Hindu merupakan agama yang tertua, baik di dunia maupun
di Indonesia karena dia lahir mendahuluai kepercayaan-kepercayaan lainnya yang
disebut agama. Pustaka Suci Agama Hindu adalah Weda, yang berasal dari kata
“Vid” yang berarti ilmu pengetahuan . Dengan demikian Weda merupakan sumber
segala ilmu pengetahuan. Dapat diibaratkan seperti Undang Undang Dasar dengan
Undang-Undang. Dimana Undang undang tidak boleh bertentangan dangan Undang
Undang.
Dalam bahasan ini, mengingat di Akademi Meteorologi dan
Geofisika yang menjadi dasar sebagian besar mata kuliah pokok adalah fisika,
maka akan dibahas kaitan antara Agama Hindu dengan Fisika, serta penelitian
menjadi setiap bagian pengayaan ilmu pengetahuan, juga disinggung metode penelitian
yang juga dikenal dalam Agama Hindu, tentunya dikaitkan dengan Weda.
IPTEK DAN ROKHANIWAN
Pada abad pertengahan, saat hubungan antara Ilmu Pengetahuan
dan Agama sedang sangat mesra-mesranya,
maka para peneliti, penemu dalam Fisika adalah orang-orang yang taat beragama. Banyak merupakan aktivis keagaamaan, gereja,
ulama, sufi dan lain sebagainya. Tidak jarang kalangan rokhaniwan umumnya
sebagai seorang peneliti, mencari kebenaran ciptaan Tuhan. Seperti penelitian
mereka tentang asal muasal dari alam semesta ini.
Menurut
Albert Einsten, dimasa depan agama akan menjadi agama alam semesta. Agama akan dapat diterima berbagai kalangan secara universal. Agama
yang menghindari dogma dan teologi. Berlaku secara alamiah dan bathiniah, serta
berdasarkan pengertian agama yang muncul karena berbagai pengalaman, baik fisik
maupun spiritual, dan merupakan satu kesatuan yang sangat berarti.
Alam sebagai satu-kesatuan terdiri atas Bhuta-kala yang meliputi: (1) bhuta (ruang,materi), serta (2) kala (waktu,energi). Interaksi antara keduanya menyebabkan alam -baik buana agung, makrokosmos maupun buana alit, mikro kosmos ) tidak bersifat kekal, tetapi senantiasa mengalami perubahan, karena hanya perubahanlah yang kekal. Sangat sesuai dengan management modern yaitu manajemen perubahan ( Change Management), yang selalu mengelola perubahan dalam mencapai suatu tujuan, karena diyakini bahwa yang kekal adalah peruybahan tersebut secara dinamis, bukan bersifat statis.
Materi
(bhuta) berubah karena ulah sang kala. Lalu adakah aturan untuk semuanya ini?.
Berubah karena peradaban, karena meningkatnya kemampuan iptek dan kemampuan
nalar manusia di dunia ini.
Alam semesta ini diciptakan Tuhan, Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai suatu paket yang lengkap dalam suatu system dengan komposisi, struktur dan hukumnya sendiri. Segala gerak alam diatur dengan hukum alam Rta, sedangkan tingkah laku manusia diatur dengan dharma.
Manusia
merupakan bagian dari alam, maka secara langsung mereka juga dibelenggu oleh
hukum alam. Hukum alam ini kemudian menurut Darwin, dalam hukum struggle for
live nya, memaparkan bahwa siapa yang kuat (bertahan) survival dialah yang akan
menang, dan bertahan. Disini sering kita sebut dengan proses seleksi alam.
Hukum alam
ini bersifat mengatur gerak alam semesta, baik makrokosmos, maupun mikrokosmos.
Dari skala pada tingkat mikro hingga
makro. Benda-benda langit beredar dalam lintasannya menurut Rta.
