“MANAJEMEN KALBU”
Oleh : I Putu Pudja
Om Suastuiastu.
Bale Bengong ( www.google.co.id) |
Seorang mengatakan bahwa : “bukankan dalam politik ‘kebohongan’
seakan sudah dimaklumi”. Nah ketika aku datang mereka terdiam, seakan mereka
tahu aku mendengarkan sedari radi perbincangannya. Teruskan aku bilang, namun
mereka meminta pendapatku tentang hal itu. Kaupun mengambil tempat duduk dengan
segelas kopi capucino masih ditangan yang baru aku buat, maklum sore-sore
begini taka da orang di rumah.
Kukatakan kepada merekabahwa aku tidak akan membahas masalah
janji politik, pilpres ataupun pileg. Namun aku akan mencoba membahas sisi
kecil manajemen kalbu, tepatnya kali manajemen hati.
Mungkin kalian ingat - aku mulai dengan bertanya kepada
mereka- bahwa sejatinya politik itu mulia, namun orang-orang yang sebagai
pelakunyalah yang ‘kotor’ yang sering mengumbar janji dan tidak menepatinya,
berkata A tetaoi sejatinya yang ada kondisi B. Itu yang menyebabkannya dianggap
suka ber’bohong’. Mungkin itu strategi
kataku.
Manusia itu merupakan makhluk individu, yang egois,
mementingkan diri sendiri, kalau dikaitkan dengan hokum karma mungkin sangat
ebnar anggapan individu ini, sekaligus manusia juga merupakan makhluk social yang
tidak akan bisa hidup sendiri. Dalam kesehariannya masih memerlukan orang lain.
Diibaratkan seperti ‘golok’ yang patah gagangnya, dia akan memerlukan ‘golok’
lain untuk memperbaiki gagangnya. Atau sepeti mata kemasukan debu, pasti kita
akan membutuhkan bantuan orang lain untuk meniupnya.
“Lho kok kesana jadinya Guru, padahal kita sedang menceritakan
janji ‘satya wacana’ guru” sahut seorang muridku. Ya benar demikian, tapi aku
berikan ilustrasi dulu agar nantinya klop dengan apa yang sedang kita
bicarakan.
Mungkin kalian masih sangat ingat Tr Kaya Parisuda, yaitu
tiga kaya (=karya, kerja) yang harus kita sucikan, yaitu proses : berfikir,
berkata, dan bertindak. Dikaitkan dengan fungsi manajemen maka ketiganya akan
merupakan rangkaian proses : perencanaan, pengorganisasian, aktualisan, dan
kontroling, atau dan monitoring dan evaluasi. Proses perencanaan akan dimulai
dalam proses berfikir, pengorganisasian merupakan proses berkata atau dengan
perintah dalam kata-kata, diskusi dalam kata-kata, eksekusi sebagai aktualisasi pengorganisasian
ke dalam langkah melaksanakan pekerjaan merupakan langkah tindakan, itu akan
merupakan proses tindakan. Kembai ke kontor, monitoring dan evaluasi merupakan
proses berfikir, sehingga sikulu ini akan berputar terus, yang seharusnya
semakin lama semakin baik dan benar. Semuanya itu akan terkontrol oleh kalbu,
hati nurani kita.
Juga sangat tergantung pada posisi kita dimana, terkadang
sebagai ekskutor ada kalanya kita tidak ikut proses perencanaan namun walau
tidak berkenan dihati, dengan terpaksa harus kita lakukan, sehingga konflik
batin dalam hal ini akan terjadi. Mengingat semuanya tidak bisa dilakukan
sendiri terlebih dalam sebuah organisasi. Makanya tidaklah salah dalam kesatuan
Tentara Nasional Indonesia, tetap harus ada pemikir yaitu para perwira,
pengorganisasian pada perwira menengah, dan ekskutor ada pada tingkatan bintara
dan prajurit. Walau sejatinya tidak saklek begitu pembagiannya, yang jelas
semakin ke atas tingkatannya akan lebih banyak menggunakan fikiran, nalar, dan
semakin ke bawah tingkatannya lebih banyak menggunakan tenaga, otot sebagai
pelaksana perintah.
Manusia sebagai makhluk social dalam melakasanakan keinginannya
memang sering memanfaatkan orang lain, sehingga akan lebih baik kita akan
mengerjakan pekerjaan sebaik dan sebenar mungkin sesuai dengan swa dharma kita.
