PENGANTAR PENULIS

Om Suastiatu

Dalam kehidupan sehahi-hari terkadang kita dihadapkan pada situasi, yang mengharuskan kita bisa.Demikian pula sekitar tahun 2003-2004, Penulis dihadapkan pada masalah tak terduga "diminta untuk mengisi kuliah Pendidikan Agama Hindu, di Akademi Meteorologi dan Geofisika, sekarang Sekolah Tinggi Teknik Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Padahal penulis mempunyai latar belakang yang lain, yaitu Geofisika. Tetapi di dasari dengan semangat ngayah, melalui Jnana Marga, penulis iyakan saja. Kemudian baru penulis berusaha, diantaranya dengan mencari cari-cari Kurikulum Yang Paling Update, melalui teman-teman yang bekerja di Departemen Agama maupun Teman-teman Dosen Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi, serta setiap pulang kampung mampir mencari buku dan majalah Hindu di Toko-Toko buku di Denpasar.

Dengan memberanikan diri, dan semangat ngayah itu kemudian kami himpun beberapa rangkuman bahan penulis untut bahan bacaan Mahasisa kami, yang biasa disebutkan sebagai Taruna-Taruni karena mereka ikatan dinas, kami posting bahan ini pada blog ini, serumpun dengan sains pop pada blogs: bigsain, kasiat-alam, bebekbali yang mungkin dapat pengunjung hampiri selain blog ini.
Penulis akan mencoba meng update isinya secara berkala, sesuai dengan kesibukan penulis. Jadi mohon maaf kalau sewaktu watu terlambant.

Om Canti, Canti, canti Om

Salam Kami

I Putu Pudja
Alamat di : ipt_pudja@yahoo.com

Saturday, May 9, 2015

Perbincangan-41 : Berbahagiah Diciptakan sebagai Manusia



“BERBAHAGIALAH TERCIPTA SEBAGAI MANUSIA”

