PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Saturday, October 4, 2014

Perbincangan 26 : Tentang Pencerahan dan Kebahagiaan.




“MENUJU PENCERAHAN DAN KEBAHAGIAAN”

Oleh : I Putu Pudja

Om Suastiastu,

Selamat Hari Saraswati rekan-rekan sedarma, sambil menyongsong Paherwesi , akan kami coba menyampaikan sebuah perbincangan yang sudah lama kami bincangkan dengan anak-anak (taruna-taruni) kami di Sekolah Tainggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, yaitu tentang (1) kebodohan, dan (2) Pikiran, keceradasn dank e akuan.

Tari Bidadari
Masih ku ingat, seorang taruna menanyakaj kepadaku tentang potongan cerita yang pernah mereka dengan, yaitu tentang Bhagawan Wiasa yang sedang mengejar putranya di arela pertapaan beliau di hutan. Dalam perngejaran tersebut beliau melihat putranya Sukadewa, melintasi sebuah danau siang itu. Di danau tersebut beberapa bidadaris edang amndi saat Suka dewa lewat, dan merekapun saling berbincang tanpa malu sama sekali padahal Sukadewa lelaki, dan sang bidadari-bidadari itu wanita wanita cantik sedang mandi.

Namun saat Wiasa melintasi danau tersebut, para bidadari segera menutup badannya. Kejadian ini membuat Wiasa terkejut, dan bertanya kepada mereka. Hai nona-nona kenapa kalian menutup tubuh kalian saat aku lewat, sedangkan saat puteraku lewat kalian enak saja berbicang dengannya tanpa pakaian sehelaipun.

Para bidadari menjawab bahwa :”Anakmu sudah tidak membedakan lagi lelaki-perempuan, tidak membedakan satu makhluk dengan makhluk lainnya” karena dia telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. 

Kataku, memang semuanya orang seharusnya kalau mampu melaksanakan hal itu. Cerita itu juga pernah kudengar, itu hanya belenggu ‘kebodohan’ yang menyebabkan kekeliruan Wiasa menanyakan hal itu. Wiasa segera menyadarinya  Menurutku semua orang seharusnya mengembangkan perasaan seperti itu, perasaan “ sarvam khavidam Brahma” yang artinya adalah Segala sesuatu adalah Brahman.
Wiasa menyadari kebodohannya, dan lupa bahwa ia telah mengerti pencapaian putranya yang setiap hari memang sudah tidak menggunakan pakaian lagi, bertelanjang hidup dihutan. Itulah terkadang kita dipengaruhi secara dominan dari tiga hal yang mengonmtol kita yaitu unsur : pikiran, kecerdasan dan keegoisan kita.

Pikiran kita akan menghasilkan gagasan-gagasan yang akan menjadi keputusan hidup, yang akan diambil oleh kecerdasan. Hanya saja terkadang kita sangat dikuasai oleh sifat keeegoisme kita. Wiasa terlupa bahwa sedang berhadapan dengan bidadari, dan menyadari dirinya di kuasai oleh egonya yang ‘cemburu’ melihat putanya dapat seenaknya ngobrol dengan bidadari bidadari itu.

Kukatakan kepada anak-anakku, bahwa pikiran (manas) harus tetap kita jaga sebagai sumber pencetus gagasan gagasan agar muncul gagasan orisinil.Kecerdasan atau Widnyana, akan membatu kita mengambil keputusan sebagai manifestasi dari gagasan yang telah dihasilkan pikiran. Untuk mengendalikan keduanya memang relative mudah. Yang sangat sulit adalah unsur egoism kita. Yang terkadang tidak mau kalah, atau tidak mau menerima kekalahan, karena dia sangat dipengaruhi oleh indra kita yang berhubungan langsung dengan dunia luar tubuh kita.

