PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Sunday, January 31, 2016

Perbincangan 47 : Pedagang Canang



“DAGANG CANANG”
Olek : I Putu Pudja



"Canang"
Om Swastiastu,
“Dagang canang di Bali dipermasalahkan beberapa kalangan. Ada yang meragukan kesuklaan –kesucian’ nya, ada yang meragukan kecuntaan dari si pembuat, terutama untuk canang atau perlengkapan banten lainnya yang di jual di pasar dan dibikin oleh pedagang non Hindu”. Itulah sekelumit pertanyaan seorang siswaku pada saat kami berbincang ringan di Bale Bengong, biasa dalam mengisi sore yang berangin dan mendung, atau oleh mereka sebut sebagai cloudy and windy, maklum mereka merupakan calon Forecaster Weather.
Tenang dulu nanti kita diskusikan sambil menunggu seorang siswa yang membuat teh dan kopi sore, serta menunggu tukang roti dorong lewat sebelah rumah. Tak lama kemudian tukang roti lewat dan minumpun siap. Kupersilahkan mereka murid-muridku untuk minum teh yang merka buat, karena kopinya hanya untuk aku saja.

Sambil menikmati semilir angina dan sendunya mendung sore itu, kami pun berbincang ringan dengan topic Dagang Canang. Dan aku jelaskan sebagai berikut:
Pedagang, demikian juga dagang canang merupakan suati profesi, swadarma, pekerjaan  seseorang untuk menambah penghasilannya. Dalam rantai dagang canang, bila kita perhatikan akan sangat panjang rantainya. Mulai dari dagang busung atau janur, pembuat alas canang, pedagang kembang, pembuat porosan dll, pembuat canang dan biasanya langsung penjual. Canang biasanya di jual dalam kantong plastic isi rata-rata 25 buah canang, yang harganya fluktuatif tergantung rainan –hari sembahyang- , tapi kisarannya antara 15 – 25 ribu per bungkus.
Dalam rangkaian ini biasanya pedagang terakhir adalah pedagang Hindu, sehingga dia merupakan ujung pembinaan rantai dagang ini. Sepatutnya dia mengajarkan kepada vendors nya atau downline nya untuk selalu memahami bahwa:
1.       Canang itu haruslah terbuat dari bahan sukla;
2.       Dibuat dengan hati yang bersih, dengan pakaian yang sopan;
3.       Canang diperlakukan sebagai barang yang disucikan karena akan dipakai sembahyang, sehingga dalam menaruh dan menghantarkannya mengikuti norma dan nilai nilai keagamaan;
4.       Demikian juga mereka para mata rantai pedagang ini harus memahami minimal bahwa:
a.       Bekerja -sebagai bagian rantai dagang canang- itu adalah ibadah, sehingga apa yang dia kerjakan disamping menghasilkan uang juga menghasilkan pahala;
b.      Bekerja adalah mencari nafkah, sehingga sudah selayaknya nafkah itu didapat dengan cara yang baik tidak melanggar norma. Dengan demikian dia seharusnya mengerjakan pembuatan canang dengan norma yang benar, yang disampaikan oleh ujung penjualnya yang memang orang Hindu;
c.       Bekerja adalah proses seni, sehingga pembuatan canang merupakan proses pembelajaran, untuk selalu meningkatkan keindahan, kesucian hasil buatannya sebagai karya seni yang pantas dihargai oleh pembelinya, demikian juga pembeli sudah seharusnya mendapatkan barang yang baik dan sukla.
5.       Canang dibuat dan dilengkapi dengan perlengkapannya yang baik dan benar. Karena yang ini umumnya dilakukan saat finishing oleh pedagangnya sendiri, kemungkinan menyimpangnya lebih kecil.
Munculnya pedagang canang ini, sebenarnya karena mekanisme pasar. Kesibukan sebagian masyarakat perkotaan untuk bekerja, kesulitan mengatur waktu, mencari bahan canang, yang umumnya dibeli dipasar kalau diperkotaan, menjadikan masyarakat langsung membeli canang jadi demikian juga peralatan sembahyang lainnya. Termasuk kemben yang instan tinggal pakai saat sembahyang.
