“BERBAHAGIALAH TERCIPTA
SEBAGAI MANUSIA”
Oleh : I Putu Pudja
Bele Bengong (google.com) |
“OM Suastiastu, salam dari
seorang muridku yang melintas di sebelah rumah pulang dari bermain volley di
lapangan kampus”. Dia menghampiriku ikut duduk di Bel Bengong. Kupersilahkan
dia mengambil air minum sendiri ke dapur, ku beritahu di meja ada roti yang
sempat kubeli, saat tukang roti langganan lewat. Ada Roti Nanas, Roti kelapa,
Roti Coklat dann Roti Mocca. Dia pergi kedapur membawa dua gelas es sirup dan
secangkir kopi capucino Arabika kesenangan ku.
Mereka kupersilahkan untuk minum
dulu, sambil mengeringkan keringat, Tak lama duduk datang seorang muridku lagi
menyusul, katanya habis lari sore. Mereka bercerita tentang manusia, yang
mereka dengar dalam sebuah ceramah di kampusnya, menurut mereka dari ceramah
itu terdengar bahwa menjadi manusia itu kok terdengar berat sekali guru, banyak
yang membatasi katanya.
Oke kalau begitu kita ngobrol dan
berbincang ringan terkait dengan manusia, jenis mahluk yang aku katakan sangat
berhak untuk berbahagia. “Lho kok bergitu guru enteng sekali kedengarannya”
kata seorang muridku. Ya sudah kamu nikmati dulu rotinya, biarkan guru
menyeruput kopi ini dulu biar tidak dingin nanti, dengan roti kelapanya guru
minta.
Kataku, dalam memandang manusia
itu bisa dari berbagai sudut. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa diantara
mahluk ciptaan manusia manusia itu adalah yang paling ‘sempurna’ dibandingkan
dengan mahluk lainnya. Dia berhak berbahagia, namun juga memiliki kewajiban,
yang kalau dipikir berat, tapi kalau dilakoni bisa menjadi ringan kalau kita
bisa dengan tulus ikhlas menjalaninya.
Sebagai pembuka perbincangan kali ini, akan penulis kitipkan
tiga sloka dari berbagai sumber yang terkait dengan manusia, sebagai berikut:
·
“Kuciptakan manusia, untuk hidup berpasangan,
melahirkan keturunan untuk meneruskan kehidupan, dan mencapai kebahagiaan”;
·
“Dilahirkan sebagai manusia merupakan suatu
keberuntungan, dapat melakukan perbuatan baik atau buruk, mereka dapat melebur
semua perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik, demikian gunanya sebagai manusia”;
·
“Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran
dibersihkan dengan kebenaran, jiwat-atma dibersihkan dengan pelajaran suci dan
tapa brata, dan kecerdasan disucikan dengan pengetahuan kerohanian yang benar”.
Dalam sloka yang guru kutip
pertama terlihat bahwa Tuhan telah menciptakan manusia untuk berbahagia sebagai
tujuan akhir hiduonya. Kalian tentu ingat Mokhsartam Jagathita caiti Dharma.
Itu sebagai pedoman kita mencapai kebahagiaan. Tentu jangan melupakan Catur
Purusaartha. Mencapai kebahagiaan itu hendaknya di dasari dengan dharma.
Mencari artha itu hendaknya di dasari dharma, menikmatk kama itu hendaknya
berpedoman pada dharma.
Wah berat juga Guru, kata meraka.
Ya tidak sebenarnya kataku, sama seperti kalau kita bernafas, itu pekerjaan
berat tetapi kalau kita kerjakan dengan tulus ikhlas, dengan biasa kita
lakukan, astungkara akan tidak terasa berat. Dalam sloka yang pertama itu
sebenarnya telah tertanam Catur Purusaartha itu.
Dari sloka yang kedua, kita
sepatutnya berbahagia diciptakan sebagai
manusia, karena kita dilengkapi dengan pikiran, manah, sehingga kita dapat
membedakan yang baik dengan yang buruk, bahkan dapat melebur keburukan atau
kesalahan kita dengan perbuatan kebaikan. Bahkan jadi manusia itu dikatakan
berguna untuk melebur kesalahan dan dosa dosa kita yang telah diperbuat
dikehidupan ini maupun dikehidupan sebelumnya. Tinggal keputusan itu diserahkan
kepada kita. Maukah kita menggunakan kesempatan yang diberikan Tuhan Yang Maha
Esa, bahkan mungkin masih asyik menikmati berbuat kesalahan lagi, karena
berbuat kesalahan dirasakan mendatangkan kebahagiaan yang semu. Itu semua ada
pada kalian untuk memilih yang mana.
Dalam kehidupan kalian mempunyai
hak untuk memilih, tidak terlepas itu salah. Bahkan dalam kehidupan ini banyak
manusia yang menikmati perbuatan dosa, perbuatan buruk, perbuatan menyakiti
orang lain, sebagai suatu yang mendatangkan kepuasan sejenak kepada mereka. Padahal
secara umum kita mempercayai Hukum Karma, perbuatan baik akan berbuah baik,
perbuatan buruk akan berbuah buruk. Hanya saja musim buahnya ini tidak sama,
ada yang cepat, ada juga yang sangat lama.
“Iya guru, sebenarnya kita
mempunyai kebebasan kepada kita umat manusia, untuk memilih mau melakukan yang
mana. Memilih berbuat kebaikan, atau perbuatan yang tidak baik, dengan sadar
tahu bagaimana akibatnya” kata seorang muridku lagi.