Unsur cemburu dank arena laporan indra penglihatan, menjadikan Wiasa lupa dengan pencapaian putanya, kemolekan tubuh bidadari menyeret dia bertanya, kenapa dia tidak bisa berbincang bebas seperti putranya, kok para bidadari harus menutupi badanya segala. Mengningat bhagawan juga manusia yang bisa tertarik dengan kecantikan dan kemolekan tubuh.

Itulah godaan dari Indra yang memperngaruhi perkataan untuk melakukan pertanyaan demikian. Namun setalah menyadari apa yang ditanyakannya Wiasa segera ingat dengan belum sempurnyanya kondisi “ sarvam khavidam Brahma”.

Nah bagaimana dengan kalian, apa masih terpengaruh oleh Indra kalian kutanyakan kepada mereka. Secara serentak mereka mengatakan bahwa mereka  masihs angat dipengaruhi oleh indranya. Akupun mengatakan itu adalah normal, dan sangat normal apalagi pada usia kalian yang sedemikian mudanya. Apalagi melihat bidadari mandi, melihat cewek cantik saja kalian sudah salah tingkah .

Nah itupun membuktikan bahwa betapa sulitnya mencapai masalah kesempurnaan, mencapai kebebasan dan kesempurnaan itu dan selalu menganggap segalanya sebagai Brahman. Itu sangat sejalan dengan Tatwam Asi.

Proses pencapaian kebahagiaan dan pencerahan itu, perlu dilatih secara perlahan. Dengan mengembangkan dari pikiran kita gagasan-gagasan yang positif yang tidak merugikan orang lain. Mengembangkan kecerdasan yang positif sehingga akan menghasilkan keputusan keputusan hidup yang positif. Buakkan pernah aku katakana bahwa pikiran positif akan merefleksikan hal-hal yang baik kembali kepada diri kita.
 
Demikian pula gagasan yang dijadikan sebagai keputusan yang baik akan memantulkan kembali kebaikan kepada kita dari orang yang menjalankan keputusan itu. Proses pikiran-kecerdasan dan keegoisan ini sepatutnya kalian dapat kelola dengan baik, jangan sampai keegoisan yang sangat dipengaruhi oleh indra akan menganggu keputusan-keputusan yang dihasilkannya.

Manajemen kalbu juga sangat diperlukan disini bagai mana kita mngendalikan dengan baik dan benar manasika, wacika dan kayika kita, serta mengelola dengan seimbang sejalan dengan umur kita antara pikiran, kecerdasan dan keegoisan kita, jangan sampai yang satu mendominasi yang lainnya. Kelolalah dengan seimbang sesuai dengan desa, kala, patra –tempat, waktu dan situasi kondisi-. Ingatlah kebahagiaan itu hak semua insan. Bukankan Tuhan telah bersabda  ”Kuciptakan engkau – dari yadnyaKu- berpasangan, untuk beranak pinak dan mencapai kebahagiaan”.

Para pembaca yang budiman, kalau boleh kami bertanya apakah yang sedang menimpa perpolitikan Indonesia sekarang boleh terjadi karena ketidak seimbangan para politikus kita dalam mengelola keseimbangan: manacika, wacika dan katika mereka, serta ketidak seimbangan atau bahkan kepiawaian memanfaatkan unsur egoism mereka mempengaruhi  unsur pikiran dan kecerdasan untuk membuat gagasan dan membuat keputusan-keputusan yang memenangkan kelompok mereka. Ataukah mereka sedang diderai ‘kebodohan’ politik. 

Terkait dengan itu, Nah untuk memilih wakil rakyat nantinya tentu kita harus juga bisa memilah orang-orang yang memiliki pikiran, kecerdasan dan keegoisan yang mantap. Apakah anda memenuhi sayart, kalau iya ada baiknya dipikirkan untuk menjadi wakil rakyant berikutnya yang memiliki pikiran, kecerdasa yang baik,s erta keegoisan yang positif.

Om Canti, Canti, Canti Om
Puri Gading, Banyupinaruh, 5 Oktober 2014.

No comments:

Post a Comment