“MENUJU PENCERAHAN DAN KEBAHAGIAAN”
Oleh : I Putu Pudja
Om Suastiastu,
Selamat Hari Saraswati
rekan-rekan sedarma, sambil menyongsong Paherwesi , akan kami coba menyampaikan
sebuah perbincangan yang sudah lama kami bincangkan dengan anak-anak
(taruna-taruni) kami di Sekolah Tainggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
yaitu tentang (1) kebodohan, dan (2) Pikiran, keceradasn dank e akuan.
![]() |
Tari Bidadari |
Masih ku ingat, seorang taruna
menanyakaj kepadaku tentang potongan cerita yang pernah mereka dengan, yaitu
tentang Bhagawan Wiasa yang sedang mengejar putranya di arela pertapaan beliau
di hutan. Dalam perngejaran tersebut beliau melihat putranya Sukadewa,
melintasi sebuah danau siang itu. Di danau tersebut beberapa bidadaris edang
amndi saat Suka dewa lewat, dan merekapun saling berbincang tanpa malu sama
sekali padahal Sukadewa lelaki, dan sang bidadari-bidadari itu wanita wanita
cantik sedang mandi.
Namun saat Wiasa melintasi danau
tersebut, para bidadari segera menutup badannya. Kejadian ini membuat Wiasa terkejut,
dan bertanya kepada mereka. Hai nona-nona kenapa kalian menutup tubuh kalian
saat aku lewat, sedangkan saat puteraku lewat kalian enak saja berbicang
dengannya tanpa pakaian sehelaipun.
Para bidadari menjawab bahwa :”Anakmu
sudah tidak membedakan lagi lelaki-perempuan, tidak membedakan satu makhluk
dengan makhluk lainnya” karena dia telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan.
Kataku, memang semuanya orang seharusnya
kalau mampu melaksanakan hal itu. Cerita itu juga pernah kudengar, itu hanya
belenggu ‘kebodohan’ yang menyebabkan kekeliruan Wiasa menanyakan hal itu.
Wiasa segera menyadarinya Menurutku semua
orang seharusnya mengembangkan perasaan seperti itu, perasaan “ sarvam khavidam Brahma” yang artinya
adalah Segala sesuatu adalah Brahman.
Wiasa menyadari kebodohannya, dan
lupa bahwa ia telah mengerti pencapaian putranya yang setiap hari memang sudah
tidak menggunakan pakaian lagi, bertelanjang hidup dihutan. Itulah terkadang
kita dipengaruhi secara dominan dari tiga hal yang mengonmtol kita yaitu unsur
: pikiran, kecerdasan dan keegoisan kita.
Pikiran kita akan menghasilkan
gagasan-gagasan yang akan menjadi keputusan hidup, yang akan diambil oleh
kecerdasan. Hanya saja terkadang kita sangat dikuasai oleh sifat keeegoisme
kita. Wiasa terlupa bahwa sedang berhadapan dengan bidadari, dan menyadari
dirinya di kuasai oleh egonya yang ‘cemburu’ melihat putanya dapat seenaknya
ngobrol dengan bidadari bidadari itu.
Kukatakan kepada anak-anakku,
bahwa pikiran (manas) harus tetap kita jaga sebagai sumber pencetus gagasan
gagasan agar muncul gagasan orisinil.Kecerdasan atau Widnyana, akan membatu
kita mengambil keputusan sebagai manifestasi dari gagasan yang telah dihasilkan
pikiran. Untuk mengendalikan keduanya memang relative mudah. Yang sangat sulit
adalah unsur egoism kita. Yang terkadang tidak mau kalah, atau tidak mau
menerima kekalahan, karena dia sangat dipengaruhi oleh indra kita yang
berhubungan langsung dengan dunia luar tubuh kita.