Demikian
pula gerakan-gerakan elektron di sekeliling inti., hampir
mirip gerakannya dengan gerakan planet, atau bintang sebagai
anggota system tata surya. Hukum alam
bersifat rahasia yang mesti disingkap dengan kemampuan akal budhi manusia. Pada
perkembangan selanjutnya Rta berkembang menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
yang saati ini lebih dikenal dengan sains.
Petualangan
manusia dalam dunia sains berawal dari keragu-raguan dan bermuara pada
kepercayaan akan adanya ketidakpastian. Sebaliknya, penyerahan diri pada
dharma, secara umum dikenal sebagai ajaran agama. Hal ini bermula dari
kepercayaan dan mencapai puncaknya, bermuara
pada tingkat keyakinan dan kepasrahan.
Dengan
demikian, sains dan agama menurut perspektif Hindu bukanlah sesuatu yang
bertentangan, tetapi perlu dipadukan untuk suatu inovasi yang lebih baik. Jika
ajaran agama dianggap sebagai filsafat hidup, sementara filsafat merupakan
induk bagi pengetahuan, maka keduanya sebenarnya merupakan sebuah himpunan dan
himpunan bagiannya, sehingga tidak layak jika keduanya masih dipertentangkan.
Memperoleh kebenaran ilmiah, pengetahuan modern memakai langkah-langkah baku yang dikenal sebagai metode ilmiah. Dalam ajaran agama hindu dikenal dalam falsafat Samkhya, langkah-langkah itu disebut Tri Pramana, yaitu :
(1) Anumana
Pramana,
(2) Agama
Pramana, dan
(3)
Praktyasa Pramana.
Tri Pramana
merupakan metode ilmiah dalam Hindu. Jika hidup dipandang sebagai sebuah
eksperimen bila meminjam dan menyitir pendapat Mahatma Gandhi, maka Tri Pramana
adalah landasannya.
Eksperimen
bermula dari adanya problema yang perlu dipecahkan. Pemecahan masalah dilakukan
dengan pengamatan atas gejala-gejala yang timbul (Anumana Pramana),
mengumpulkan keterangan-keterangan dari sumber tertulis atau pengalaman (Agama
Pramana), serta dibuktikan dengan pengamatan langsung (Praktyasa Pramana). Dalam
ilmu pengetahuan dikenal bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat
melalui cara ilmiah dan sitematis. Cara ilmiah tersebut adalah dengan cara
rasional dan empiric, serta tahapan yang mengikuti kaidah ilmiah. Tahapan ini
dikenal dengan tahapan kerja yang sistematis.
Kebenaran pengetahuan
yang telah berhasil disingkap harus
dipublikasikan, disampaikan kepada orang lain dan tidak boleh dikuasai
sendiri. Hal ini disebabkan pengetahuan bersifat mengalir (Saraswati), bagaikan
siklus air (Banyu Pinaruh) dalam kerangka Tri Pramana.
Sungguhlah
berdosa jika sampai kita memiliki ilmu pengetahuan itu sendiri tapi hanya kita
kuasai sendiri. Agar kita tidak serakah terhadap ilmu, maka ada baiknya kita
mengingat amanat kitab suci WEDA. Seperti nyala api, pengetahuan dan
keterampilan hendaknya disebarluaskan kepada yang lainnya (Rigveda
1.12.6). Dan dalam Bhagawadgita disebutkan bahwa : persembahan berupa ilmu
pengetahuan lebih bermutu daripada persembahan materi ; dalam keseluruhannya
semua kerja ini berpusat pada ilmu pengetahuan ( Bhagawadgita IV.33)
Terkait dengan hal ini perlu pula kita ingat Catur Marga, atau empat jalan
menuju kesempurnaan yang merupakan salah satu cara yang bisa dipilih umat
manusia adalah Jnana Marga, disamping tiga marga lainnya, yang tentunya akan
bermuara pada muara besar Mokhsa.
