“EGOISME”
Oleh : I Putu Pudja
Upacara Agama (google.co.id) |
Om Suastiastu Guru, hehehe
kudengar sapaan akrab seorang muridku datang. Rupanya dia tidak sensirian
tetapi bersama seorang taruni. Kami
kemudian berbincang, sambil menikmati secangkir kopi panas dan beberapa buah donat yang masih
tersisa dari tadi malam.
Kutanya mereka, yang sudah lebih
gaya. Pakai gadget yang cukup lebar dan bermerek, dengan senyum yang lebih
sumringah dari saat kuajar Pendidikan Agama Hindu dua tiga tahun yang lalu.
Maklum sekarang mereka sudah PNS mendapat gaji, dan Tunjangan Kinerja yang
kalau di total ya sekitar empat jutaan. Ya lumayan buat mereka yang sekolah,
tidak masih tergantung orang tua mereka. Itu memang sistem pendidikan di STMKG
belakangan ini. Setahun kuliah mereka mendapat ijazah D1 daiangkat menjadi
CPNS, dan langsung Praktik Kerja Lapangan (PKL) di BMKG di daerah, setalah
setahun mereka menjadi PNS dan kembali masuk kampus.
Kuperhatikan mereka rupanya
sangat asyik FB an. Dan kutanyakan apa yang menarik bagi mereka topik di FB
belakangan ini. Mereka serentak mengatakan bahwa umat Hindu kon saling
menyalahkan, saling menjelekkan di medsos katanya. Hahahaha kataku itu hanya
egoisme dari oknum saja, bukan dari orang-orang yang menekuni agama atau orang
yang memang mempelajari agama dengan benar, kataku.
Kok begitu guru. Sahut mereka.
Kalian lihat saja pada group yang menamakan forum kita lihat sangat banyak
forum yang saling serang, yang bahkan tidak jelas anggotanya. Mungkin saja ada
yang menyusupi dan mengatakan ini itu menjadikan lebih ramai, anggota lainnya
mungkin tidak mengetahuinya, karena menagnggap semua anggota polos seperti
mereka.
Seharusnya kita tidak boleh
egois. Biarkanlah masyarakat lain baik dalam Hindu untuk melaksanakan kegiatan
keagamaannya, yang di Indonesia sangat kental dengan lokal wisdom nya, sehingga
kalau dipaksakan untuk disamakan akan sangat sulit. Yang penting dasar tatwa
nya sama, dasar susilanya sama, masalah implementasi akan selalu disesuaikan
dengan Desa, Kala, Patra kan begitu.
Ya benar guru, sahut taruni dalam
diskusi ini. Bukankah di dalam doa kita juga tidak egois Guru. Katanya.
Maksudnya bagaimana tanyaku. Maksud kami Guru, kalau kita melaksanakan kewajiban
Trisandya tiga kali dalam sehari, dalam salah satu baik dikatakan dengan “Sarwa
prani hitangkarah” bukankah kita mendoakan dan memohon kesejahteraan semua
mahluk sejahtera. Bukankah itu merupakan doa yang sangat universal< kita
tidak hanya berdoa untuk diri kita sendiri tetapi untuk kesejahteraan semua
mahluk, yang artinya tidak memandang Hindu atau Non Hindu, bahkan untuk semua
mahluk.
Ya kamu benar dan hebat pandangan
kamu, berarti kamu menghayati apa yang kalian lapalkan dan ucapkan dalam doa
tri sandya itu kalian sudah ketahui.
Guru tambahkan untuk beribadah
yang guru katakan tadi merupakan penjabaran tatwa dengan impelentasi di setiap
daerah sangat dipengaruhi oleh budaya, adat dll nya karena adanya akulturisasi
Hindu yang menyerap kearifan lokal, dengan tidak ada benturan. Kuingatkan
kembali salah satu sloka dalam Bagawadgita yang mengatakan bahaw : jalan
manapun yang kita tempuh untuk menuju kepadanya akan Tuhan terima sama. Nah
sepertis logan mengatakan sangat banyak jalan menuju Roma. Demikian juga sangat
banyak Jalan yang bisa ditempuh untuk menuju kepada Nya.
