PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Saturday, September 13, 2014

Perbincangan 23 : Samsara, Jalan Spiral mencapai puncak.



“SAMSARA JALAN SPIRAL MENUJU NYA”

I Putu Pudja

Memang Sulit Mencapai Puncak
Pagi tiu kebetulan libur, agak siangan aki duduk-duduk di Bale bengong sambil menikmati secangkir kopi dan beberapa potong ‘gegodoh’ atau pisang goreng yang dibeli bersama sarapan tadi paginya. Beberapa burung liar bersutan dengan burung perenjak tetangga yang sedang rajinnya berkicau. Memang sejuk sekali pagi itu. Pagi musim kemarau yang masing menghiasi alam Indonesia. Dua muridku datang, kupersilahkan membuat minum sendiri. Maklum aku lagi sendirian.
Kulihat tak lama kemudian mereka telah masing-masing membawa kopi white yang lagi ngeterend. Aku sendiri lebih suka kopi kapucino, lalu kami duduk bertiga di Bale Bengong sambil menikmati kicauan burung, melihat-lihat manga lali jiwo yang sudah hamper tua bergelayutan dihembus angina. Kupersilahkan mereka menikmati pisang goreng yang tersedia.
Enak suasana begini, kukatakan kepada mereka, bahwa suasana begini enak dibawa dalam lamunan, dan sering membuat kerinduan semakind alam untuk ‘ingin pulang’ kataku. Muridku Bambang memulai nyeletuk. “Iya guru bagaimana kalau pagi ini kita berdiskusi masalah yang santai saja, tapi masih dalam perbincangan agama, aku maih pusing belajar fisika dan matematika untuk Ujian Akhir Semester”.
“Contohnya apa itu, kayanya aku selalu mengemas perbincangan kita dengan santai, dengan sederhana sesederhana pengetahuan guru tentang agama ini” Kataku. Memang aku tidak mempunyai pendidikan formal agama yang mumpuni. Aku hanya belajar dari kegemaranku membeli buku agama dan kesenanganku membaca.
“Bicara masalah samsara saja guru” kata muridku De Erlin. “Oke akan guru coba mengingat ngingat tentang samsara itu. Dan mengamasnya dengan perbincangan sederhana”.
Banyak orang yang kembali pulang . Seperti yang teruang dalam Mandukya Upanisad. Pulang disini dikatakan sebagai pulang kedjati diri sendiri, mencari Tuhan tidak perlu jauh-jauh. “Bukankah Tuhan itu Wiyapi wyapaka dan nirwikara”. Nah dari sana kita ingat samsara itu sebenarnya ‘sepiral’ perjalanan kehidupan menuju kebahagiaan abadi, setiap lingkatannya ada sebagian di alam ini sebagai kelahiran, dan di alam lain senagai kehidupan setelah kematian.
“Oh itu toh maksudnya guru” celetuk Bambang. Terus bagaimana kaitannya dengan keinginan pulang. Keinginan pulang seseorang itu sebagai kiasan, ingin mencapai kebahagiaan abadi, menyatu dengan asalnya. Namun sang buah karma yang sudah matang akan membawanya ke takdir, dan mengikatnya untuk kembali lahir didunia. Jadi ada tarikan pala karma itu untuk kembali dilahirkan kedunia ini, dengan membawa takdirnya sedniri, berupa kesenangan atau kedukaan, yaitu suka dan duka.
Kita melaksanakan semuanya itu dalam dimensi ruang dan waktu. Antara buta dan kala. Yang akan selalu siap menjerumuskan kita untuk terlena dan selalu tergoda dengan nikmatnya dunia ini, sehingga kita bisa-bisa terikat lebih kuat lagi dengan dunia ini. Nah disana klunya, yang perlu kita ingat. Beberapa orang bijak mengatakan betapa ‘jaha’ nya sang kala (waktu) akan menyeret kita ke hal yang tidak kita harapkan, walau kita sudah berbuat yang baik.
“Bagaimana cara kita untuk pulang kembali itu, yang diwajibkan guru” Kata De Erli lagi.
Kembali kepada petuah Krisna dalam Mahabharata, yang terhimpun dalam Bagawad Gitta, pernah guru baca cara itu ada tiga yaitu : (1) dengan selalu medekatkan diri kepada Tuhan, (2) melakukan prilaku baik, terkait dengan trikaya parisuda, berfikir, berkata dan bertinda yang baik –intinya kita melalukan pengendalian diri terkait dengan fikiran, perkataan dan tindakan-; dan (3) selalu berlindung kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut guru hanya ada dua jalan kalau kita perhatikan secara seksama ketiganya, yaitu :focus kepada Tuhan, untuk tujuan dan perlindungan, dan pengendalian diri dalam kehidupan ini. Pengendalian diri ini sering disebut dengan Yoga.