Informasinya diatas dapat dilengkapi dalam bidang-bidang lain
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menunjukkan betapa kayanya weda dalam
kaitanmya dengan iptek, diantaranya pada uraian dibawah ini yang mana isi weda
bila ditarik mundur pada zaman penulisannya, maka akan terlihat sangat
futuristic, memandang sesuatu itu sangat jauh kedepan.
Pada tahun 1895, delapan tahun sebelum pesawat terbang Amerika pertama di uji cobakan di Kitty Howk, North Carolina, seorang sastrawan sansekerta India bernama Shivkar Bapuji Talpade dan istrinya menerbangkan pesawat buatan mereka di Chowpatty Beach Mumbai.
Para penganut Weda di jaman dahulu telah menjelajahi angkasa dengan menggunakan kendaraan sejenis pesawat. Tidak hanya sekedar menjelajah akan tetapi mereka juga berperang menggunakan pesawat tempur dalam usaha menguasai angkasa. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah menguasai tehnologi yang berkaitan dengan penerbangan termasuk strata, arus atmosfir, tempetur relatif, kelembaban udara, grafitasi dan lain-lain.
Rig Weda, merupakan dokumen tertua dalam sejarah pustaka
manusia berisikan referensi tentang jenis-jenis kendaraan sebagai berikut:
- Jalayan yaitu kendaraan yang
dapat bergerak di udara dan air (Rig Weda 6.58.3);
- Kaara, kendaraan yang dapat bergerak di darat dan air
(Rig Weda 9.14.1);
- Tritala, kendaraan bertingkat
tiga (Rig Weda 3.14.1);
- Trichakra Raatha, kendaraan beroda tiga
yang bergerak di udara (Rig Weda 4.36.1);
- Vaayu Raatha, kendaraan yang menggunakan
tenaga gas (Rig Weda 5.41.6);
- Vidyut Raatha,kendaraan yang menggunakan tenaga listrik
(Rig Weda3.14.1)
Agastya Samhita menjelaskan tentang
dua jenis pesawat terbang sederhana, yaitu :
1.
Chatra
yaitu balon terbang menggunakan gas hydrogen. Proses ekstraksi gas hydrogen
dari air dijelaskan secara detail termasuk menggunakan tenaga listrik. Ini
disebut sebagai pesawat primitif dan sederhana hanya digunakan untuk melarikan
diri saat terkepung oleh musuh. Pesawat in dinamai “Agniyana”.
2.
Parasut.
sejenis parasut yang dapat dibuka dan ditutup dengan menggunakan tali.
TERCIPTANYA
ALAM SEMESTA DAN WEDA
Menurut Weda awal terciptanya alam semesta ini, yang
dinyatakan sebagai berikut :
1.
Pada awalnya alam semesta
ini merupakan sesuatu yang kosong. Seperti dalam wewaran Bali dikatakan bahwa Eka
wara ngaran luwang (luwang = kosong). Luwang disini adalah Hyang, Sang Hyang Embang
yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dalam weda disebutkan sebagai Pramaciwa atau Nirguna
Brahman;
2. Dari Nirguna Brahman ini, Tuhan
kemudian berubah wujud menjadu Sadasiwa atau Saguna Brahman;
3.
Dari Saguna Brahman munculah dua unsur yaitu unsur Purusa dan Prakerti. Purusa sendiri adalah unsur kejiwaan sedangkan Prakerti merupakan
unsur kebendaan.
4. Dari Prakerti munculah ke tiga Guna atau dikenal dengan
Tri Guna yaitu Sattwam, Rajas, dan Tamas.
5. Dari kerja sama Purusa dan Prakerti akan melahirkan mahat, dari mahat munculah Buddhi dan
dari buddhi muncul ahamkara, dari ahamkara melahirkan manas, dari manas munculah Panca
Tanmatra bagian dari Panca Tanmatra adalah sabda,rasa,rupa,sparsa dan gandha selanjutnya
dari kelima unsur Panca Tanmatra munculah Panca Maha Bhuta yaitu bayu, akasa, pertiwi, apah dan teja dari 5 unsur
inilah akan terbentuklah alam semesta kita ini.