Teman-teman Hindu di Jawa,
teman-teman Hindu di Kalimantan, Teman teman Hindu di Sulawesi maupun teman
teman Hindu di Sunda, mempunyai cara cara tersendiri mengimplementasikan
bakhtinya keada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak bisa disamakan antara yang satu
faerah dengan daerah lainnya. Apalagi kalau kita bandingkan dengan yang
dilakukan masyarakat Hindu di India.
Tarunaku menambahkan bukankah
dalam atarwa weda juga pernah kita bahas Guru ada sloka yang menyebutkan doa
kita untuk kedamaian bumi, langit, atmosfer dan segala penghuninya. Sehingga
kita tidak ego dalam berdoa. Termasuk sloka lainnya disana menyatakan harapan
semoga masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang penuh kedamaian, dan
ramah kepada kami.
Ya benar sekali berarti kamu
sangat ingat apa yang pernah kita bahas menjadi salah satu topik dalam kita
membahas peran agama Hindu untuk mensejahterakan masyarakat menuju masyarakat
madani.
Apa yang kalian ucapkan itu
sangat banyak kaitannya bila kita lebih jauh menyimak yang paling sering kita
lafalkan dan ucapkan dalam Trisandya, kita akan temukan bahwa umat Hindu seharusnya
tidak ego, tidak seharusnya memaksakan satu kehendaknya kepada kelompok lain.
Yang penting tetap pada koridor dharma. Mungkin akan lebih pas mengingatkan
boleh, tapi untuk memkasakan untuk mengikuti kita itu tidak baik.
Menurut Guru akan lebih bijaksana
kalau kita mau lebih banyak belajar, mempelajari tentang kesamaan dari semua
itu terus kita tarik esensinya, Guru yakin itu akan sangat mencerahkan kita
smeua, memperluas cakrawala kita dalam implementasi agama Hindu, khususnya di
Indonesia yang sudah beratus ratus tahun mengalami akulturisasi, dan tak lekang
oleh lajunya zaman, tetap ada pelestari dan tetap ada yang melaksanakan dan
memeliharanya dengan baik. Swaha.
Jadi intinya kalau boleh guru
simpulkan tentang diskusi kita kali ini, kita umat Hindu sejatinya bukan umat
yang ego, dengan egoisme tinggi bila memperhatikan sloka, dan doa-doa yang kita
panjatkan sehari-hari. Keberagaman yang ada merupakan wahana pembelajaran,
merupakan kekayaan yang patut kita syukuri rawat dan kembangkan bersama. Agar
tidak ada yang mlenceng perlu peran PHDI untuk memberikan pencerahan yang
ringan-ringan kepada umat Hindu Nusantara yang kelihatan belakangan mulai sadar
akan kehinduannya, mulai mengaitkan dasar tatwa semua impelemntasi keagamaan
yang mereka lakukan sehari hari ke induknya yaitu Pustaka Weda,
Kutugaskan kepada kalian –kataku kepada
kedaua muridku- hendaknya kalian dapat memberikan secervah pencerahan kepada
umat sedarma, dimanapun kalian bertugas. Karena menyampaikan dharna merupakan
jalan Jnana yang sangat tinggi pahalanya. Swaha.
Demikian perbincangan singkat
kami dengan kedua tamu kami, yang keduanya sudah menjadi PNS –Pegawai Negeri
Sipil- sekarang ANS –aparatur sipil negara- . Semoga kalian dapat berguna perbincangan kita
pagi ini membawa pencerahan minimal untuk diri kita, lingkungan bahkan berguna
kita jadikan pedoman dalam menjalankan tugas sebagai ASN.
Om
Santhi Santhi Santhi Om
Pondok Betung, 9 Mei 2015
No comments:
Post a Comment