Unsur cemburu dank arena laporan
indra penglihatan, menjadikan Wiasa lupa dengan pencapaian putanya, kemolekan
tubuh bidadari menyeret dia bertanya, kenapa dia tidak bisa berbincang bebas
seperti putranya, kok para bidadari harus menutupi badanya segala. Mengningat
bhagawan juga manusia yang bisa tertarik dengan kecantikan dan kemolekan tubuh.
Itulah godaan dari Indra yang
memperngaruhi perkataan untuk melakukan pertanyaan demikian. Namun setalah
menyadari apa yang ditanyakannya Wiasa segera ingat dengan belum sempurnyanya
kondisi “ sarvam khavidam Brahma”.
Nah bagaimana dengan kalian, apa
masih terpengaruh oleh Indra kalian kutanyakan kepada mereka. Secara serentak
mereka mengatakan bahwa mereka masihs
angat dipengaruhi oleh indranya. Akupun mengatakan itu adalah normal, dan
sangat normal apalagi pada usia kalian yang sedemikian mudanya. Apalagi melihat
bidadari mandi, melihat cewek cantik saja kalian sudah salah tingkah .
Nah itupun membuktikan bahwa
betapa sulitnya mencapai masalah kesempurnaan, mencapai kebebasan dan
kesempurnaan itu dan selalu menganggap segalanya sebagai Brahman. Itu sangat
sejalan dengan Tatwam Asi.
Proses pencapaian kebahagiaan dan
pencerahan itu, perlu dilatih secara perlahan. Dengan mengembangkan dari
pikiran kita gagasan-gagasan yang positif yang tidak merugikan orang lain.
Mengembangkan kecerdasan yang positif sehingga akan menghasilkan keputusan
keputusan hidup yang positif. Buakkan pernah aku katakana bahwa pikiran positif
akan merefleksikan hal-hal yang baik kembali kepada diri kita.
Demikian pula gagasan yang
dijadikan sebagai keputusan yang baik akan memantulkan kembali kebaikan kepada
kita dari orang yang menjalankan keputusan itu. Proses pikiran-kecerdasan dan
keegoisan ini sepatutnya kalian dapat kelola dengan baik, jangan sampai keegoisan
yang sangat dipengaruhi oleh indra akan menganggu keputusan-keputusan yang
dihasilkannya.
Manajemen kalbu juga sangat
diperlukan disini bagai mana kita mngendalikan dengan baik dan benar manasika,
wacika dan kayika kita, serta mengelola dengan seimbang sejalan dengan umur
kita antara pikiran, kecerdasan dan keegoisan kita, jangan sampai yang satu
mendominasi yang lainnya. Kelolalah dengan seimbang sesuai dengan desa, kala,
patra –tempat, waktu dan situasi kondisi-. Ingatlah kebahagiaan itu hak semua
insan. Bukankan Tuhan telah bersabda ”Kuciptakan
engkau – dari yadnyaKu- berpasangan, untuk beranak pinak dan mencapai kebahagiaan”.
Para pembaca yang budiman, kalau
boleh kami bertanya apakah yang sedang menimpa perpolitikan Indonesia sekarang
boleh terjadi karena ketidak seimbangan para politikus kita dalam mengelola
keseimbangan: manacika, wacika dan katika mereka, serta ketidak seimbangan atau
bahkan kepiawaian memanfaatkan unsur egoism mereka mempengaruhi unsur pikiran dan kecerdasan untuk membuat
gagasan dan membuat keputusan-keputusan yang memenangkan kelompok mereka. Ataukah
mereka sedang diderai ‘kebodohan’ politik.
Terkait dengan itu, Nah untuk
memilih wakil rakyat nantinya tentu kita harus juga bisa memilah orang-orang
yang memiliki pikiran, kecerdasan dan keegoisan yang mantap. Apakah anda
memenuhi sayart, kalau iya ada baiknya dipikirkan untuk menjadi wakil rakyant
berikutnya yang memiliki pikiran, kecerdasa yang baik,s erta keegoisan yang
positif.
Om Canti, Canti, Canti Om
Puri Gading, Banyupinaruh, 5
Oktober 2014.
No comments:
Post a Comment