PERAN AGAMA HINDU DALAM MEMBANGUN BUDAYA AKADEMIK
Oleh : I Putu Pudja
Suasana pendidikan merupakan suasana
yang berbeda dengan bidang lainnya karena mempunyai misi yang sangat mulia dan
berbeda. Karena sedemikian pentingnya masalah pendidikan mendapat perhatian
khusus pada Undang Undang Dasar 1945, serta penganggarannya mendapat porsi yang
berbeda dengan bidang lainnya. Misi pendidikan di Perguruan tinggi dikenal
dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, sehingga budaya yang berkembang di
Perguruan TInggi seharusnya tidak akan jauh dari moral dan etika ke tiga
tridarma tersebut yaitu etika dan moral : pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat (Winarno Surakhmad).
Filosofi pendidikan sudah jelas
diamanatkan undang-Undang sebagai upaya memanusiakan manusia, sehingga sudah
seharusnya perguruan tinggi tidak hanya ‘pabrik’ yang mencetak sarjana yang
hanya menguasai sain, tetapi juga sebagai pusat pertumbuhan budaya, budaya
akademik, budaya kerja yang mempunyai etos kerja yang tinggi. Pendidikan pada
hakekatnya adalah tempat yang merupakan ladang untuk memupuk peradaban bangsa.
Dengan tri dharma perguruan tinggi yang
menjadi misi nya maka pergirian tinggi juga merupakan menyapkan para ilmuwan
yang tidak hanya lengkap ilmunya namun juga merupakan ilmuwan pembelajar dan
peneliti, yang selalu siap membawa pencerahan ilmu pengetahuan , terhadap ilmu
pengetahuan itu sendiri maupun kepada masyarakat Indonesia.
Karena sains ( ilmu
pengetahuan)merupakan alat untuk mencari kebenaran. Mencari kebenaran dalam
sains memerlukan tahapan dan metode, yang dikenal dengan metode ilmiah, dengan
tahapan tertentu dan metodologi penelitian. Disana akan diajarkan betapa
pentingnya etika dan kejujuran di dalam suatu peneltian. Karena penelitian dan
pendidikan merupakan dua hal yang tak terpisahkan diperguruan tinggi, sudah
sewajarnya keduanya akan mempunyai etika yang tidak jauh berbeda. Diantara
budaya tersebut adalah : kebebasan akademik,
kejujuran, sportif, memiliki etos kerja pengabdian.
Karena etika moral tersebut banyak
diajarkan sejak dini pada pelajaran maupun pelaksanaan ajaran agama, maka
budaya yang harusnya dijunjung tinggi di perguruan tinggi adalah budaya yang
merupakan campuran atau saling melengkapi antara budaya pendidikan, budaya
penelitian, budaya kerja, yang dilandasi oleh budaya religius. Sehingga misi
Pendidikan mampu membangun peradaban
yang memanusiakan manusia, dapat diwujudkan .
Pengertian Budaya
Schein menyatakan budaya organisasi merupakan suatu pola dimensi milik
bersama yang dipelajari suatu kelompok pada saat memecahkan masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal, yang telah berhasil sehingga dianggap ajek,
dan karena itu akan diajarkan kepada anggota kelompok baru sebagai cara yang
benart untuk mempersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi masalah serupa[1].
Menurut Eliott
Jacques tentang budaya organisasi merupakan cara berfikir dan melakukan sesuatu
yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi, dan para
anggota baru harus mempelajari atau minimal menerimanya sebagai bagian
organisasi[2].
Menurut Robbins,
terdapat tujuh karakter utama, yang kesemuanya menjadi elemen-elemen penting
suatu budaya organisasi[3]:
1.
Inovasi dan pengambilan resiko: Tingkat daya
pendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2.
Perhatian terhadap detail: Tingkat tuntutan
terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian
terhadap detail.
3.
Orientasi terhadap hasil: Tingkat tuntutan terhadap
manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan perhatian
pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.
4.
Orientasi terhadap individu: Tingkat keputusan
manajemen dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di
dalam organisasi.
5.
Orientasi terhadap tim: Tingkat aktivitas pekerjaan
yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
6.
Agresivitas: Tingkat tuntutan terhadap orang-orang
agar berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.
7.
Stabilitas: Tingkat penekanan aktivitas organisasi
dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.