Oleh : I Putu Pudja

Bele Bengong (google.com)
Suatu sore yang sedikit medung, duduk di Bale Bengong sambil menyaksikan naak-anak bermain sepeda di jalanan, serta menikmati suara burung punglor –Si Jendral- hidup terasa sangat berbahagia. Sampai terlupa menyiapkan materi Ujian Tengah Smester yang harus dikumpulkan secara on line dua hari lagi.
“OM Suastiastu, salam dari seorang muridku yang melintas di sebelah rumah pulang dari bermain volley di lapangan kampus”. Dia menghampiriku ikut duduk di Bel Bengong. Kupersilahkan dia mengambil air minum sendiri ke dapur, ku beritahu di meja ada roti yang sempat kubeli, saat tukang roti langganan lewat. Ada Roti Nanas, Roti kelapa, Roti Coklat dann Roti Mocca. Dia pergi kedapur membawa dua gelas es sirup dan secangkir kopi capucino Arabika kesenangan ku.
Mereka kupersilahkan untuk minum dulu, sambil mengeringkan keringat, Tak lama duduk datang seorang muridku lagi menyusul, katanya habis lari sore. Mereka bercerita tentang manusia, yang mereka dengar dalam sebuah ceramah di kampusnya, menurut mereka dari ceramah itu terdengar bahwa menjadi manusia itu kok terdengar berat sekali guru, banyak yang membatasi katanya.
Oke kalau begitu kita ngobrol dan berbincang ringan terkait dengan manusia, jenis mahluk yang aku katakan sangat berhak untuk berbahagia. “Lho kok bergitu guru enteng sekali kedengarannya” kata seorang muridku. Ya sudah kamu nikmati dulu rotinya, biarkan guru menyeruput kopi ini dulu biar tidak dingin nanti, dengan roti kelapanya guru minta.
Kataku, dalam memandang manusia itu bisa dari berbagai sudut. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa diantara mahluk ciptaan manusia manusia itu adalah yang paling ‘sempurna’ dibandingkan dengan mahluk lainnya. Dia berhak berbahagia, namun juga memiliki kewajiban, yang kalau dipikir berat, tapi kalau dilakoni bisa menjadi ringan kalau kita bisa dengan tulus ikhlas menjalaninya.
Sebagai pembuka perbincangan kali ini, akan penulis kitipkan tiga sloka dari berbagai sumber yang terkait dengan manusia, sebagai berikut:
·         “Kuciptakan manusia, untuk hidup berpasangan, melahirkan keturunan untuk meneruskan kehidupan, dan mencapai kebahagiaan”;
·         “Dilahirkan sebagai manusia merupakan suatu keberuntungan, dapat melakukan perbuatan baik atau buruk, mereka dapat melebur semua perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik, demikian gunanya sebagai manusia”;
·         “Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kebenaran, jiwat-atma dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, dan kecerdasan disucikan dengan pengetahuan kerohanian yang benar”.
Dalam sloka yang guru kutip pertama terlihat bahwa Tuhan telah menciptakan manusia untuk berbahagia sebagai tujuan akhir hiduonya. Kalian tentu ingat Mokhsartam Jagathita caiti Dharma. Itu sebagai pedoman kita mencapai kebahagiaan. Tentu jangan melupakan Catur Purusaartha. Mencapai kebahagiaan itu hendaknya di dasari dengan dharma. Mencari artha itu hendaknya di dasari dharma, menikmatk kama itu hendaknya berpedoman pada dharma.
Wah berat juga Guru, kata meraka. Ya tidak sebenarnya kataku, sama seperti kalau kita bernafas, itu pekerjaan berat tetapi kalau kita kerjakan dengan tulus ikhlas, dengan biasa kita lakukan, astungkara akan tidak terasa berat. Dalam sloka yang pertama itu sebenarnya telah tertanam Catur Purusaartha itu.
Dari sloka yang kedua, kita sepatutnya berbahagia  diciptakan sebagai manusia, karena kita dilengkapi dengan pikiran, manah, sehingga kita dapat membedakan yang baik dengan yang buruk, bahkan dapat melebur keburukan atau kesalahan kita dengan perbuatan kebaikan. Bahkan jadi manusia itu dikatakan berguna untuk melebur kesalahan dan dosa dosa kita yang telah diperbuat dikehidupan ini maupun dikehidupan sebelumnya. Tinggal keputusan itu diserahkan kepada kita. Maukah kita menggunakan kesempatan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, bahkan mungkin masih asyik menikmati berbuat kesalahan lagi, karena berbuat kesalahan dirasakan mendatangkan kebahagiaan yang semu. Itu semua ada pada kalian untuk memilih yang mana.
Dalam kehidupan kalian mempunyai hak untuk memilih, tidak terlepas itu salah. Bahkan dalam kehidupan ini banyak manusia yang menikmati perbuatan dosa, perbuatan buruk, perbuatan menyakiti orang lain, sebagai suatu yang mendatangkan kepuasan sejenak kepada mereka. Padahal secara umum kita mempercayai Hukum Karma, perbuatan baik akan berbuah baik, perbuatan buruk akan berbuah buruk. Hanya saja musim buahnya ini tidak sama, ada yang cepat, ada juga yang sangat lama.