Dalam Bhagawad Gita Sloka
VII.4 dan VII.5,
disebutkan bahwa:
Tanah, air, api dan udara, ether, akal Budhi, pikiran dan ego merupakan
unsur-Ku. Selanjutnya disebutkan sebagai berikut: Inilah unsur alam-Ku yang lebih
rendah dan ketauhilah sifatku yang lebih tinggi oh Ma, unsur hidup, yaitu jiwa yang mendukung alam
semesta ini.
Demikianlah
dalam kitab suci Weda yang menjelaskan tentang terciptanya alam semesta. Sedangkan dalam ilmu fisika dikatakan bahwa asal mula alam semesta ini dimulai dari suatu
ledakan dahsyat yang di kenal dengan teori Big
Bang. Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta, pada awalnya merupakan benda yang sangat panas dan padat yang mengembang pesat secara terus menerus.
keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang
kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori
ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat, dengan dukungan data
pengamatan dan metode ilmiah.
George Lemaitre, seorang
biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai
asal usul alam semesta. Ia
menyebutnya dengan Hipotesis Atom Purba.
Kerangka model teori ini sangat bergantung pada dukungan teori relativitas dari Einstein. Dengan
berapa asumsi-asumsi sederhana, seperti asumis homogenitas,
isotropi, ruang. Kemudian persamaan yang dapat menguraikan teori ledakan
dahsyat ini adalah persamaan A. Friedman.
Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan
bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya
berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan
ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat
jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang
kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya. Edwin Hubble melakukan
hitung mundur.
Jika
benda-benda di ruang angkasa semakin menjauh berarti dahulunya benda-benda
ruang angkasa merupakan sesuatu yang padu dan kemudian meledak dengan kecepatan
yang luar biasa. Menurut perhitungan sesuatu yang padu itu memiliki volume yang sama dengan nol. Jika sesuatu benda bervolume
sama dengan nol artinya sesuatu itu bermula dari ketidakadaan. Pernyataan ini menurut kajian
agama hindu disebut dengan keadaan Parama Siwa yang merupakan sesuatu
kekosongan,sunyi atau hampa.
Tentang alam semesta dijelaskan sloka berikut,:
1. Termuat dalam Chandrayoga Upanisad yang artinya sbb :
“Sebelum terciptakannya alam semesta ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam semesta diciptakan
hanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang ada, Maha Esa dan tiada duanya”.
2. Termuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra 1.5 yang diartikan sebagai berikut :
“Alam semesta ini pada mulanya adalah
berbentuk kegelapan, tidak dapat dilihat tanpa ciri-ciri sama sekali, tidak dapat terjangkau oleh
pikiran,tak dapat dikenal, seolah-olah sebagai orang yang tenggelam dalam
tidur yang aling nyenyak”.
Pernyataan lahirnya alam semesta
menurut pandangan agama hindu dan menurut imu fisika terlihat ada hal yang
saling berkaitan. Dalam kitab suci Weda ilmu yang mempelajari gejala-gejala ruang
angkasa termasuk diantaranya mengenai perbintangan diatur dalam weda smerti
yaitu bagian wedangga tepatnya pada “Jyotisa” yaitu ilmu tentang astronomi.
BENTUK BUMI DALAM WEDA
Dalam
jyotisasutra dikupas semua tentang proses terjadinya alam semesta, bahwa bumi itu berbentuk bulat
(windhu),dari segi ilmu fisika bumi itu bulat dibuktikan dari berbagai cara
yaitu, dengan : (1)
pemotretan oleh astronut dari luar angkasa, (2) perjalanan dari barat dan datang dari timur dalam pertemuan satu titik
yang telah dilakukan oleh Magelhans, (3) Bayangan bumi menutupi bulan saat gerhana bulan.