Beberapa sloka maupun pendapat orang bijak mengatakan,
peliharalah pikiran kalian agar darinya tercipta perkataan yang baik dan benar,
dan jagalah perkataan kalian karena darinya akan tercipta tindakan yang kalian lakukan.
Nah antara pikiran, bicara dan tindakan sebenarnya dalam sloka atau pendapat
orang bijak ini sebuah siklus sama dengan siklu organisasi, yang dikenalikan
oleh manajemen kalbu.
Tindakan yang keliru –saya tak bilang jahat- sebenarnya telah
tercipta saat kalian masih memikirkannya, makanya jagalah pikiran, bicara dan
tindakan kalian. Mengingat kalian hidup dalam masyarakat sebagai makhluk social
jangan sampai merugikan orang lain, Memang sulit memanage hati atau kalbu
kalian, karena Tuhan selalu menciptakan rwa bhineda, pasti akan saling
mendominasi antara baik dan buruk, sehingga kembali tugas manajemen kalbu kita
yang memilahnya, sehingga selalu masih bernilai positif, walau mungkin tidak
selalu mempunyai nilai maksimal.
Nah diakitkan dengan janji presiden terpilih, kita tidak
boleh berburuk sangka, demikian pula dengan calon presiden yang kalah tidak
perlu kita merendahkannya. Untuk yang terpilih kita tunggu satya wacana nya,
apakah ia akan dapat merealisasikan semua janjinya. Sudah barang tentu tidak
semua akan terlaksana dalam waktu hanya lima tahun, yang penting harus membawa
perbaikan dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam manajemen kalbu ini, yang
kita dengat dengan program yang mereka janjikan dengan revolusi mentalnya.
Mungkin tepatnya jangan revolusi, kedengarannya kok gawat, apa tidak lebih baik
dengan Reformasi Kalbu. Itu sih usul guru saja.
Calon presiden yang kalah dalam pilpres, patut kita tetap
hargai, karena banyak bisa kita pelajari dari mereka. Minimal bagaimana
memperjuangkan demokrasi agar berjalan lebih baik. Ada keberanian untuk
memprotes ketidak benaran minimal dalam pelaksanaan pemilu, sehingga kedepannya
tidak ada lagi yang bermain-main dalam pemilu, tentunya kalau masih ada
kekurangan disana sini.
Jadi sejatinya dalam Agama Hindu, kita telah diajarkan sangat
mendasar manajemen kalbu, dengan Tri Kaya Parisuda, sebuah proses siklus karya
atau perbuatan yang selalu diharapkan menjadi lebih baik dalam kehidupan kita,
dikaitkan dengan reinkarnasi hendaknya kita selalu dapat naik anak tangga
menuju tujuan hidup umat Hindu, kita harus menerapkan Tri Kaya Parisudha dalam
memperjuangkan Catur Purusarta, memperjuangkan atau mencari : arta, untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan social kita; kama, kepuasan yang perlu dikejar sebagai
target agar kita termotivasi, dan bersemangat dalam hidup, serta kebahagiaan
abadi yaitu mokhsa yang merupakan goal terakhir tujuan hidup umat hindu. Akan
tetapi semuanya itu harus tetap didalam koridor dan berpedoman dengan ajaran
darma.
Memang sulit kukatakan, bahwa satya wacana itu sangat sulit,
terlebih bila wacana itu sudah direncanakan dengan pikiran yang tidak baik dan
tidak benar, dengan menghalalkan segala cara agar memenangkan sebuah
pertarungan. Menyelaraskan wacana dengan tindakan saja sudah sulit. Biarkan
saja apa yang mereka janjikan, apa yang mereka ucapkan, kita tunggu
realisasinya lima tahun kedepan.
Sebagai warganegara yang baik, tetaplah berkarya dengan baik
dan benar dalam swa dharma kalian masing-masing, biar karma pribadi maupun
karma kolektip kita selalu bernilai positif. Astungkara.
“Oh begitu maksudanya Guru” celetuk muridku. Sejalan dengan
turunnya sandikala di Bale Bengong dan semakin banyaknya nyamuk-nyamuk nakal,
kamipun bubaran, dambil tetap membawa gelas kopi yang sudah kosung yang aku
sruput selama diskusi. Meraka murid-muridku pun sambil membersihkan sias-siasa
kkulit kangan dam botol plastic minuman ringan yang merka bawa dalam diskusi.
Om Canti, Canti, Canti Om. Semoga semua diberkati Sang Hyang
Widi, dan hidup dengam hati damai, didunia dan selamanya.
Puri Gading, awal September 2014.
No comments:
Post a Comment