“Iya guru, sebenarnya kita mempunyai kebebasan kepada kita umat manusia, untuk memilih mau melakukan yang mana. Memilih berbuat kebaikan, atau perbuatan yang tidak baik, dengan sadar tahu bagaimana akibatnya” kata seorang muridku lagi.
“Jadi semuanya itu menjadi pilihan kita guru, jadi kita harus pandai memilah dan memilih kebahagiaan mana yang kita akan proleh dari perbuatan kita” sahut yang satunya. Iya kataku itu semua berpulang kepada kita. Kita mau lakukan yang mana, apakah kita mau melebur perbuatan jahat kita menjadi kebaikan atau terus menumpuk kejahatan, itu terserah kita, karena dalam darma kita telah ketahui sebag akibatnya. Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api, kataku..
Maka itu kalau kita perhatikan sloka yang ketiga, terlihat menganjurkan kebaikan kepada kita dalam kehidupan kita. Disana kita selalu diajarkan bersih dalam kehidupan, secara nyata kita membersihkan diri kita dengan air. Kita mandi rata-rata dua kali sehari. Itu untuk membersihkan badan kasar kita. Pikiran kita juga perlu dibersihkan. Ingat Tri Kaya Parisudha. Berfikir, berkata dan berbuatlah dengan baik.  Agar pikiran kita menjadi bersih berfikirlah sesuai dharma, janganlah pikiran kita digunakan untuk hal-hal yang negatif yang akan lebih megotorinya. Berbuatlah selalu kebenaran, kalau tidak bisa berbuatah lebih banyak kebenaran, tidak bisa juga berbuatkah ada yang mengandung kebenaran.
Kalian coba memulai mempelajari kitab suci, walau sesibuk apapun kalian dalam tugas sekolah sempatkan melihat kitab suci sejenak. Agar jiwa-atma kalian dialiri oleh energi positif, dan terbersihkan. Dalam perjalanan kehidupan selanjutnya kalian menapaki kehidupan ini dengan jiwa atma yang semakin terbersihkan. Belajarlah melakukan tapa-brata, walau dengan yang paling sederha. Misalnya dengan melakukan sembahyang, dengan menennagkan fikiran, berpuasa, bersemedi dan lain sebagainya.
Agar kecerdasan kalian menjadi bersih dan sempurna isilah pula dia dengan pelajaran suci, pelajaran kerokhanian. Karena dan yang mengatakan bahwa pengetahuan yang mencerdaskan tanpa dharma dia akan menjadi butha.
“Nah kalau begitu, disamping kita mempunayi keberuntungan diciptakan sebagai manusia, maka kita juga mempunyai kewjiban untuk merawat, memupuk dan membersihkan semua yang melekat dalam diri kita sebagai manusia, dan berusaha melebur kejahatan yang kita punya kedalam perbuatan kebaikan, agar kita dapat mencapai kebahagiaan, guru, dan bagaimana caranya” sahut muridku.
Iya memang kalau dipikirkan memang ruwet tetapi kalau sudah dilaksanakan dengan selalu kita kembalikan ke pedoman dan dasar dharma kita, maka hal itu akan kita peroleh. Kebahagiaan itu tidak bisa kita definisikan secara jelas, setiap level kehidupan, level soasial akan memiliki kebahagiaan yang berbeda-beda.
Seperti saat guru mulai duduk di Bale Bengon ini, guru merasa sangat bahagia sehabis bekerja dapat duduk menikmati semilir angin sore, menyaksikan anak-anak bermain di jalanan. Itu salah satu kebahagiaan. Biarkanlah mereka bermain sepanjang tidak mengencam keselamatan mereka, mereka saling kejar-kejaran, dengan sepedanya. Kalian Guru lihat sangat bahagia meneguk es sirup yang kalian buat sendiri, sehabis berolahraga tadi, dengan hanya sepotong Roti Nanas.
Nah disini akan terlihat bahwa kebahagiaan itu sudah seharusnya kita ciptakan sendiri minimal dalam level kita. Jangan mengukur orang lain kalau kita mau berbahagia. Seperti sesonggan Bali. “Buka ngae bajune, sikutang ke deweke”, ya seperti saat membuat baju, ukurlah diri sendiri. Jangan membuat baju dengan ukuran orang lain, nanti bisa kedodoran atau kekecilan.
Berbahagialah dalam suasana dan keadaan kita masing masing, karena berbahagia merupakan tujuan kita diciptakan tuhan, disamping tujuan Mokhsartam Jagathita Caiti Dharma.
Kelelawar telah mulau beterbangan, masuk rimbunnya pohon mangga Lali Jiwa di belakang rumah, mereka saling sambar satu sama lain akan tetapi tidak bertabrakan, biarkanlah mereka juga ingin berbahagia menikmati mangga, mereka lebih peka dan lebih tahu bahwa mangga mangga itu sudah enak untuk dinikmati.
Kamipun menyudahi perbincangan ini karena sandikala sudah menjelang, kedua muridku meminta bunga kamboja cendana yang ada disamping rumah, katanya untuk sembahyang di kosannya masing masing, dan merekapun berpamitan setelah membereskan nampan dan gelas gelas minum kami. Terima kasih Guru kita sudah berbincang ringan sore ini, katanya,
Oke selamat sore “OM Santhi, santhi, santhi Om.
Pondok Betung, 10 Mei 2015

No comments:

Post a Comment