Semua membuktikan bahwa bumi berbentuk bulat.
Tentang teori Heliosentris yang
dikemukakakan oleh Nicolas Copernicus yang menyatakan bahwa pusat dari
galaksi kita atau galaksi bima sakti adalah Matahari.
Dalam Weda hal
ini sudah tercantum jelas bahwa yang
menjadi sumber kehidupan adalah matahari. Hal itu juga terlihat dari setiap upacara matahari dijadikan saksi
dari upacara yang dilakukan oleh umat hindu,maka tidak heran bahwa matahari
merupakan pusat dari kehidupan kita sekaligus sebagai pusat dari tata surya
kita ini.
Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan maka penelitian tata surya pun terus berlajut.
Tycho Brahe menghabiskan waktunya untuk memperoleh data akurat untuk membuat
teori baru mengenai tata surya, namun belum sempat memngutarakan teorinya ia meninggal. Dengan data
peninggalan dari Tycho Brahe. Johannes Kepler, mahasiswa bambingannya ,
memanfaatkannya, untuk mendukung teori Heliosentris milik Copernicus dengan
pernyataan yang disebut dengan Hukum Keppler. Hukum Keppler ini ada 3 yaitu:
Hukum Keppler I : Setiap
planet bergerak dengan lintasan elips, di matahari berada salah satu titik
fokusnya.
2. Hukum Keppler II : Luas daerah yang disapu pada selang waktu yang
sama akan selalu sama.
3. Hukum Keppler III : Perioda kuadrat suatu planet berbanding dengan pangkat tiga jarak
rata-ratanya ke Matahari.
Beberapa tahun setelah Keppler.
ditemukanlah Hukum Gravitasi Newton, yang di perkenalkannya melalui tulisannya di journal Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica pada tanggal 5 Juli 1687
Dalam
kitab suci Weda teori heliosentrik sudah tercantum dalam kitab : Yajur Weda III. 6 yang dapat diartikan sebagai berikut : “Bumi yang berbintik-bintik
ini, ada dan berputar dilangit seperti seorang ibu, ia
berjalan mengelilingi matahari sebagai seorang ayah”.
Dari
sloka tersebut terlihat bahwa selain berotasi dengan periode satu hari, berputar pada porosnya, bumi juga berevolusi, dengan periode satu tahun mengelilingi matahari.
Dari pernyataan ini sangat erat
dengan teori heliosentris yang menyatakan bahwa pusat alam semesta adalah
matahari. Diperjelas kitab Atharwa Weda
mengenai pergerakan Bumi, yang menjelaskan tentang bagaimana bumi dapat
bertahan di dalam angkasa raya karena gaya tarik-menarik yang lebih superior, dalam fisika dekenal
dengan Gaya Gravitasi Newton.
Dalam Kitab atharwa Weda XII.1.37, disebutkan pula dengan
arti : Bumi
bergerak berotasi dan bertranslasi.
Dengan perkembangan hasil
penelitian modern, berbagai teori yang telah ditemukan maka
seiring diperoleh susunan tata surya kita, dengan
Matahari sendiri sebagai pusat Tata surya diikuti oleh
planet-planet yang mengitarinya dimulai dari paling dekat dengan Matahari yaitu :
Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto.
Berikut
adalah ilustrasi dari sistem tata surya kita dimana matahari sebagai pusatnya
dan planet-planet atau benda-benda langit lainnya berputar mengitari matahari.