“Jadi semuanya itu menjadi
pilihan kita guru, jadi kita harus pandai memilah dan memilih kebahagiaan mana
yang kita akan proleh dari perbuatan kita” sahut yang satunya. Iya kataku itu
semua berpulang kepada kita. Kita mau lakukan yang mana, apakah kita mau
melebur perbuatan jahat kita menjadi kebaikan atau terus menumpuk kejahatan,
itu terserah kita, karena dalam darma kita telah ketahui sebag akibatnya. Tidak
mungkin ada asap kalau tidak ada api, kataku..
Maka itu kalau kita perhatikan
sloka yang ketiga, terlihat menganjurkan kebaikan kepada kita dalam kehidupan
kita. Disana kita selalu diajarkan bersih dalam kehidupan, secara nyata kita
membersihkan diri kita dengan air. Kita mandi rata-rata dua kali sehari. Itu
untuk membersihkan badan kasar kita. Pikiran kita juga perlu dibersihkan. Ingat
Tri Kaya Parisudha. Berfikir, berkata dan berbuatlah dengan baik. Agar pikiran kita menjadi bersih berfikirlah
sesuai dharma, janganlah pikiran kita digunakan untuk hal-hal yang negatif yang
akan lebih megotorinya. Berbuatlah selalu kebenaran, kalau tidak bisa berbuatah
lebih banyak kebenaran, tidak bisa juga berbuatkah ada yang mengandung
kebenaran.
Kalian coba memulai mempelajari
kitab suci, walau sesibuk apapun kalian dalam tugas sekolah sempatkan melihat
kitab suci sejenak. Agar jiwa-atma kalian dialiri oleh energi positif, dan
terbersihkan. Dalam perjalanan kehidupan selanjutnya kalian menapaki kehidupan
ini dengan jiwa atma yang semakin terbersihkan. Belajarlah melakukan
tapa-brata, walau dengan yang paling sederha. Misalnya dengan melakukan
sembahyang, dengan menennagkan fikiran, berpuasa, bersemedi dan lain
sebagainya.
Agar kecerdasan kalian menjadi
bersih dan sempurna isilah pula dia dengan pelajaran suci, pelajaran
kerokhanian. Karena dan yang mengatakan bahwa pengetahuan yang mencerdaskan
tanpa dharma dia akan menjadi butha.
“Nah kalau begitu, disamping kita
mempunayi keberuntungan diciptakan sebagai manusia, maka kita juga mempunyai
kewjiban untuk merawat, memupuk dan membersihkan semua yang melekat dalam diri
kita sebagai manusia, dan berusaha melebur kejahatan yang kita punya kedalam
perbuatan kebaikan, agar kita dapat mencapai kebahagiaan, guru, dan bagaimana
caranya” sahut muridku.
Iya memang kalau dipikirkan
memang ruwet tetapi kalau sudah dilaksanakan dengan selalu kita kembalikan ke
pedoman dan dasar dharma kita, maka hal itu akan kita peroleh. Kebahagiaan itu
tidak bisa kita definisikan secara jelas, setiap level kehidupan, level soasial
akan memiliki kebahagiaan yang berbeda-beda.
Seperti saat guru mulai duduk di
Bale Bengon ini, guru merasa sangat bahagia sehabis bekerja dapat duduk menikmati
semilir angin sore, menyaksikan anak-anak bermain di jalanan. Itu salah satu
kebahagiaan. Biarkanlah mereka bermain sepanjang tidak mengencam keselamatan
mereka, mereka saling kejar-kejaran, dengan sepedanya. Kalian Guru lihat sangat
bahagia meneguk es sirup yang kalian buat sendiri, sehabis berolahraga tadi, dengan
hanya sepotong Roti Nanas.
Nah disini akan terlihat bahwa
kebahagiaan itu sudah seharusnya kita ciptakan sendiri minimal dalam level
kita. Jangan mengukur orang lain kalau kita mau berbahagia. Seperti sesonggan
Bali. “Buka ngae bajune, sikutang ke deweke”, ya seperti saat membuat baju,
ukurlah diri sendiri. Jangan membuat baju dengan ukuran orang lain, nanti bisa
kedodoran atau kekecilan.
Berbahagialah dalam suasana dan
keadaan kita masing masing, karena berbahagia merupakan tujuan kita diciptakan
tuhan, disamping tujuan Mokhsartam Jagathita Caiti Dharma.
Kelelawar telah mulau
beterbangan, masuk rimbunnya pohon mangga Lali Jiwa di belakang rumah, mereka
saling sambar satu sama lain akan tetapi tidak bertabrakan, biarkanlah mereka
juga ingin berbahagia menikmati mangga, mereka lebih peka dan lebih tahu bahwa
mangga mangga itu sudah enak untuk dinikmati.
Kamipun menyudahi perbincangan
ini karena sandikala sudah menjelang, kedua muridku meminta bunga kamboja
cendana yang ada disamping rumah, katanya untuk sembahyang di kosannya masing masing,
dan merekapun berpamitan setelah membereskan nampan dan gelas gelas minum kami.
Terima kasih Guru kita sudah berbincang ringan sore ini, katanya,
Oke
selamat sore “OM Santhi, santhi, santhi Om.
Pondok Betung, 10 Mei 2015
No comments:
Post a Comment