Budaya Akademik
Budaya Akademik, merupakan suatu totalitas
dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh
warga masyarakat akademik. Karena misi
pendidikan tinggi meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat,
maka masyarakat akademik disini adalah masyarakat yang terlibat dalam lembaga
pendidikan dan penelitian.
Karena
Ilmu pengetahuan -yang di gali di perguruan tinggi- memunyai daya untuk
memperbaiki dirinya sendiri, maka kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan
selalu berkembang dinamis, bergerak sejalan dengan perubahan zaman.
Perkembangan kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi
harapan dan dambaan setiap insan akademik.
Perkembangan ini hanya terjadi apabila
digerakkan dan didukung oleh pemangku kepentingan akademik, yang memiliki
komitmen dan rasa tanggung jawab
terhadap perkembangan dan kemajuan budaya akademik. Budaya akademik
merupakan budaya universal. Dimiliki
oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membanggun
budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap
kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk
melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut. Pemilikan budaya akademik ini
seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen,
mahasiswa, dan warga lingkup akademik.
Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen
adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor), serta
dapat mengantarkan sukses anak didiknya dapat menyelesaikan pendidikan dengan
baik dan sukse di tempat kerja. Bagi
mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik, yaitu
dapat menyelesaikan pendidikan dengan tepat waktu dan nilai yang tinggi
Dengan demikian, sangat mudah disadari bahwa
perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik
tersebut. Perguruan tinggi merupakan lahan pembinaan intelektualitas dan
moralitas, untuk dasar penguasaan IPTEK dan budaya akademik sebagai bagian dari
arti budaya secara luas.
Budaya akademik, budaya yang berlangsung
dalam masyarakat akademik, merupakan sikap hidup yang selalu mencari kebenaran
ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan
kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif
.
Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik,
meliputi : (1) Menghargai pendapat orang lain; (2) berfikir rasional,
kritis-analitis yang bermoral; (3) kebiasaan membaca ; (4) memperkaya ilmu dan
wawasan; (5) penelitian dan pengamdian masyarakat; (6) kebiasan menulis ilmiah; (7) melakukan
diskusi ilmiah; (8) proses belajar mengajar, dan (9) manajeman akademik yang
baik.
Dengan memperhatikan budaya akademik ini,
maka hubungan antar warga akademik tidak hanya formal hubungan antara guru
(dosen) dengan murid (mahasisa) secara harfiah, tetapi semua warga akademik
merupakan komponen pembaharu dalam dunia pendidikan dengan menjunjung tinggi
tri darma perguruan tinggi sebagai misi mulia, melakukan pendidikan, penelitian
dengan penuh etika keilmuan, etika peneliti, serta mengabdikan hasil
penelitiannya kepada masyarakat, sedangkan untuk ilmu pengetahuan itu sendiri
dia dapat ikut semakin menyempurnakan ilmu pengetahuan itu. Itu tentu akan
dapat tercapai apabila budaya akademis kita sudah mendukungnya.
Budaya Kerja
Budaya kerja adalah bentuk etika, sikap,
perilaku dan cara pandang bersama dari sebuah kelompok yang tergabung dalam
organisasi , terhadap setiap masalah dari perubahan variasi lingkungan
organisasi.
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah
sikap dan perilaku Sumber Daya Manusia yang ada agar dapat meningkatkan
prodiktivitas kerja dalam menghadapi tantangan. Budaya kerja diperlukan
terutama untuk meningkatkan produktivitas, memupuk rasa kekluargaan, membangun
komunikasi, memupuk rasa kekeluargaan, memotivasi karyawan, serta membangun
komitmen organisasi
Budaya kerja yang kuat akan memiliki ciri-ciri
: (1) Para karyawani memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi,(2) karyawan mematuhi pedoman tingkah laku
organisasi, (3) tidak banyak karyawan yang keluar ( berhenti atau mengundurkan
diri); (4) adanya pengakuan terhadap perestasi karyawan( reward dan
furnishment); (5) the righth man in the right place
Budaya kerja di BMKG tentu tidak terlepas
dari sifat tugas dan fungsi dari organisasi ini yaitu : disiplin (tempat dan
waktu ); jujur ; tanggap dan tangguh; ilmiah dan penelitian.
