PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Thursday, May 29, 2014

Perbincangan-14 Ucapan Bela Sungkawa dan Sifat Atma

“UCAPAN BELA SUNGKAWA DAN SIFAT ATMA”

Oleh :I Putu Pudja

Nyegara Gunung Mengantarkan Sang Atma
Suatu sore, sambil meikmati kacang matahari yang dibawa sebagai oleh-oleh dari Bali kembali kami berbincang dengan murid-murid yang datang kala itu. Perbincangannya agak serus dan penuh agrumentasi. Perbincangan sore itu hanya masalah kecil sebenarnya, masalah keyakinan kita, satu dari srada yang telah kita yakini yaitu atman. Tepatnya kami berdiskusi tentang atma. Perbincangan ini berawal dari pertanyaan seorang taruna, sebagai berikut.

Wayan A : Guru kita perhatikan ucapan belasungkawa yang diucapkan umat pada saat ada orang meninggal adalah. Semoga arwahnya –disini kita artikan sebagai roh atau atma- diterima disisi Ida Sang Hyang Widi wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Apakah kita tidak terlalu menuntut kepada Tuhan atau kita memaksakan kehendak memohon kepada Tuhan untuk menerima atmanya terlepas dari bagaimana yang seharusnya.


Terima kasih anakku, itu merupakan pertanyaan yang sangat sederhana, tetapi sengat sulit menjelaskannya, sehingga banyak yang menjawabnya dengan dogma. Kenapa Guru katakan demikian, karena Atman merupakan salah sati Srada yang kita telah yakini bersama dengan empat Srada lainnya sebagai Panca Srada. Kita percaya dengan adanya atma, yang merupakan percikan kecil (sekali) dari Ida Sang Hyang widhi.

Sebelum kita lanjut mendiskusikannya, ada baiknya bila kita ingat kembali apa yang telah kita baca dalam salah satu sloka pada Bagawad Gita, yang menjelaskan sifat-sifat atma tersebut. Coba siapa yang masih ingat sifat-sifat atma, tanyaku kepada Mereka.

Nyoman mengangkat tangannya: “Sifat atma diantaranya adalah : Tak terlukai oleh senjata, tak terbakar oleh api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan oleh air, abadi, ada dimana-mana, tak berpindah-pindah,  tak bergerak, kekal atau selalu sama,  tak dilahirkan, tak terfikirkan, tak berubah dan sempurna, tidak laki=laki ataupun perempuan.

Kenapa kau katakan diaantaranya Nyoman, sahutku. Apa yang kau sebutkan itu sudah lengkap seperti yang tercantum dalam Bagawad Gitta.

Dari sana akan kita jawab apakah benar ucapan diatas menurut logika Hindu. Dari sifat-sifat tersebut terbaca bahwa atma itu kekal abadi, jadi dia akan kembali keasalnya. Tapi banyak yang tidak sepakat bahwa dia (atman) bersatu kembali, walau dalam definisi kita nyatakan sebagai percikan. Namun sifat tak terbasahkan air, yang banyak diartikan sebagai tak terlarutkan menyebabkan atman tidak akan menyatu ke Brahman, sebagai Pramaatman. Dia dalam kondisi tertingginya akan kembali keasalnya, yang diartikan sebagai kembali diterima disinya. Karena sifatnya bisa ada dimana mana maka, arti disinya ini menjadi tidak salah. Karena disi itu akan sangat relatif.

Beberapa alim ulama mengatakan bahwa atman akan diibaratkan seperti burung yang bulnya sama dengan dedaunan pohon, makanya saat dia hinggap dipohon dia akan kelihatan menyatu dengan pohon atau dedaunan, padahal sebenarnya dia tetap merupakan satu individu sendiri. Jadi dikaitkan dengan sifat tak terlarutkan, tak terbasahkan maka sulit kita menerima bila kita mnegatakan semoga atmannya menyatu kembali dengan ida Sang Hyang Widhi,

“Jadi Untuk doa ini mungkin kita akan lebih baik mendoakan semoga atmannya diterima disisi Nya, Guru”  Kata Arlena salah satu Taruni yang hadir.