Pedagang canang melihat peluang kesibukan dan kesulitan masyarakat perkotaan dan mengambil peluang tersebut dengan ikut dalam proses pembuatan canang. Teman-teman pendatang di Bali banyak yang mengambil peluang ini dengan ikut misalnya : 1. Menjadi pedagang janur, yang mengambil janur di luar Bali dibawa dengan kendaraan darat ke Bali; 2. Menjadi pembuat alas canang, dilakukan ibu-ibu, atau wanita yang datang ke Bali dan memiliki waktu luang untuk membuat alas canang, 3. Pedagang kembang yang mengambil kembang di daerah perkebunan kembang dan membawanya ke pedagang canang atau kepasar. 5. Perakit, canang dan penjual yang menjualnya langsung ke masyarakat.
Jadi rantai pembuat canang itu cukup panjang dari petani tanam kembang, petani kelapa, pedagang antar pulau, pembuat alas canang, perakit –penanding- canang. Dan penjualnya. Kegiatan pembuat canang merupakan kegiatan ibadah untuk mata pencaharian yang menghidupi banyak orang.
Dalam hal ini ada ‘suply and demant’ karena perkembangan kesibukan masyarakat modern, yang tidak dapat dihindari.
Pedagang canang itu merupakan pekerjaan mulia, ibadah dan mencari nafkah. Bila semua rantai pembuat canang ini memahami itu maka kita tidak perlu ragu dalam menggunakan canang yang dibeli di pasar untuk digunakan sembahyang. Beberapa pendapat bahkan mengatakan, kalau barang yang kita beli di pasar, maka dia telah mendapat penglukatan, atau penyucian oleh pasar itu sendiri. Kalaupun ada salah satu rantai dalam prosesnya yang berbuat curang atau tidak baik, maka dia akan menerima buah karmanya sebagai imbalan apa yang dia lakukan secara spiritual.
Dapat guru simpulkan bahwa pedagang canang merupakan rangkaian proses, bagi masyarakat yang terlibat didalamnya perlu diberikan pengertian bahwa pekerjaan mereka sebenarnya tidak semata mencari bafkah, tetapi bernilai ibadah, sehingga norma dan ketentuan kesucian harus mereka ikuti. Tugas pertama yang membinanya tentu pedagang terakhir yang umunnya beragama Hindu untuk menularkan ketentuan kesucian yang harus merka ikuti.
Disamping itu untuk keamanan umat, walau ada pendapat penglukatan pasar, ada baiknya para pedagang informal pembuat canang ini mendapat pembinaan dari BIman Hindu yang sudah ada pada setiap daerah, oleh PHDI maupun Dinas perdagangan setempat. Bila itu dapat dikerjakan tidak ada keraguan lagi bagi masyarakat untuk menggunakan canang yang dibeli di warung atau dipasar untuk persembahyangan.
Nah itulah penjelasan Guru terkait dengan Pedagang Canang itu, semoga kalian tidak ada keraguan untuk memanfaatkan canang yang dijual untuk sarana persembahyangan kalian.
“Kalau kita sih tidak meragukannya Guru, karena kita di Jakarta umumnya membelinya di pura, yang sudah jelas pembuatnya adalah ‘semeton’ Hindu, atau minimal kerabat Pemangku yang memang bertugas di Pura dimana kita membeli canang tersebut”.
Merekapun ketawa bersamaan Hahahahaahahahah. Dan sang kala, serta minuman yang ada di depan kami telah tandas di nikmati bersama. Sandi kala sudah datang, binatang malam telah beterbangan menyambar buah sawo yang sudah mulai matang. Dan kamipun bergegas mandi dan melanjutkan dengan kewajibang masing-masing.
Om Canti, Canti, Canti Om.

---
Puri Gading Awal Pebruari 20156


No comments:

Post a Comment