“RENUNGAN TENTANG INDIVIDU MANUSIA”
Oleh : I Putu Pudja
Sunset, Juga sebuah renungan |
Dalam renungan tersebut sejatinya
kita manusia, semuanya merupakan buruh yang dapat dilihat sebagaimahluk
sosial, maupun individu. Minimal merupakan buruh dari kepentingan kita secara
pribadi sebagai manusia. Untuk kali ini penulis merenungkan lebih individu
tentang manusia. Bukankah di dalam pertanggung jawaban semua yang kita perbuat
didunia ini merupakan pertanggung jawaban personal. Jawabnya ternyata bisa ya,
bisa tidak. Ingat bahwa kita mempercayai reinkarnasi.
Renungan penulis menyeruak sampai
sangat mendalam tentang manusia. Beberapa buku yang pernah penulis baca
mengatakan bahwa maanusia itu secara spiritual dan vertical terdiri dari badan
kasar dan jiwatma (rokh), yang harapannya tentu setelah meninggal dunia sang
rokh tersebut akan kembali secara vertical menuju asalnya prama atman, Tuhan
Yang Maha Esa. Banyak jalan yang ditempuh manusia menuju atau menapak jalan
itu. Dan sang badan kembali ke asalnya unsure paca maha buta.
Namun secara horizontal, manusia
itu dipandang dari sudut pandang kontemporer agama –Agama Hindu-, dalam
perjalanannya menapak menuju asalnya, akan merupakan: (1) manusia yang belajar,
berfikir dengan daya nalarnya sehingga mereka mengetahui (knowing), (2) manusia
yang menyadari dan merasakan (feeling), dan (3) manusia yang melakukan kerja
mempraktekkan ajaran dharma (willing).
Ketiganya merupakan jalan-jalan
atau marga yang dapat dipilih untuk menuju menyatu ke Tuhan yang Esa sebagai
hasil akhir perjalanan di dunia ini.
Bila kita terjemahkan pandangan kontemporer ini, kelihatannya sangat
sejalan dengan catur marga yang kita kenal, dalam upaya manusia menuju sasaran
atau tujuan hidupnya di dunia, yaitu moksartam jagatitha caiti dharma.
Catur marga itu kita kenal dengan
: (1) Jnana Marga, dengan knowing ilmu pengetahuan, ajaran dharma untuk diri
sendiri maupun untuk diberikan atau disampaikan kepada umat sebagai jalan
dharma, (2) Bakti Marga, dengan feeling, merasakan dan meniadakan perbedaan perbedaan
sekte, keyakinan untuk menuju kepada Nya. Disini terlihat bahwa agama itu
universal seperti pandangan Albert Eistein, yang meramalkan suatu saat agama
itu akan merupakan keyakinan universal, tidak lagi dibedakan dengan apa nama
agama masing-masing, dan (3) Karma Marga, yaitu dengan jalan berbuat nyata,
mengimplementasikan ajaran agama demi kemanusiaan, dengan tidak membedakan
asal-usul agama. Nah jalan yang ke tiga ini kelihatannya sangat tajam biasnya
di dalam era otonomi daerah sekarang untuk menggoalkan keinginan suatu kelompok
dalam menyngkirkan kelompok lainnya. Padahal hal itu seharusnya dihindari,
karena Undang Undang Dasar 1945 menjamin hal itu.
Setelah melihat ketiga marga
tersebut terus, bagaimana dengan marga yang ke 4, yaitu Yoga Marga. Yoga merujuk
pada kata yoke dalam bahasa inggris yang berarti mempersatukan diri dengan
Tuhan Yang Maha Esa, dengan jalan tapa brata smadhi, dengan cara spiritual
menyatukan diri, menghubungkan diri melatih diri agar dapat lebih dekat dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Jadi lebih banyak merupakan upaya spiritual.