Ya kita akan lebih bijak bila mendoakan agar atmannya diberikan tempat yang layak, sesuai dengan karmanya. Kenapa demikian?, Itu karena kita meyakini tempat yang akan menjadi ganjaran terhadap atman tersebut kan tetap masih akan terikat dengan karma dari almarhum atau almarhumah.  Apakah dia berbuat baik dalam hidupnya, apakah dia telah berbuat yang tidak baik yang dominan. Jadi keita mendoakan, dan menyerahkan kembali kepadaTuhan Yang Maha Kuasa, dimana tempat yang pantas harus dituju, atau ‘dia’ berada.

Made : “Kalau kita bicarakan panjang lebar tentang atman, pasti kita tidak akan mendapatkan jawaban yang sempurna Guru, mengingat salah satu sifat atma itu adalah tak terfikirkan”.

Hahahaha kamu bener Made. Akan tetapi kita sebagai umat dan warga akademis tidak boleh pasrah begitu. Kita mencoba memahaminya dengan pendekatan-pendekatan, terlebih paling dulu dalam Panca Srada kita telah meyakininya. Kalau hanya kita melihat sifat tak terfikirkan tersebut saja memang, kita tidak akan bisa memikirkannya. Tapi mari kita memahaminya dengan pendekatan.

Secara gampang juga bisa kita katakan bahwa atman itu adalah inti kehidupan. Tanpa atman kita pasti tidak akan hidup. Tapi kita tak boleh menyerah begitu saja, mari kita mempelajarinya dengan pendekatan. Sekali lagi dengan pendekatan yang masuk akal, yang logis dengan segala argumentasinya.

Atman akan selalu kekal, sanatadarma jadi tidak bisa melebur menyatu kembali keasalnya, bila kita merunut kepada pengertian bahwa atman itu adalah percikan kecil (sangat kecil) dari ida Sang Hyang Widi. Jadi dia tidak akan menyatu kembali menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi. Dia kekal lepas sebagai atma. Mungkin dapat kita bayangkan sebagai elektron yang mengelilingi inti, dia bisa berpindah orbit lebih dekat dengan energy tertentu, atau terlepas ke orbit yang lebih jauh dengan melepas energi tertentu.

Jadi pengerian kembali diterima disinya sesuai dengan karmanya. Dengan demikian karma disini yang akan menentukan dia pindah orbit mana, apakah langsung menempel ke inti, ataukah hanya mendekat dibandingkan posisi sebelumnya.

“ Jadi seperti orbit elektron, mengelilingi inti atom, yang kita pelajari pada Fisika Modern, ya guru” Nyoman menimpalinya.

Iya dapat dikatakan mirip dengan itu, bila kita merujuk pada sifat-sifat atman yang tertulis dalamBagawad Gita, yang kalian telah sebutkan sebelumnya.

Ketut : “Terus bagaimana dengan penertian moksa yang kita yakini merupakan suatu proses, kembali menyatunya atman ke asalnya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa”
Menurut Guru, itu tidak salah dan tetap bisa kita terima penjelasannya, atau definisi itu. Menyatu disini diartikan kembali ketempatnya, tetapi tidak melebur, atau terlarut. Hanya menyatu ada disinya, dengan orbit yang paling utama. Stabil.

Ketut :” Berarti orang yang telah mencapai mokhsa, sangat mungkin akan terlahir kembali?”.
Ya jawabku, bila Ida Sang Hyang Widi menghendaki apapun bisa terjadi. Karena Ida Sang Hyang Widi, merupakan asal dan akhir, dia juga ada dipertengahan. Seperti lagu tentang kehidupan pada album ke dua Ayu Laksmi, hidup itu suatu rentetan proses : lahir-hidup-dan mati.

Demikian dulu anak-anakku semoga engau sekalian dapat memahami sedikit tentang atman dengan sifat-sifatnya terutama kita kaitkan dengan ucapan bela sungkawa yang sering kita ucapkan, atau kirimkan kalau ada teman atau kerabat yang meninggal. Semoga perbincangan pendek ini membawa pencerahan kalian.

Om Santhi, Santhim Santhi, Om.

Pondok Betung, Bintaro, Akhir Mei 2014

2 comments:

  1. Sang Hyang Widhi sebagai sumber dari atman bersifat wyapi wiapaka, jadi tak ada tempat yang kosong oleh Beliau, karena itu atman pasti menyatu hanya saja dibagian mananya sesuai karmanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Justri kosong iotu Hyang, yang kita sembah setiap hari yang kita yakini sebagai tempat beliau bersemayam

      Delete