Menjaga eksistensi budaya kerja agar tetap eksis adalah dengan melakukannya sejak system seleksi sampai manajemen puncak. Pada saat Seleksi, harus disadari bahwa seleksi mempunyai tujuan mengidentifikasi dan memperkerjakan individu – individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi; (2) Pada Manajemen Puncak,harus tetap mengupayakan agar semua proses dalam organisasi mempunyai dampak dan tidak bertentangan pada budaya organisasi.
Budaya Religius
Budaya religius akademik adalah cara berfikir dan cara bertindak para
pemangku kepentingan akademik yang didasarkan atas nilai-nilai keberagaman
religius . Keberagaman adalah warga akademik yang memahami dan
menjalankan ajaran agama masing-masing secara menyeluruh, baik tatwa, etika
maupun upacara keagamaannya.
1. Dimensi keyakinan. yang berisi
pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan
teologis tertentu dan mengakui keberadaan doktrin tersebut.
2. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan
dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya.
3. Dimensi pengalaman.
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung
pengharapan-pengharapan tertentu.
4. Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa
orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan, minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi.
5. Dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada
identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan
pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
Tradisi dan
perwujudan ajaran agama memiliki keterkaitan yang erat, karena itu tradisi
tidak dapat dipisahkan begitu saja dari masyarakat termasuk masyarakat di
pergutun tinggi sedangkan masyarakat juga mempunyai hubungan timbak balik,
bahkan saling mempengaruhi dengan agama. Menurut Mukti Ali, agama mempengaruhi
jalannya masyarakat dan pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap
agama. Dalam kaitan ini, Sudjatmoko juga menyatakan bahwa keberagamaan manusia,
pada saat yang bersamaan selalu disertai dengan identitas budayanya
masing-masing yang berbeda-beda. Secara
antropologis bahwa kelompok kelompok manusia akan mempunyai budayanya masing
masing, yang digunakan sebagai pembeda antara yang satu dengan lainnya.
Budaya religius harus dilandasi dengan semangat : kesediaan berkorban ber punia, persaudaraan, saling menolong, dan tradisi lainnya yang telah berkembang dengan baik. Sedangkan dalam tataran perilaku, budaya religius berupa: berupa tradisi : semabhyang bersama, ngayah, beryadanya bersama, dan kegiatan tradisi agama lainnya.
Budaya religius harus dilandasi dengan semangat : kesediaan berkorban ber punia, persaudaraan, saling menolong, dan tradisi lainnya yang telah berkembang dengan baik. Sedangkan dalam tataran perilaku, budaya religius berupa: berupa tradisi : semabhyang bersama, ngayah, beryadanya bersama, dan kegiatan tradisi agama lainnya.
Budaya religus akademik bertujuan mewujudkan nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi warga akademik dalam berperilaku. Ia juga akan menjadi budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga akademik. Dengan menjadikan ajaran agama sebagai bagian tradisi dalam lingkungan akademik maka secara tidak langsung warga akademik telah mengikuti tradisi yang telah tertanam sebagai implementasi ajaran agama yang diyakininya. Terkait masalah ini terkadang kita susah membedakan mana yang merupakan tradisi (adat) dan mana tradisi agama, sangat sulit membedakannya.
Membudayakan
nilai-nilai keberagamaan religius akan dapat dilakukan dengan baik melibatkan
semua pemangku kepentingan akademik melalui : kebijakan pimpinan; kegiatan ajar
mengajar; kegiatan ektrakurikuler; kegiatan kemahasiswaan, secara teratur,
memiliki SOP dan agenda yang jelas.
Dalam
pengembangan budaya religius akademik ini, peran pendidikan agama sangat besar
pengaruhnya, dengan mencoba menerapkan dengan perinsip-perinsip:
1. Belajar hidup dalam keberagaman;
dituntut peran semua fihak yang terlibat dalam proses akademik, dalam
mengembangkan sikap : tolerasi; penyamaan persepsi nilai-nilai kehidupan
bersama; tepa-selira dan pematangan emosional; dan pembuatan aturan main bersama
dalam organisasi dengan melibatkan semua unsur agama yang ada di warga
akademik.
2. Menciptakan rasa saling – percaya
antar warga akademik dengan basis keagamaan;
3. Memelihara rasa saling pengertian;
4. Saling menghargai;
5. Berfikir terbuka, mau memberi dan menerima
masukan;
6. Sikaf mengeliminasi konflik secara
terbuka, dengan landasan kebersamaan.
