“RUMUSAN MUKTI ITU
TIDAK SEMUDAH ITU”
Oleh : I Putu Pudja
Pertama mohon maaf karena
perbincangan ringan ini agak lama tidak muncul karena berbagai kesibukan kami.
Kali ini kembali hadir dengan perbincangan ringan hidup ini tidak selinier
rumus matematika.
Di musim kemarau ini, sumur-sumur
pompa pada kering di komplek kami. Katanya karena dampak El Nino. Kami juga
kebagian masalah itu. Walau tidak sampai kekeringan, namun sumur pompa hanya
mengeluarkan sedikit air, debit air rupanya sudah tekor. Sore itu baru saja
tukang pompaku selesai membetulkan pompa. Dia kerjakan hampir sharian, setelah
ngopi sejenak ia pamit, karena kebetulan tinggalnya cukup jauh dari tempatku,
hanya dua kali naik angkot.
Aku ditinggalkan sendirian, di
Bale Bengong sambil melanjutkan melihat-lihat WA lucu yang dikirim teman-teman
se alumni SMA Negeri Tabanan, lulusan 1974. Dalam kesendirianku dua muridku
datang mampir, katanya habis mencari bubur hijau, , mereka baru datang dari
liburan kenaikan tingkat di kampong masing-masing.
“Bagaimana liburanmu, sukses. Apa
di kampong kemaraunya sama dengan disini tanyaku”
“Akh sama saja guru, air sungai sudah pada kering paling-paling main
layangan ke sawah guru, jawab Dek Arlan”.
“Eh Guru aku ingat apa yang
kubaca kemaren di perjalanan, kebetulan aku sempat mampir ke toko buku di
kotaku, ku beli sebuah buku ke agamaan disana dituliskan sanga simpe guru, Tanya
Yan Wira”
Yan Wira melanjutkan untuk kita mencapai moksa dikatakan cukup kita
berbuat satwam guru. Kata penulisnya Satwan itu merupakan subha karma, yang
merupakan perbuatan darma sebagai sifat kedewataan, yang ganjarannya adalah
mukti”,
Hahaha….. berarti sangat gampang
ya cara kita masuk surge kataku. Tidak demikian sebenarnya, itulah terkadang
kita btermakan oleh cara kit menyederhanakan sesuatu, akhirnya kita sampai pada
pemahaman yang sangat dangkal.
Yan Wira dan Dek Arlan, tidaklah
semudah itu orang mencapai mokhsa yang sering disenut sebagai mukti dimana kita
kembali bersatu kea lam nirwana, tidak reinkarnasi kembali kebumi. Orang
terkadang tidak tahu apakah mereka berbuat subha karma apa asubha karma.
Terkadang kita terjebak pada dilemma. Apa kamu ingat cerita tentang seorang
pertapa yang didatangi seorang maling yang mau dibunuh oleh masyarakat. Apakah
dia melindungi apakah dia menyerahkannya untuk dibunuh karena reputasi si
pertapa yangs angat jujur. Disini jujur saja belum cukup untuk berbuat baik.
Berbuat baik juga dapat mempunyai
hasil akhir negative, kalau kita ukur atau nilai secara matematika. Memang
begitulah hidup, dalam kegiatan kita sehari-hari weda maupun Bagawadgita
menyebutkan akan selalu dipengarui oleh tri guna. Yang mana yang dominan dia
akan munculs ecara spontan dan tidak terlepas dengan takdir kita, hanya saja
kita perlu mengntrol diri.
Perbuatan yang terkadang kita
rasa salah, yang pada awalnya kita hindari, eh ternyata berbuah manis pada
akhirnya. Apakah kita menyalahkan pilihan kita? Tidak kan. Makanya Guru
ingatkan kepada kalian selalu berbuat baik. Karena bernuat baik teruspun kita
tidak tahu apakan memang hasil akhirnya baik.
Terlebih lagi dengan pengetahuan
kita tentang kehidupan ini hanya setengah periode, yang kita jalani dalam
kehidupan nyata ini. Bagaimana dengan kehidupan kita sebelumnya. Apakah kita
mempunyai saldo pala karma positif, atau kita mempunyai saldi karma yang negative.
Hidup itu tidaklah linier, bukan
pada periode ini saja, karena kita percaya reinkarnasi, karmapala. Yang jelas
kalian laksanakan kehidupan kalian dengan normal, dengan baik untuk hasilnya
serahkan saja kepada Ida Sang Hyang Widhi. Jangan selalu berfikir apakah itu
dipengaruhi Satwam, Rajas atau Tamas. Karena semua sifat itu akan sangat
berguna pada situasi kondisi nya masing masing.
Hidup itu kita susah
memprediksinya, yang jelas berusahalah berbuat dengan logika baik buruk, dengan
estetika, tetap pada jalan darma. Berbuat baik jangan ditunda tunda segera
lakukan, karena kita tidak tahu kapan kita akan mengakhiri hidup ini, sehingga
kita mempunyai saldo pahala karma yang positif.
Itu semuanya akan tercatat dengan baik.
Nah begitu menurut Guru, hidup
itu tidak mudah dirumuskan dengan matematika linier berikut:
1. Satwam
è dengan sifat dewata,
suri (subha karma) è
mukti atau
2. Rajas
dan atau Tamas èdengan
sifat raksasa, asuri è
reinkarnasi
Rumusan nya itu merupakan rahasia
Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi, guru ingatkan kembali berbuatlah dengan baik
semampu dan seperhitungan kita, masalah hasil atau pahala karmanya serahkan
saja kembali kepada Yang Maha Kuasa. Pahalanya tidak akan pernah salah, seperti
menanam padi tidak akan pernah nernuah jagung. Namun hasil yang kita peroleh
memang padi, tapi sangat mungkin kena hama, fuso, atau diserang burung pipit
duluan sebelum panen.
“Ya guru celetuk Dek Arlan, memang menurut hemat saya juga demikian,
hidup itu tidak linier dan tidan sesederhana itu perumusannya, sehingga simple saja
saya menghadapi hidup ini sesuai tahapan catur asrama yang kami lakukan”.
Nah memang begitu adanya
kerjakanlah tugas kalian, karma kalian sesuai dengan tahapan hidup,s esuai
dengan profesi kalian dengan baik. Kalian bisa lulus pada waktunya, sudha
mendapatkan kerja itu merupakan buah (pahala) yang nyata, kalian senang, orang
tua kalian senang, atasan kalian senang, dan gurupun ikut senang, karena itu
kalian telah memancarkan, atau meradiasikan kesenangan ke sekitar dan lingkungan
kalian. Dan itupun merupakan kebaikan.
Nah udah jam 17 50, sandikalapun
sudah datang. Mari kita sudahi perbincangan kita ini, ayo kita persiapkan diri
mandi dan Tri Sandya.
Om
Canti, Canti, Canti Om
Pondok Betung, Bintaro, akhir
September 2015
No comments:
Post a Comment