Cara itu tidak akan mudah kita lakukan karena adanya samkara, hal-hal yang akan dapat melencengkan apa yang kita perbuat. Dengan sang kala ia akan mempengaruhi manusia yang memang suka khilap. Dia akan menjadi penghalang rohani kita. Itu kalau kita golongkan ada empat golongan penghalang , yaitu : (1) keserakahan, (2) kebencian, (3) kecintaan duniawi, dan (4) kekurang yakinan akan Tuhan.
Dalam keserakahan sangat banyak sifat yang dipunyai manusia. Dia bisa menghalalkan segala cara untuk mencari artha atau kama tanpa mempedomani dharma. Serakah untuk jabatan atau sebutan. Yang kerja akan serakah dengan jabatan, yang masih sekolah senang disebut dengan sebutan A misalnya walau dia capai dengan cara yang tidak baik. Hehehehe
Kebencian apalagi. Terkadang kita memiliki sifat yang tidak baik memelihara kebencian yang tidak beralasan, terkadang kita benci dengan orang sukses, kita senang dengan kesusahan orang dan lain sebagainya.
Kalau jujur kita katakana kedua dari yang kita bahas diatas adalah keterikatan kita dengan duniawi, dank arena keterikatan inipun membuat ketakutan kita akan kematian. Itu yang dimaksudkan dengan keterikatan kita dengan duniawi. Dan yang terakhir apalagi, kalau kita tidak meyakininya keberadaannya, bagaimana kita bisa kembali kepadanya. Sangat sederhana sebenarnya.
“Nah dimana letak kesederhanaannya guru” sahut Bambang lagi.
Sekali lagi kukatakan bahwa samsara itu merupakan siklus dalam spiral yang hanya dibatasi pada titik tembus pada bidang batas sebuah bidang semu. Kita akan selalu melalui titik tembus yang kita sebut dengan lahir atau mati. Lahir dan mati akan membawa takdirnya sendiri yang kita sebutkan dengan buah karma yang sudah mateng dan dipanen.
Kalau kita melihat spiral yang tegak seharusnya kita pada setiap siklus dalam kembali pulang harusnya menuju lingkaran yang lebih tinggi, sampai pada ke puncak kebahagiaan abadi, yang sering kita sebutkan sebagai moksa. Upaya dan kerjakeras selama perjalanan itu terutama di alam nyata ini kita sebutkan dengan purusarta.
Purusarta akan selalu mendapat kendala diantaranya yang disebutkan sebagai empat penghalang rohani di atas. Ketiga cara pendekatan diatas dalam perbincangan sebelumya juga kita bincangakn sebagai tiga manusia pencari Tuhan. Atau keduanya kitas sebut saja sebagai tiga jalan untuk pulang kembali. Tiga jalan untuk memupuk karma agar menghasilman pahala yang manis, dan takdir yang lebih banyak suka dari pada dukanya.
Nah Tuhan telah menciptakan jalan di dunianya. Hanya maukah kita masuk ke dunianya, atau tetap cinta dengan dunia yang dibentuk manusia yang akan terus mengungkungnya untuk tetap bertahan dan terikat. Semua pilihan ada pada kalian. Tuhan hanya menyiapkan semuanya pilihan ada pada kalian sendiri. Berapa putaran yang akan kita lalui, apakah bidang batas spiral itu condong ke kehidupan ini apa condong kekehidupan lain, itupun kita yang menentukannya.
“Nah disanalah letak keserhanakannya, dan walau ingin berbicang santai rupanya tidak bisa kita hindarkan tetap saja agak berat ya Bang” kataku.  “Iya guru, cukup santai menurut ku” Kata De Erlin.  Dan bisa di copy.
“Nah kau bagaimana Bambang, apa bisa di copy” sengaja kupakai istilahnya yang sering dia pakai dalam berkomunikasi di SSB –Single Side Band- yang biasa dipakai pertukaran data pada saat itu. Sekarang kelihatannya sudah semuanya komputerisasi. “Oke guru bisa di copy: kata Bambang.  Dan diiringi dengan derai tawa bersama Hahahahahahahaha sebagai terapi dan relaksasi menghadapi UAs.
Sambil melanjutkan menyertuput kopi dan mencicipi gegodoh pisang yang tersedia, kami sudahi perbincangan pagi ini. Hari sudah siang, kalian tentu akan berbegas melaksanakan Tri Sandya. Sambail merapikan gelas dan piring gegodh, mereka pamit langsung setelah sempat mampir di dapur.
Om Canti, Canti, Canti Om.
Puri Gading, Media September 2014

No comments:

Post a Comment