“SAMSARA JALAN SPIRAL MENUJU NYA”
I Putu Pudja
![]() |
Memang Sulit Mencapai Puncak |
Pagi tiu kebetulan libur, agak
siangan aki duduk-duduk di Bale bengong sambil menikmati secangkir kopi dan
beberapa potong ‘gegodoh’ atau pisang goreng yang dibeli bersama sarapan tadi
paginya. Beberapa burung liar bersutan dengan burung perenjak tetangga yang
sedang rajinnya berkicau. Memang sejuk sekali pagi itu. Pagi musim kemarau yang
masing menghiasi alam Indonesia. Dua muridku datang, kupersilahkan membuat
minum sendiri. Maklum aku lagi sendirian.
Kulihat tak lama kemudian mereka
telah masing-masing membawa kopi white yang lagi ngeterend. Aku sendiri lebih
suka kopi kapucino, lalu kami duduk bertiga di Bale Bengong sambil menikmati
kicauan burung, melihat-lihat manga lali jiwo yang sudah hamper tua bergelayutan
dihembus angina. Kupersilahkan mereka menikmati pisang goreng yang tersedia.
Enak suasana begini, kukatakan
kepada mereka, bahwa suasana begini enak dibawa dalam lamunan, dan sering
membuat kerinduan semakind alam untuk ‘ingin pulang’ kataku. Muridku Bambang
memulai nyeletuk. “Iya guru bagaimana kalau pagi ini kita berdiskusi masalah
yang santai saja, tapi masih dalam perbincangan agama, aku maih pusing belajar
fisika dan matematika untuk Ujian Akhir Semester”.
“Contohnya apa itu, kayanya aku selalu
mengemas perbincangan kita dengan santai, dengan sederhana sesederhana
pengetahuan guru tentang agama ini” Kataku. Memang aku tidak mempunyai
pendidikan formal agama yang mumpuni. Aku hanya belajar dari kegemaranku
membeli buku agama dan kesenanganku membaca.
“Bicara masalah samsara saja
guru” kata muridku De Erlin. “Oke akan guru coba mengingat ngingat tentang
samsara itu. Dan mengamasnya dengan perbincangan sederhana”.
Banyak orang yang kembali pulang
. Seperti yang teruang dalam Mandukya Upanisad. Pulang disini dikatakan sebagai
pulang kedjati diri sendiri, mencari Tuhan tidak perlu jauh-jauh. “Bukankah
Tuhan itu Wiyapi wyapaka dan nirwikara”. Nah dari sana kita ingat samsara itu
sebenarnya ‘sepiral’ perjalanan kehidupan menuju kebahagiaan abadi, setiap
lingkatannya ada sebagian di alam ini sebagai kelahiran, dan di alam lain
senagai kehidupan setelah kematian.
“Oh itu toh maksudnya guru”
celetuk Bambang. Terus bagaimana kaitannya dengan keinginan pulang. Keinginan
pulang seseorang itu sebagai kiasan, ingin mencapai kebahagiaan abadi, menyatu
dengan asalnya. Namun sang buah karma yang sudah matang akan membawanya ke
takdir, dan mengikatnya untuk kembali lahir didunia. Jadi ada tarikan pala
karma itu untuk kembali dilahirkan kedunia ini, dengan membawa takdirnya
sedniri, berupa kesenangan atau kedukaan, yaitu suka dan duka.
Kita melaksanakan semuanya itu
dalam dimensi ruang dan waktu. Antara buta dan kala. Yang akan selalu siap
menjerumuskan kita untuk terlena dan selalu tergoda dengan nikmatnya dunia ini,
sehingga kita bisa-bisa terikat lebih kuat lagi dengan dunia ini. Nah disana
klunya, yang perlu kita ingat. Beberapa orang bijak mengatakan betapa ‘jaha’
nya sang kala (waktu) akan menyeret kita ke hal yang tidak kita harapkan, walau
kita sudah berbuat yang baik.
“Bagaimana cara kita untuk pulang
kembali itu, yang diwajibkan guru” Kata De Erli lagi.
Kembali kepada petuah Krisna
dalam Mahabharata, yang terhimpun dalam Bagawad Gitta, pernah guru baca cara
itu ada tiga yaitu : (1) dengan selalu medekatkan diri kepada Tuhan, (2)
melakukan prilaku baik, terkait dengan trikaya parisuda, berfikir, berkata dan
bertinda yang baik –intinya kita melalukan pengendalian diri terkait dengan
fikiran, perkataan dan tindakan-; dan (3) selalu berlindung kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Menurut guru hanya ada dua jalan kalau kita perhatikan secara seksama
ketiganya, yaitu :focus kepada Tuhan, untuk tujuan dan perlindungan, dan
pengendalian diri dalam kehidupan ini. Pengendalian diri ini sering disebut
dengan Yoga.