Dalam Weda pada bagian Jyotisa sudah
tertulis jelas susunan
planet tersebut .Berikut Tabel Nama-nama planet
dalam susunan Tata, serta nama inggrisnya yang kita kenal sampai saat ini:
Nama Sansekerta
|
English
|
Jenis Kelamin
|
Tri Guna
|
Surya
|
Sun
|
Male
|
Sattwam
|
Chandra
|
Moon
|
Female
|
Sattwam
|
Mangala
|
Mars
|
Male
|
Tamas
|
Mercury
|
None
|
Rajas
|
|
Jupiter
|
Male
|
Sattwam
|
|
Venus
|
Female
|
Rajas
|
|
Saturn
|
Male
|
Tamas
|
|
North Lunar Node
|
Male
|
Tamas
|
|
South Lunar Node
|
Male
|
Tamas
|
Selain
itu beberapa rasi bintang yang kita kenal dan pernah ditemukan oleh para
ilmuwan ternyata dalam Kitab suci Weda sudah dijelaskan pula dalam Jyotisa.
Sangat berhubungannya dengan agama Hindu dimana unsur-unsur rasi bintang
tersebut tercipta dari unsur alam semesta yaitu Panca Mahabhuta yang memiliki 5
unsur yaitu: (1) Pertiwi- unsur tanah-; Apah- unsur air-; ,Teja-unsur api-;, Bayu
–unsur udara-; dan Akasa- unsure ether-.
Dalam Reg Veda I.164.48, dijelaskan tentang zodiak,
yang diartikan sebagai berikut : Ada 12
zodiak dalam 1 lingkaran zodiak dan 3 poros
NO
|
Nama Sansekerta
|
Inggrias
|
Unsur
|
Planet
|
1
|
Meṣa “ram”
|
Aries
|
Teja
|
Mars
|
2
|
Vṛṣabha “bull”
|
Taurus
|
Pertiwi
|
Venus
|
3
|
Mithuna “twins”
|
Gemini
|
Bayu
|
Mercury
|
4
|
Karkaṭa “crab”
|
Cancer
|
Apah
|
Moon
|
5
|
Siṃha “lion”
|
Leo
|
Teja
|
Sun
|
6
|
Kanyā “girl”
|
Virgo
|
Pertiwi
|
Mercury
|
7
|
Tulā “balance”
|
Libra
|
Bayu
|
Venus
|
8
|
Vṛścika “scorpion”
|
Scorpio
|
Apah
|
Mars
|
9
|
Dhanus “bow”
|
Sagitarius
|
Teja
|
Jupiter
|
10
|
Makara ”sea-monster”
|
Capricon
|
Pertiwi
|
Saturnus
|
11
|
Kumbha “pitcher”
|
Aquarius
|
Bayu
|
Saturnus
|
12
|
Mīna “fish”
|
Pisces
|
Apah
|
Jupiter
|
Data di atas membuktikan apa yang ada
di ilmu fisika kosmologi sesungguhnya sudah dibahas
secara panjang lebar dalam Jyotisa.
Demikian
juga tentang kiamat disinggung dalam weda. Untuk proses Kiamat atau proses alam semesta yang mulai berhenti bekerja
menurut Edwin Hubble mengatakan bahwa dulu dunia ini tercipta karena
elemen-elemen yang awalnya satu dan kemudian menyebar secara meluas dan terus
bergerak, pada akhirnya elemen-elemen ini bertemu atau mengumpul kembali dalam
satu titik saat itulah maka akan kembali menjadi sunyi atau hampa seperti saat
sebelum terciptanya alam semesta ini. Kemudian teori ini di dalam
kitab suci Weda sudah dijelaskan proses terjadinya kiamat atau dikenal dengan
sebutan pralaya. Berikut adalah sloka dalam Agastya Parwa.
Dalam Kitab Agastya Parwa 343.25, tentang kiamat tersebut dijelaskan.
Kalu diartikan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut :
“Pada waktu kiamat (Maha Pralaya) lenyaplah ke empat unsure: benda, dunia, hawa dan langit. Tujuh lapisan dunia lenyap
bersama dewatanya oleh karena api pemusnah Rudra (kodrat untuk melenyapkan), Brahma (kodrat untuk
menciptakan), Wisnu (kodrat untuk memelihara) alam semesta, matahari, bulan, bintangnya semuanya hilang
musnah”.