Pandangan kontemporer terhadap
agama Hindu sejatinya merupakan modernisasi ungkapan saja terhadap pelaksanaan
catur marga dalam kehidupan modern ini, sehingga kontemporer atau konvensional
tetap mempunyai persinggungan, sehingga manapun yang kita yakini dan ketahui
dapat dijalankan sebagai pilihan hidup, dalam menapaki jalan menuju kepada Nya.
Terhadap pandangan kontemporer
agama –baca Agama Hindu- ada juga yang menggolongkannya dengan cara beragana
atau menjalankan dharma dengan : absulutme, theism, dan aktivisme.
Bagi penganut absulutisme, akan sangat
individualism dalam pencariannya. Dia akan tidak memperdulikan lingkungannya
untuk melakukan upaya-upaya penyatuan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka
sangat egois seakan tidak peduli dengan lingkungannya. Mereka selalu mencari
jati diri, dan hakekat Tuhan dengan pencarian sendiri. Sehingga pengikut
absulutisme akan merupakan kelompok yang ekslusif yang tidak peduli dengan
lingkungannyan, hanya peduli kepada dirinya sendiri.
Penganut theism, akan mudah mengakui kebenaran dari semua aliran,
baik dalam sekte-sekte sedharma maupun terkadang dengan kebenaran yang diyakini
umat lain. Kelompok ini seakan merupakan kelompok universal. Mereka sering
disebut kelompok yang kompromis, dengan mengkompromikan kebenaran itu hal-hal
dalam dharma yang paling halus. Dengan cara yang demikian mereka yang menganut
aliran ini banyak muridnya berasal dari berbagai agama, walau yang diaharkan
adalah dharma secara hindu yang dikemas sedemikian rupa sehingga umat lain
selain Hindu, tidak merasa bahwa mereka telah mempelajari esensi hindu yang
paling dalam.
Penganut aktivisme, merupakan
penganut yang dalam perjuangannya menuju kepada Nya, dengan lebih banyak
berbuat mengimplementasikan ajaran dharma, karena mereka yakin bahwa perbuatan
baik akan berbuah baik, dan perbuatan jelek akan berbuah jelek. Meraka tidak
peduli harus berbuat baik terhadap siapa saja, terkadang kepada musuhnya mereka
tak sadar mereka akan tetap berbuat baik. Kelompok ini banyak bergerak dalam
lembaga=lembaga sosial kemasyarakatan, membantu umat yang memerlukan
pertolongannya.
Ketiga faham kontemporer ini,
dapat mewakili sifat individualisme dan sifat sosialnya manusia. Bisa secara
individu mencari dengan self incuiry, bisa juga dengan mencari bersama, dengan
merangkul umat sedharma, baik melalui komunitas sosial atau lembaga-lembaga
sosial yang ada.
Nah antara pandangan kita terhadp
manusia, terhadap aktivitas manusia, baik secara vertical maupun horizontal,
tradisional maupun kontemporer pada hakekatnya sama, bahkan terkadang kita
tidak tahu kita telah melaksanakan yang mana, karena beberapa pakar meyakini
tidak ada satupun cara yang lebih baik bila dibandingkan dengan jalan lainnya.
Terkait dengan hal itu, pilihan diserahkan kepada kita secara individu, jalan mana yang kita tempuh jalankanlah
dengan sepenuh hati, bahkan dengan mengkombinasikan diantaranyapun merupakan
pilihan yang tidak dilarang yang penting laksanakanlah dengan tanpa
mengharapkan hasilnya, yang lebih penting bagaimana kita dapat menikmati proses
pencarian itu, bukan menikati hasil pencapaian itu. Karena disilah passion nya kita beragama. Ingat salah satu sloka yang kira-kira bunyinya sebagai berikut :“Dari manapun kau datang
Kepada Ku, engkau akan kuterima sama disisiku”. Bukankah itu yang telah
dijanjikan Tuhan kepada umatnya?
Pilihan tentunya ada pada anda sekalian. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.
Puri Gading, 1 Mei
2014.
No comments:
Post a Comment