Cara itu tidak akan mudah kita
lakukan karena adanya samkara, hal-hal yang akan dapat melencengkan apa yang
kita perbuat. Dengan sang kala ia akan mempengaruhi manusia yang memang suka
khilap. Dia akan menjadi penghalang rohani kita. Itu kalau kita golongkan ada
empat golongan penghalang , yaitu : (1) keserakahan, (2) kebencian, (3)
kecintaan duniawi, dan (4) kekurang yakinan akan Tuhan.
Dalam keserakahan sangat banyak
sifat yang dipunyai manusia. Dia bisa menghalalkan segala cara untuk mencari
artha atau kama tanpa mempedomani dharma. Serakah untuk jabatan atau sebutan.
Yang kerja akan serakah dengan jabatan, yang masih sekolah senang disebut
dengan sebutan A misalnya walau dia capai dengan cara yang tidak baik. Hehehehe
Kebencian apalagi. Terkadang kita
memiliki sifat yang tidak baik memelihara kebencian yang tidak beralasan,
terkadang kita benci dengan orang sukses, kita senang dengan kesusahan orang
dan lain sebagainya.
Kalau jujur kita katakana kedua
dari yang kita bahas diatas adalah keterikatan kita dengan duniawi, dank arena keterikatan
inipun membuat ketakutan kita akan kematian. Itu yang dimaksudkan dengan
keterikatan kita dengan duniawi. Dan yang terakhir apalagi, kalau kita tidak meyakininya
keberadaannya, bagaimana kita bisa kembali kepadanya. Sangat sederhana
sebenarnya.
“Nah dimana letak
kesederhanaannya guru” sahut Bambang lagi.
Sekali lagi kukatakan bahwa
samsara itu merupakan siklus dalam spiral yang hanya dibatasi pada titik tembus
pada bidang batas sebuah bidang semu. Kita akan selalu melalui titik tembus
yang kita sebut dengan lahir atau mati. Lahir dan mati akan membawa takdirnya
sendiri yang kita sebutkan dengan buah karma yang sudah mateng dan dipanen.
Kalau kita melihat spiral yang
tegak seharusnya kita pada setiap siklus dalam kembali pulang harusnya menuju
lingkaran yang lebih tinggi, sampai pada ke puncak kebahagiaan abadi, yang
sering kita sebutkan sebagai moksa. Upaya dan kerjakeras selama perjalanan itu
terutama di alam nyata ini kita sebutkan dengan purusarta.
Purusarta akan selalu mendapat
kendala diantaranya yang disebutkan sebagai empat penghalang rohani di atas.
Ketiga cara pendekatan diatas dalam perbincangan sebelumya juga kita bincangakn
sebagai tiga manusia pencari Tuhan. Atau keduanya kitas sebut saja sebagai tiga
jalan untuk pulang kembali. Tiga jalan untuk memupuk karma agar menghasilman
pahala yang manis, dan takdir yang lebih banyak suka dari pada dukanya.
Nah Tuhan telah menciptakan jalan
di dunianya. Hanya maukah kita masuk ke dunianya, atau tetap cinta dengan dunia
yang dibentuk manusia yang akan terus mengungkungnya untuk tetap bertahan dan
terikat. Semua pilihan ada pada kalian. Tuhan hanya menyiapkan semuanya pilihan
ada pada kalian sendiri. Berapa putaran yang akan kita lalui, apakah bidang
batas spiral itu condong ke kehidupan ini apa condong kekehidupan lain, itupun
kita yang menentukannya.
“Nah disanalah letak
keserhanakannya, dan walau ingin berbicang santai rupanya tidak bisa kita
hindarkan tetap saja agak berat ya Bang” kataku. “Iya guru, cukup santai menurut ku” Kata De
Erlin. Dan bisa di copy.
“Nah kau bagaimana Bambang, apa
bisa di copy” sengaja kupakai istilahnya yang sering dia pakai dalam
berkomunikasi di SSB –Single Side Band- yang biasa dipakai pertukaran data pada
saat itu. Sekarang kelihatannya sudah semuanya komputerisasi. “Oke guru bisa di
copy: kata Bambang. Dan diiringi dengan
derai tawa bersama Hahahahahahahaha sebagai terapi dan relaksasi menghadapi
UAs.
Sambil melanjutkan menyertuput
kopi dan mencicipi gegodoh pisang yang tersedia, kami sudahi perbincangan pagi
ini. Hari sudah siang, kalian tentu akan berbegas melaksanakan Tri Sandya.
Sambail merapikan gelas dan piring gegodh, mereka pamit langsung setelah sempat
mampir di dapur.
Om Canti, Canti, Canti Om.
Puri Gading, Media September 2014
No comments:
Post a Comment