“Sunyi senyap tatkala itu, kosong alam semesta, hanya Tuhan Sada Siwa yang ada yang bersifat tidak dapat dibayangkan, yang luput dari skala-niskala, berwujud gaib. Beliau disebut Tuhan seru
sekalian alam. Berkehendaklah beliau mengadakan ciptaan maka
timbullah empat unsur alam semesta itu, demikianlah terjadi”.
WEDA DAN MEKANIKA KUANTUM
Selanjutnya
hubungan Fisika dengan Weda adalah mengenai Mekanika kuantum memandang materi memiliki sifat
partikel dan gelombang. Disini dijelaskan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik
yang mana ditemukan oleh Schrodinger, Dengan persamaan Schrodinger diajukan
pada tahun 1925 oleh fisikawan Erwin Schrodinger (1887-1961).
Persamaan
ini pada awalnya merupakan jawaban dari dualisme partikel-gelombang yang lahir
dari gagasan de Broglie yang menggunakan persamaan kuantisasi cahaya Planck dan
prinsip fotolistrik Einstein untuk melakukan kuantisasi pada orbit elektron.
Disamping
Schrodinger, dua orang fisikawan lain yang
mengajukan teorinya masing-masing adalah;(1) Werner Heisenberg dengan Mekanika
Matriks dan (2) Paul Dirac dengan Aljabar Kuantum. Ketiga teori ini merupakan
tiga teori kuantum lengkap yang berbeda dan dikerjakan terpisah namun ketiganya
setara.
Teori
Schrodinger lebih sering digunakan karena rumusan matematisnya yang relatif
lebih sederhana. Meskipun mendapat kritikan persamaan Schrodinger diterima secara luas sebagai persamaan yang
menjadi postulat dasar mekanika kuantum.
Persamaan
Schrodinger merupakan persamaan pokok dalam mekanika kuantum – seperti halnya
hukum gerak kedua yang merupakan persamaan pokok dalam mekanika Newton – dan
seperti persamaan fisika umumnya persamaan Schrodinger berbentuk persamaan
diferensial. Walaupun rumusan matematis
persamaan Schrodinger lebih sederhana dibandingkan Mekanika Matriks dan Aljabar
Kuantum, pemecahan persamaan ini tetap membutuhkan pengetahuan matematika
lanjut.
Penerapan
persamaan Schrodinger pada sistem fisika memungkinkan kita mempelajari sistem
tersebut dengan ketelitian yang tinggi. Penerapan ini telah memungkinkan
perkembangan teknologi saat ini yang telah mencapai tingkatan nano.
Penerapan
ini sering melahirkan ramalan baru yang selanjutnya diuji dengan eksperimen.
Penemuan positron adalah salah satu ramalan yang kemudian terbukti.
Perkembangan teknologi dengan kecenderungan alat yang semakin kecil ukurannya
pada gilirannya akan menempatkan persamaan Schrodinger sebagai persamaan
sentral seperti halnya yang terjadi pada persamaan Newton selama ini.
Persamaan
Schrodinger, selanjutnya ditelaah oleh Maxwell,
dan diperolehlah nilai kecepatan cahaya diruang hampa yaitu sebesar c = 3×108m/dt,
sebagai dasar dari persamaan E = mc2
pada tahun 1905 oleh Albert Einstein. Dimana
m = massa dari partikel, c adalah kecepatan cahaya yang besarnya 3×108m/s
dan E adalah energi partikel. Persamaan ini juga sebagai dasar dari
terbentuknya teori relativitas.
Dalam
weda terdapat sloka yang menyatakan bahwa cahaya memiliki kecepatan tinggi,
termuat dalam Kitab Atharwa Weda VI.106.3 yang berbunyi sebagai berikut : “Suryasya rasmasyah para patanti asumat”
yang berarti Sinar Matahari
terpancar dengan kecepatan tinggi.