Dikaitkan dengan kegiatan akademik maka Hindu
memiliki budaya yang sangat bagus dan telah disusun rapi dalam Weda. Weda telah
mengatur secara lengkap bebrbagai aspek kehidupan. Tahapan kehidupan yang
dikaitkan dengan tahapan menuntut ilmu tentu saja merupajan tahapan brahmacari.
Pada tahapan ini tentu diterapkan etika sesuai dengan tahapan, serta swa darma
tahapan ini. Pada tahapan brahmacaria disebutkan seseorang harus tekun
mwempelajari dharma,dharma berarti kebenaran yg berwujud ilmu mpengetahuan
duniawi maupun rohani (Yayur Weda, XL.2).
Dikatakan juga bahwa sesungguhnya manusia
merupakan mahluk yang sangat beruntung karena dia dapat memperbaiki karmanya
sendiri. Bagawad Gita menyebutkan bahwa
manusia itu menjelma kembali, ditentukan oleh karma dan swadarmanya, dia
diciptakan Tuhan dengan tujuan yang jelas, akan menjalani karma dan swadarma
yang sdudah ditentukan.
Sepeti yang dikatakan selanjunya bahwa ada dua
jalan utama untuk menuju ketujuan hidup manusia yaitu Jalan Jnana melalui ilmu
pengetaguan, dan karma melalui kerja, berbakti kepada tuhan, kepada sesame dan
kepada sesame ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang disebutkan sloka BG. III. 3, 5, 9,17,
19 yang artinya sebagai berikut:
Sejak dahuluAaku telah katakan, kepada
orang-orang yang tak berdosa, ada dua jalan suci di dunia ini: jalan Jnana
(ilmu pengetahuan) bagi cendikiawan dan jalan Karma (kerja) bagi ia yg suka
bekerja.
Walo
sesaat, tak seorangpun berdaya untuk tidak bekerja,karena, setiapa orang
dijerat oleh hukum karma (hukum alam semesta), hukum semestalah yang memaksanya
untuk bekerja.
Orang harus mengerti tentang karma (perbuatan
baik), tentang wikarma (perbuatan keliru), dan tentang akarma (tidak berbuat),
karena dalam prakteknya, sangatlah sulit membedakan ketiganya.
Mengurbankan kerja dengan tujuan mendapatkan
pahala, menyebabkan ornag terikat pada hukum karma, karena itu hai arjuna,
bebaskan dirinu dari keterikatan akan pahala kerja, caranya , bekerjalah
sebagai yadnya, bekerjalah dengan rasa iklas.(BG.III.9)
Maka itu, laksanakanlah kerja sebagai
kewajiban tanpa keterikatan, sebab hanya dengan tidak terikat, dengan
melaksanakan kewajiban secara iklas orang mencaoai kemuliaan.
Atharvaveda X. 53. 8. Menyebutkan bahwa: Ketekunan semoga ada di tangan kanan dan kejayaan ada di tangan kiri.
Semoga kami mendapatkan sapi-betina, kuda, kekayaan dan emas.
Sloka-sloka ini dapat dijadikan landasan
mengambangkan budaya akademik dan budaya kerja. Akademik tempat menuntuk Jnana
dan mengabdikannya, sedangkan kerja dengan ilmu yang didapatkan di perguruan
tinggi akan menjadi bekal kita melakukan kerja menjalankan swadarma kita
masing-masing. Menuntut ilmu merupakan suaru keharusan, sehingga masalah
pendidikan menjadi perhatian yang begitu penting dalam undang-undang dasar
1945. Sangat mungkin ini karena pengaruh dari Budaya Hindu yang dianut oleh
sebagian besar para pejuang kita yang menyusun Undang-Undang tersebut, walau
mereka tidak beragama Hindu tetapi pengaruh Budaya Hindu sangat kentara dalam
pandangan pandangan mereka.
Dengan menyadari akan hokum karma yang
sejaland dengan nilai-nilai yang berkembang di Perguruan Tinggi, maka
ajaraj-ajaran pokok Hindu akan sangat mendukung budaya akademik yang berkembang
di lingkungan akademik, maupun buaya kerja yang perlu diketahui oleh para
mahasiswa sebelum mereka terjaun kerja melakukan swadarma sesuai dengan jnana
yang mereka tuntut di akademik.
Oleh : I Putu Pudja
ipt_pudja@yahoo.com
No comments:
Post a Comment