalam beberapa hal Hindu sangat menghargai dan mengagungkan wanita, termasuk dalam upacara keagamaan para Brahmana harus didampingi seorang wanita, dia diharapkan melahirkan anak yang suputra, diagungkan dalam suatu keluarga, namun kenapa juga dianggap makhluk yang susah dipercaya, kenapa lelaki kelahirannya lebih diharapkan sebagai anak yang suputra? Begitu kira-kira pertanyaannya, setelah ku rangkum menjadi satu kesatuan pertanyaan.
Nah memang, kataku dengan sedikit berkelakar diawal. Kukatakan itulah mungkin pengaruh sifat manusia karena para Rsi yang menyusun weda itu ke dalam buku lumumnya laki-laki, maka sifat egonya mempengaruhi dalam penyusunan. Mungkin jawaban itu kelihatannya mengada ada dan memudahkan masalah. Mari kita cermati beberapa sloka tersebut, yang saling kontradiksi tentang masalah perempuan.
Dalam Weda Smreti IX-101-102. Kalau diterjemahkan kira-kira menyatakan bahwa :
1.       Hendaknya hubungan –antara suami istri-yang setia berlangsung sampai mati. Singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum yang tertinggi sebagai suami-isteri.
2.       Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain.
Dalam manu smreti disebutkan bahwa : “Dimana wanita dihormati , disanalah para dewa merasa senang, tetapi dimana mereka tidak (wanita) dihormati tidak ada upacara suci apapun yang berpahala”.