Sloka
ini pun terlihat jelas menyatakan bahwa cahaya memiliki kecepatan yang sangat
tinggi, belum ada suatu partikel atau benda yang bergerak melebihi kecepatan
cahaya.
Pandangan
dalam mekanika kuantum, tidak berbeda
dengan teori Tantra dan Veda, tentang nada dan bindhu. Jika diterjemahkan
secara kasar, nada berarti getaran atau vibrasi. Pada saat Brahma menciptakan
materi, nada adalah getaran yang diciptakan pertama kali dalam kesadaran kosmis
berpikir. Selanjutnya, secara literer bindhu berarti titik (partikel tanpa dimensi).
Menurut ajaran Tantra dan juga sains modern, ketika materi dianggap terpisah
dan kesadaran, materi tersebut dianggap teruat dan banyak bindhu. Itulah
sebabnya, Partyagatmananda menyebutkan bahwa setiap objek atau proses harus
dipelajari sebagai nadawise = azas gelombang, dan binduwise = azas
partikel. Nadawise berarti perlakuan sebagai gelombang sedangkan
binduwise berarti perlakuan sebagai partikel. Ini menunjukkan saat weda
diturunkan masalah dualism cahaya telah dibahas secara prisnsip dan sangat
cocok dengan konsep Mekanika Kuantum saat ini.
Demikian
pula disperse terhadap sinar matahari menjadi 7 macam warna pelangi, yaitu :
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Dispersi cahaya adalah
peristiwa penguraian cahaya putih, polikhromatik menjadi cahaya tunggal
monokromatik :me , ji, ku, hi, bi, ni, u) setelah melewati prisma karena adanya
pembelokan atau pembiasan cahaya. Ini membuktikan bahwa cahaya putih terdiri
dari cahaya dengan panjang gelombang
yang berbeda-beda, dari pendek ke panjang, ungu – ke merah.
Kitab
Weda juga menjelaskan bahwa sinar matahari itu terdispersi ke dalam 7 warna-warni
telah tercantum dalam Kitab Atharwa Weda
bab VII.107.1 sebagai berikut : “Ava divas tarayanti,sapta suryasa rasmayah”
yang berarti : Matahari
memiliki,tujuh buah sinar,mereka adalah sumber hujan.
Dari
sloka ini juga menyatakan bahwa matahari memilik 7 buah sinar dan dari ketujuh
sinar tersebut yang akan membuat terjadinya hujan. Dalam proses fisika cuaca,
matahari dengan sinarnya menyinari air dipermukaan bumi, laut-danau, kemudian
menguap ke udara menjadi awan, setalah berkondensasi akan turun kembali sebagai
hujan. Ini merupakan siklus hidrologi di bumi.
Berikut
beberapa sloka lainnya yang menjelaskan fenomena fisika ini antara lain :
(1) Kitab Atharwa Weda XIII.3.9, menyebutkan bahwa: “Matahari
mengambil air dalam bentuk uap ke langit”; (2) Kitab
Atharwa Weda VIII.107.1 menyebutkan bahwa:” (Sinar)
Matahari yang tujuh itu mengambil atau membawa air laut ke langit dan
kemudian menyebabkan hujan.
Demikianlah
dalam Weda telah dijelaskan fisika cuaca terjadinya hujan, pada siklus hidrologi .
Sebagai hukum kekekalan energy dan kekelan massa terkait dengan siklus
hidrologi. Semuanya
itu
sudah tertulis di Weda jauh mendahului zamannya. Itulah beberapa kaitan bidang:
metodologi penelitian. ilmu astronomi, fisika dengan pandangan agama hindu yang telah dimuat dalam
Weda.
I Putu Pudja
ipt_pudja@yahoo.com
===Di edit terakhir di Puri Gading, Jimbaran, 1
Agustus 2013-
No comments:
Post a Comment