Kedua sloka di awal tersebut mengajarkan bahwa lembaga perkawinan, suami istri berlangsung seumur hidup sepanjang hayat. Antara suami isteri harus menjalin komunikasi yang baik dalam mempertahankan kehidu[an rumah tangganya, dan selalu menghindari perceraian. Dalam lembaga perkawinan juga diajarkan hendaknya terdapat kesetiaan antar pasangan . Keseiaan dianggap sebagai hukum yang tertinggi.
Menurut Weda Smreti, lembaga perkawinan memiliki sifat sakral, suci, karena bertugas untuk menghasilkan keturunan. Dikaitkan dengan tugas suami isteri untuk mendidik dan membesarkan anaknya maka lembaga perkawinan merupakan lembaga yang pertama membentuk kepribadian manusia. Ini menunjukkan bahwa upacara perkawinan merupakan upacara yang wajib, sebagai upanya menyatukan dua jiwa menjadi satu dalam lembaga perkawinan. Kewajiban itu tertuang dalam Weda Smreti II.67 dan persembahan upacara ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai  Dewa Ardha Nareswari.
Dalam Reg Weda. Disebutkan bahwa :pasangan laki-laki dan perempuan yang telah terikat perkawinan disebutkan sebagai “dampati” yang secara harfiah berarti ‘dem[et’ tak terpisahkan. Sehinga lembaga perkawinan merupakan ikatan antara laki-dan peempuan yang tak terpisahkan, tak tercerai. Antara Reg Weda dan Weda Smrti, keduanya sangat sejalan dalam memandang lembaga perkawinan. Sebagai lembaga suci yang merupakan awal pembentukan kepribadian manusia.’
Sloka ketiga menyebutkan bahwa betapa tingginya dilai seorang wanita, sehingga diibaratkan ‘dia’ seperti dewa/dewi yang kala dicampakkan atau tidak dihormati, akan berdampak akan membatalkan dan menyetop pahala segala upacara persembahan.
Namun sloka-sloka  dalam Sarasamuscaya yang membahas tentang wanita, sangat berbeda pandangannya terhadap wanita. Ini sangat mungkin karena pengaruh raja-raja Jawa saat menterjemahkannya atau kekhawatiran penerjemahnya terhadap raja yang umumnya lelaki dan beberapa diantaranya ada yang beristri lebih dari satu, terutama selir-selirnya yang banyak. Diantara sloka tersebut aku kutipkan sebagai berikut :
Sifat wanitalah yang menimbulkan bencana kepada orang, penderitaan dan prihatin yang ditimbulkan serta membatalkan segala kerja sadarlah pandita akan hal itu, karenanya selalu berusaha menjauhi wanita.
Dalam kakawin Niti Sastra, sebagai berikut bahwa :
Ketahuilah di dalam dunia ini ada tiga hal yang jalannya tidak lurus yaitu : wanita, akar dan sungai.Semua berkelak kelok jalannya tidak dapat diluruskan. Jika sudaj ada bunga kumudha yang tumbuh di batu barulah prilaku wanita bisa benar. Pendeknya, pesanku awaslah engkau jika bergaul dengan wanita hai orang yang baik-baik.
Demikian pula kalau melihat tujuan dari perkawinan yang dikatakan agar melahirkan keturunan suputra, yang berarti keturunan yang dapat menyeberangkan pada leluhur yang berada di kolam neraka. Suputra disini dipesetkan sebagai anak laki-laki, Padahal kalau kita lihat lebih jauh sebenarnya adalah keturunan yang suputra, suputra bukan jenis kemain akan tetapi lebih kepada sifat yang suoutra yang doa doanya akan mampu menyeberangkan keluar  para leluhur yang berada pada kolam neraka, Secara lebih luas dapat kita artikan sufat berjaga jaga para leluhur kita, kalau-kalau mereka masuk neraka ada doa-doa dari keturunannya yang bersifat suputra, yang membantu dengan doa mengeluarkannya dari neraka.
Nah kuceritakan kala itu kepada muridku para taruna taruni bahwa kita harus  bisa pandai pandai  dalam menyikapi sloka yang saling bertentangan itu. Banyak pakar Hindu curiga dengan adanya sesuatu yang kurang tepat dalam menerjemahkan Sarasamuscaya itu, yang prosesnya dari Bahasa aslinya Sansekerta deterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa Kuno, kemudian diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Indonesia. Nah ini juga menjadi rugas kalian dalam mengembangkan agama kita secara dinamis, sesuai dengan perkembangan jaman, terutama menafsirkan weda terutama dari Weda Sruti.
Dari uraian diatas dapat kita katakana bahwa Hindu sejatinya sangat menempatkan wanita begitu tinggi, sehingga pantang untuk dihina atau direndahkan derajatnya dalam keluarha sekalipun. Karena akan berdampak kepada ‘kemarahan’ kepada keluarga tersebut sampai sampai membatalkan pahala semua upacara yang dilakukan keluarga itu.
Masalah penapsiran Sarasamuscaya terutama dalam sloka yang membahas masalah wanita, memang perlu dikaji ulang, kembali para pakar agama dan bahas untuk menerjemahkan langsung dari bahasa aslinya kedalam Bahasa Indonesia. Karena penerjemah memeiliki kode etik maka tekanan dari manapun dalam menerjemahkan akan tidaj daoat dilakukan, sepertis diduga terjadi saat menerjemahkan ke dalam Bahasa Jawa Kuno.
Kuceritakan pula dengan kiasan kenapa wanita dikatakan berbelok belok, lebih banyak karena kodratnya yang mengalami menstruasi dan kewanitaan lainnya sehingga tidak dapak ikut melaksanakan upacata atau persembahyangan layaknya lpandita laki-laki, atau kaum laki laki. Sehingga tidak setiap saat dapat mendampingi dalam memuput upacara yang memerlukannya. Bahkan banyak dari mereka menipu dirinya sendiri, padahal belum bersih benar sudah kermas dan ikut melaksanakan upacara. Padahal hal itu akan menurunkan kualitas upacara yang dilakukan dalam kesuciannya. Nah aku kembalikan kepada masing masing kita untuk memaknainya.
Yang lebih penting lagi makna dari sloka diatas bahwa dalam Hindu perceraian tidak diharapkan, upaya melestarikan lembaga perkawinan memerlukan maintenan, komitmen dan tugas serta kewajiban suami dan istri. Jadi perlu peran kedua belah pihak.
Wanita sangat dihormati dalam Hindu. Mungkin yang paling baru kita ikuti kisah Mahabarata yang sedang tayang di salah satu televise nasional, kehancuran keluarga bharata diantaranya  diakibatkan tidak dihormatinya wanita dalam keluarga besar tersebut. Bagaimana Dewi Drupadi dipermalukan dijadikan taruhan dalam arena judi.
Begitulah aku angkat kembali perbincangan yang pernah aku lakukan dengan murid-muridku dalam membahas secara akademis sloka sloka terkait dengan masalah wanita. Yang kupersembahkan kembali untuk para ibu dan wanita yang sedang merayakan hari ibu. Rahayu ………
Puri Gading, 22 Desember 2014

2 comments:

  1. Mantap artikelnya,membuka pikiran yg terbelenggu tentang wanita,dan saya sempat bingung meng artikan wanita dari sarasamuscaya..

    ReplyDelete
  2. Mantap artikelnya,membuka pikiran yg terbelenggu tentang wanita,dan saya sempat bingung meng artikan wanita dari sarasamuscaya..

    ReplyDelete